Sekantong Luka dari Seorang Ibu
: kepada ibu ainun kasim
supaya dapat kau ceritakan pada mereka perihal dada
yang terhimpit ini:
dada seorang ibu yang tak sempat melihatmu menangis
atau sekedar tersedu. sebab baginya kaki-kaki kursi yang
diinjakkan pada kuku-kuku kaki suaminya tak pernah
benar-benar mengenal rasa sakit: oleh luka maupun oleh
kepergian yang dipaksakan. ia ingin mengutuki dirinya jadi
batu atau serumpun pohonan bambu tempat putri tanah
ini terlahir. ia ingin menjadi jembatan, tempat anak-anaknya
menyeberangi cita-cita tanpa tangan kekar sang ayah,
namun suara tertahan dari leher tercekik tak sempat
memandunya berdoa.
di sebelah sana: di ujung pantai jauh, ia melihat kapal-kapal
mengibarkan layar dan memasang lampu-lampu. ia
ingat putrinya yang minta kapal-kapalan. ia rabai riak selat
yang tak sempat jadi gelombang, ia urungkan senyumnya.
dadanya sesak. dada seorang ibu yang tak sanggup
memberi, dada seorang ibu yang menyuruh anak-anaknya
mengatup bibir mereka sebelum tersenyum. dada yang
menampung sunyi nyanyian mantra pada tetua adat.
di punggungnya: ribuan tanda tanya dipikulkan anak-anaknya.
tanya yang melarangnya berbaring. tanya yang
dijawab dengan tatapan mata berkilat-kilat. semacam
perisai para tentara yang disarungkan pada tangan
sebelah kiri, ia menutup mukanya. ia sembunyi dari desakan
yang menghimpit. nafasnya tersengal, isaknya sesegukan.
lalu dibasuhnya muka merahnya dengan darah suaminya.
darah yang dicecerkan dua belas kendi jampi-jampi. darah
dari lipatan perih dan airmata yang sekarang menyerah.
darah yang di kemudian hari akan ia larung ke laut banda.
laut yang akan menenggelamkan suaranya.
bahkan mungkin, bila kau betah menyimak perih:
mendefinisikan penistaan. ia seorang ibu yang tak
dibolehkan mengucap tahlil saat pemakaman suaminya.
yang meronta dan menangis, sambil mengintip dari
kangkangan kaki kekar penggali kubur tanpa rasa iba di
wajah mereka. ia bicara pada tanah yang tak bisa
mendengar suaranya sendiri. ia inginkan pelukan seorang
suami. pelukan terakhir yang ingin ia bingkai dengan
pelepah pisang atau patahan ranting pohon jarak dari
kuburan itu. ia, seorang ibu yang hanya memiliki sebatang
pinsil untuk sketsa keluarga, dengan wajah sang suami
yang sengaja akan disamarkan. satu hari nanti, bila
mungkin kau bisa bercerita pada seorang lain, jangan
bilang ia tak sempat meneteskan embun untuk bunga-
bunga di halaman rumahnya. sebab seusai sholat subuh,
saat para nelayan telah kembali ke dada istri-istri mereka,
ia masih khusyu menciumi sobekan kafan yang tak sempat
ia balut pada tubuh suaminya.
Analisis Puisi:
Puisi "Sekantong Luka dari Seorang Ibu" karya Irianto Ibrahim menghadirkan gambaran yang kuat tentang pengorbanan, kekuatan, dan kesedihan seorang ibu yang berjuang menghadapi kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan kehilangan.
Pengorbanan Seorang Ibu: Puisi ini menggambarkan pengorbanan seorang ibu yang tidak pernah terhenti untuk keluarganya. Ibu dalam puisi ini rela mengalami penderitaan dan menyembunyikan kesedihan serta sakitnya agar anak-anaknya tidak merasakan beban tersebut. Dia berusaha menjadi kuat dan tangguh meskipun hatinya penuh dengan luka dan duka.
Keberanian dan Kehadiran Jiwa: Meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan dan kesulitan, ibu dalam puisi ini tetap menunjukkan keberanian dan kekuatan jiwa yang luar biasa. Dia menyembunyikan penderitaannya di balik rasa tangguhnya, tetapi juga memperlihatkan kerapuhan dan kelemahannya yang mendalam.
Rasa Sakit dan Penderitaan: Puisi ini menyoroti rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh seorang ibu yang kehilangan suami. Dalam kesedihannya, dia mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaannya secara terbuka dan dilarang untuk melakukan ritual kesedihan seperti mengucapkan tahlil.
Simbolisme dan Imaji yang Kuat: Penggunaan simbolisme dan imaji yang kuat dalam puisi ini memperkuat kesan kesedihan dan penderitaan yang dialami oleh ibu tersebut. Misalnya, penggambaran ibu yang menyembunyikan kesedihannya di balik senyum palsu, dan penggambaran darah suaminya yang dijadikan tanda perjuangan dan pengorbanan.
Keberpihakan pada Kebenaran: Puisi ini menyerukan untuk menyimak dan menghargai penderitaan yang dialami oleh seorang ibu. Irianto Ibrahim mengajak pembaca untuk memahami dan menghargai perjuangan seorang ibu dalam menghadapi kehidupan yang keras dan penuh dengan penderitaan.
Puisi "Sekantong Luka dari Seorang Ibu" adalah sebuah puisi yang menyentuh dan menggugah perasaan, menghadirkan gambaran yang kuat tentang keberanian, pengorbanan, dan kesedihan seorang ibu yang berjuang menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupannya. Ini adalah penghormatan yang dalam terhadap kekuatan dan keteguhan hati seorang ibu yang rela menghadapi segala rintangan demi keluarganya.
Karya: Irianto Ibrahim
Biodata Irianto Ibrahim:
- Irianto Ibrahim lahir pada tanggal 21 Oktober 1978 di Gu, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, Indonesia.