Saudaraku Tak Sendiri
Untuk saudaraku di Palu dan Donggala
Kala temaram-temaram jingga mulai mencumbu bumi
senja tiba dengan azan memanggil umat-Mu
mereka berbondong beribadah di atas sajadah
tanpa aba-aba satu pun ataupun pertanda isyarat
kau gulung saudara-saudaraku di Palu dan Donggala dengan
ombak dahsyat dalam ketakberdayaan saudaraku pasrah berserah
Takdir yang tak bisa dihindari
takdir tak bisa diundang begitu juga ditinggal berlari
takdir telah menghampiri dengan tragedi yang seolah keji
hitam mengerikan hingga tak mampu kulukiskan
mungkin ini ujian untuk saudara-saudaraku
Allah kan menaikkan derajat umat yang lolos melewati
seperti halnya putra-putri kami yang akan naik kelas usai ujian
lolos terlewati
Allah tak akan berikan cobaan dengan batas tak terlampaui
bersabarlah, ikhlaskanlah, dalam jiwa-jiwa yang tersisa
kalian tak kan sendiri, di sini ada kami
Rapuh raga dalam tangis pilu
remuk luka dalam air mata darahmu
kau tatap dengan seribu mata tajammu untuk kenali satu persatu
dengan erat kau peluk mayat-mayat dalam rintih yang menyayat
"Anakku, anakku, anakku"
"Ibu, Ibu, Ibu"
belahan jiwaku, kau tinggalkan aku
oh, aku sendiri
aku tak mampu berdiri tanpa celoteh semangatmu lagi
kemana aku harus pergi?
dengan mata sembam di malam yang kelam
dengan langkah gontai tak berarah tujuan
dalam langkahmu yang pelan seolah tak menginjak lantai
kau semayamkan dengan doa nan damai
Saudara-saudaraku kami bersamamu
tak kan kubiarkan kau terjatuh dalam jalanmu yang lumpuh
tak kan kubiarkan kau minum air yang keruh
kan kugandeng dalam kekuatan bak rumah benteng
Saudara-saudaraku di Donggala dan Palu
ayolah tersenyum kembali menyambut mentari
dengan irama harmonis kita lewati
saudaraku tak perlu ragu menyambut tangan kami yang simpati
dan empati
Saudaraku tak sendiri
Aku, dia, dan mereka bersamamu
Bekasi, 1 Oktober 2018
Sumber: Elegi Puing Cinta yang Tersisa (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Saudaraku Tak Sendiri" karya Titi Widaryanti adalah sebuah ungkapan yang mendalam tentang tragedi alam yang menghantam Palu dan Donggala, serta solidaritas dan dukungan yang ditawarkan kepada para korban. Melalui penggunaan bahasa yang puitis dan imajinatif, penulis berhasil menyampaikan rasa empati, kepedulian, dan harapan bagi mereka yang terdampak bencana.
Pemandangan Tragedi Alam: Penulis menggambarkan pemandangan tragedi alam yang mengejutkan dan mengerikan, seperti dalam baris "mereka berbondong beribadah di atas sajadah tanpa aba-aba satu pun ataupun pertanda isyarat, kau gulung saudara-saudaraku di Palu dan Donggala dengan ombak dahsyat dalam ketakberdayaan saudaraku pasrah berserah". Ini menggambarkan betapa tiba-tiba dan tanpa peringatan bencana tersebut terjadi, serta betapa kuatnya dampaknya terhadap korban.
Ketabahan dan Harapan: Meskipun dihadapkan pada kesedihan dan kehilangan, penulis menegaskan pentingnya ketabahan dan harapan bagi para korban. Ini tercermin dalam baris "bersabarlah, ikhlaskanlah, dalam jiwa-jiwa yang tersisa kalian tak kan sendiri, di sini ada kami", yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak terdampak bencana siap memberikan dukungan dan solidaritas kepada saudara-saudara mereka yang terkena musibah.
Rasa Kehilangan dan Keputusasaan: Puisi ini juga mencerminkan rasa kehilangan dan keputusasaan yang dirasakan oleh para korban, seperti dalam baris "belahan jiwaku, kau tinggalkan aku, oh, aku sendiri, aku tak mampu berdiri tanpa celoteh semangatmu lagi". Ini menggambarkan betapa beratnya kehilangan yang dirasakan oleh para korban, serta perasaan kekosongan dan kehilangan arah setelah kepergian orang-orang yang dicintai.
Solidaritas dan Dukungan: Namun, di tengah-tengah kesedihan dan keputusasaan, penulis menekankan pentingnya solidaritas dan dukungan antar sesama, seperti dalam baris "Saudara-saudaraku kami bersamamu, tak kan kubiarkan kau terjatuh dalam jalanmu yang lumpuh, tak kan kubiarkan kau minum air yang keruh". Ini menunjukkan komitmen untuk saling mendukung dan melindungi satu sama lain di saat-saat sulit.
Harapan akan Pulih Kembali: Puisi ini diakhiri dengan harapan akan pemulihan dan kesembuhan bagi para korban, serta ajakan untuk tetap tegar dan bersatu menghadapi masa depan, seperti dalam baris "Saudaraku tak sendiri, Aku, dia, dan mereka bersamamu". Ini menekankan bahwa meskipun menghadapi cobaan yang berat, mereka tidak akan sendirian dan akan selalu memiliki dukungan dari sesama.
Dengan demikian, puisi "Saudaraku Tak Sendiri" karya Titi Widaryanti adalah sebuah karya yang menggambarkan rasa empati, kepedulian, dan solidaritas terhadap para korban bencana, serta pentingnya tetap tegar dan bersatu menghadapi cobaan. Puisi ini mengajak untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menghadapi kesulitan, serta menawarkan harapan akan pemulihan dan kesembuhan di masa depan.
Karya: Titi Widaryanti
Biodata Titi Widaryanti:
- Titi Widaryanti, S.Pd. lahir pada tanggal 12 Maret 1971 di Kabupaten Semarang.