Rumah Sakit Jiwa
Ketika pemabuk itu memukul dirinya dekat perigi
Kegaduhan pun muncul dari sunyi yang peram
Sungguh terasa asing
Angin terlalu keras bertiup
Hingga 'ku tak tahu di mana bayangku tersangkut
Seekor tikus tanah memanjangkan dirinya dalam lubang persembunyian
Tanpa sedikit keberanian untuk mendekati kamar dalam rumah ini
Mereka berdesak-desakan menyaksikan waktu menjadi tak berdaya
Seorang gila telah mati, terjatuh
Dengan luka kecil di telinganya
Tapi apakah mereka tahu luka yang lebih besar dalam dirinya
Tak ada yang menangis
Dan kami saling pandang
Seluruh tumbuhan merunduk menyembunyikan tubuhnya
Sungguh terlalu singkat mengenal wajah masing-masing
Meski sekedar bercermin
Burung-burung memandang kaku dari jendela sarangnya
Rahasia apa lagi yang akan mengisi museum berdebu ini
Pemabuk itu kembali menuangkan air pohon kehidupan
Tempat ini memang daerah yang tak tertera dalam peta
Aku mengingat namaku dalam rimbunan tumbuhan
1988
Analisis Puisi:
Puisi "Rumah Sakit Jiwa" menghadirkan gambaran yang gelap dan melankolis tentang suasana di dalam sebuah rumah sakit jiwa. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang kuat, penyair menggambarkan kebingungan, kesunyian, dan kebingungan yang melanda orang-orang di lingkungan tersebut.
Keheningan dan Kesunyian: Penyair menggambarkan suasana keheningan dan kesunyian yang melanda lingkungan di sekitar rumah sakit jiwa. Ketika seorang pemabuk memukul dirinya sendiri, kegaduhan yang muncul terasa asing di tengah sunyi yang peram. Ini menciptakan kontras yang kuat antara keadaan fisik yang keras dan suasana batin yang sunyi dan hening.
Kegelapan dan Ketidakpastian: Dalam suasana yang gelap dan kacau, penyair menyoroti ketidakpastian yang melingkupi situasi di rumah sakit jiwa. Bahkan ketika seorang pasien gila meninggal dengan luka kecil di telinganya, tidak ada yang menangis, dan kebingungan melanda orang-orang yang menyaksikannya. Hal ini mencerminkan ketidakmampuan mereka untuk memahami atau mengekspresikan emosi dalam situasi yang kompleks dan sulit.
Perasaan Terasing dan Tidak Dikenal: Penyair menyampaikan perasaan terasing dan tidak dikenal yang dialami oleh para pasien dan pengunjung rumah sakit jiwa. Mereka saling pandang tanpa berbicara, dan bahkan burung-burung di luar jendela terlihat kaku dan tak berdaya. Semua ini menciptakan suasana kesepian dan terpisah yang menambahkan lapisan kegelapan pada suasana keseluruhan puisi.
Pencarian Identitas dan Kehidupan: Meskipun suasana di rumah sakit jiwa gelap dan suram, terdapat upaya untuk mencari makna dan identitas dalam keadaan tersebut. Penyebutan pemabuk yang menuangkan air pohon kehidupan mengisyaratkan upaya untuk menemukan kembali arti hidup dan kesadaran akan diri sendiri di tengah kekacauan dan kebingungan.
Puisi "Rumah Sakit Jiwa" karya Sthiraprana Duarsa menggambarkan sebuah tempat yang gelap, sunyi, dan penuh kebingungan. Dengan gambaran yang kuat dan bahasa yang tajam, penyair menghadirkan suasana yang mencekam dan melankolis, sambil menyoroti tema-tema seperti kesepian, kegelapan, dan pencarian identitas dalam kondisi yang sulit dan tidak pasti.
Karya: Sthiraprana Duarsa
Biodata Sthiraprana Duarsa:
- Sthiraprana Duarsa lahir pada tanggal 9 Februari 1964 di Denpasar.