Puisi: Revolusi Industri (Karya Eka Budianta)

Puisi "Revolusi Industri" karya Eka Budianta menggambarkan perubahan drastis yang dialami oleh lingkungan dan kehidupan manusia sebagai hasil dari ...
Revolusi Industri

Duapuluh tahun lalu,
kalau akan bangun tidur
dari jendela kulihat hutan,
gunung-gunung di cakrawala.
Angin segar menghembus mukaku,
Gemericik sungai menyegarkan hatiku,
dan bunga, burung dimana-mana.

Tadi pagi dari jendela yang sama
aku mencium bau comberan,
mataku tertumbuk tembok beton
gedung 30 lantai menutupi pandangku
Jakarta berubah kampungku berubah,
sungai-sungai terbendung dan pohon-pohon
jadi bongsi dalam pot di kamar tamu.
Ikan-ikan di sungai dan samudera
pindah ke aquarium tetangga.
Rusa dan unggas masuk televisi,
menari berkicau di sana.

Haruskah aku menangis untuk perubahan ini?
Matahari kabarnya dapat kesulitan
menyehatkan kulit penikmat pantai.
Iklim sudah berubah dan polusi
tidak terkendalikan lagi.
Tak bolehkah aku berubah jadi robot
dan tak peduli pada kerusakan alam
bila hidup dibela teknologi dan obat-obatan?

Jakarta, 1994

Sumber: Masih Bersama Langit (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Revolusi Industri" karya Eka Budianta menggambarkan perubahan drastis yang dialami oleh lingkungan dan kehidupan manusia sebagai hasil dari revolusi industri.

Kontras Antara Masa Lalu dan Masa Kini: Puisi ini dimulai dengan membandingkan pengalaman pribadi penulis dua puluh tahun yang lalu dengan pengalaman saat ini. Perbandingan ini menyoroti perubahan drastis dalam lingkungan fisik dan persepsi individu terhadapnya.

Gambaran Perubahan Lingkungan: Penulis menggunakan gambaran alam seperti hutan, gunung, angin segar, sungai, dan burung untuk menggambarkan keadaan lingkungan sebelum revolusi industri. Namun, gambaran tersebut berubah menjadi beton, gedung pencakar langit, sungai yang terbendung, dan pot bunga di dalam rumah sebagai simbol perubahan yang dibawa oleh industrialisasi.

Refleksi Tentang Dampak Negatif Revolusi Industri: Penulis secara implisit menunjukkan keprihatinan terhadap dampak negatif revolusi industri, seperti perubahan iklim, polusi udara dan air, serta kerusakan lingkungan. Ketika penulis bertanya, "Haruskah aku menangis untuk perubahan ini?" ia mencerminkan ketidaksetujuan dan kesedihannya terhadap perubahan yang merugikan ini.

Pertimbangan Etika: Dalam bait terakhir, penulis mempertanyakan apakah seorang individu harus menjadi "robot" yang tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan jika kehidupannya bergantung pada teknologi dan obat-obatan modern. Ini menimbulkan pertanyaan etis tentang tanggung jawab kita terhadap bumi dan lingkungannya.

Penolakan terhadap Kemunduran: Puisi ini mengeksplorasi rasa frustrasi dan ketidaksetujuan terhadap arah perkembangan yang merusak alam. Meskipun demikian, penulis tidak menyerah pada kemunduran. Sebaliknya, ia memicu refleksi kritis dan harapan akan kemungkinan perubahan yang lebih baik di masa depan.

Dengan menggabungkan gambaran alam yang kuat dengan refleksi tentang perubahan sosial dan lingkungan, puisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan keberlanjutan lingkungan.

Eka Budianta
Puisi: Revolusi Industri
Karya: Eka Budianta

Biodata Eka Budianta:
  • Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo.
  • Eka Budianta lahir pada tanggal 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.