Opera Simpang Jalan
Tanah airku tanah tumpah darahku
Dan kami menyanyi juga, tegak di simpang jalan
Simpang timur barat simpang utara
Selatan simpang bayang segala zaman
Di sinilah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Pandu bagi seutuh ibu seluruh pertiwi
Simpang jalan bernyanyi, o wajah kuyu
Mulut kelu dan bernyanyi juga tanah negeriku yang kucinta.
Dan wajahku, o wajahku berkaca
Pada bayang segala zaman, inikah wajahku
Tersipu dan tertipu, tersingkir di simpang jalan--wajah tanpa ibu
Kami tergadai dan terbelakang
Lihatlah, o lihatlah wajah kami
Di simpang jalan, o kami tak tahu arah:
Timur, barat, utara, selatan
Simpang jalan segala bayang
O simpang jalan bernyanyi,
O wajah kuyu kelu dan bernyanyi juga
Tanahku negeri yang kucinta
Analisis Puisi:
Puisi "Opera Simpang Jalan" karya Eko Tunas mengeksplorasi tema identitas, nasionalisme, dan perjuangan dalam konteks keberadaan di simpang jalan kehidupan.
Identitas dan Kebangsaan: Puisi ini mencerminkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah air (patriotisme) dengan menyebutkan "tanah airku tanah tumpah darahku." Identitas nasional yang kuat tercermin dalam kesetiaan terhadap pertiwi (ibu pertiwi) yang dianggap sebagai pandu bagi kehidupan.
Simpang Jalan Kehidupan: Simpang jalan digambarkan sebagai metafora kehidupan yang kompleks, di mana individu berdiri tegak di tengah-tengah arah yang beragam. Ini mencerminkan perjuangan dan ketidakpastian yang seringkali dialami dalam menjalani kehidupan.
Pembelajaran dari Ibu Pertiwi: Ibu pertiwi dianggap sebagai pandu yang memberikan arahan dan bimbingan dalam menjalani kehidupan. Keberadaannya menjadi landasan yang kokoh bagi individu untuk melangkah maju, sekaligus mengingatkan akan kewajiban untuk mencintai dan mempertahankan tanah air.
Konflik Identitas: Penyair merenungkan tentang konflik identitas yang mungkin timbul dalam perjalanan hidup. Hal ini tercermin dalam pengakuan "wajahku berkaca pada bayang segala zaman," menunjukkan pertanyaan tentang keberadaan diri dan arah hidup yang sesungguhnya.
Tantangan dan Ketidakpastian: Puisi ini menyoroti tantangan dan ketidakpastian yang dihadapi oleh individu di tengah simpang jalan kehidupan. Gambaran wajah yang "tersipu dan tertipu, tersingkir di simpang jalan" mencerminkan perasaan kebingungan dan kehilangan arah.
Kritik Sosial: Ada juga unsur kritik sosial dalam puisi ini, terutama terkait dengan ketidakpastian arah dan perasaan terpinggirkan dalam masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan.
Puisi "Opera Simpang Jalan" merupakan refleksi tentang perjuangan individu dalam menemukan identitas dan arah hidup di tengah kompleksitas kehidupan. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan bahasa yang menggugah, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan arti pentingnya cinta tanah air dan perjalanan pribadi dalam mencari jati diri.
Karya: Eko Tunas
Biodata Eko Tunas:
- Eko Tunas lahir pada tanggal 18 Juli 1956 di Tegal, Jawa Tengah, Indonesia.