Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Sholeh Darat" karya Gunoto Saparie adalah sebuah penghormatan kepada Sholeh Darat, seorang ulama besar yang memberikan kontribusi besar dalam dunia keagamaan di Indonesia.
Penghormatan terhadap Sholeh Darat: Puisi ini menggambarkan Sholeh Darat sebagai seorang ulama besar yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di seluruh nusantara. Dia dihormati sebagai pendiri pesantren yang populer di Semarang dan dikenal karena kontribusinya dalam pendidikan Islam.
Peran dalam Pendidikan dan Dakwah: Sholeh Darat tidak hanya dikenal sebagai ulama besar, tetapi juga sebagai seorang pendidik yang rajin dan tekun. Dia membuka pesantren yang terkenal di seluruh nusantara, dan bahkan Kartini, tokoh perempuan terkemuka dalam sejarah Indonesia, belajar agama di pesantrennya. Selain itu, dia aktif dalam berdakwah, menulis kitab-kitab dan melakukan tafsir Al-Quran untuk mengenalkan hakikat dan makrifat kepada umat.
Warisan dan Pengaruh Luas: Puisi ini menyoroti warisan intelektual dan spiritual yang ditinggalkan oleh Sholeh Darat. Karya-karyanya, termasuk tulisan-tulisan keagamaan dan kitab-kitab yang ditulisnya, memiliki pengaruh yang luas di seluruh Indonesia dan mancanegara. Selain itu, nilai-nilai dan ajaran yang dia sampaikan tetap relevan dan dihargai hingga saat ini.
Pahlawan Besar: Penyair menekankan bahwa Sholeh Darat bukanlah sekadar kisah untuk anak-anak sebelum tidur, tetapi sungguh-sungguh merupakan seorang pahlawan besar bagi umat Islam di Indonesia. Puisi ini menegaskan bahwa penghargaan dan pengenangan kepada Sholeh Darat tidaklah berlebihan, melainkan sebuah keharusan bagi mereka yang menghargai kontribusinya.
Puisi "Kepada Sholeh Darat" adalah sebuah penghormatan yang penuh kekaguman terhadap sosok Sholeh Darat dan kontribusinya dalam dunia keagamaan di Indonesia. Melalui kata-kata yang kuat, puisi ini menginspirasi untuk terus menghargai dan mempelajari warisan intelektual dan spiritual yang ditinggalkan olehnya.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.