Hutan-Hutan Bakau Jadi Batu
hutan-hutan bakau jadi batu di antara tembok beton
yang keras menusuk udara bertuba. Napas tinggal denyut
jantung di tenggorokan waktu. Kotor dan berdebu
kau hanya sebuah musim yang terusir memanggil
anak-anak burung yang menetas dari kepedihan pantai
kehilangan debur ombak dan kebeningan sangsai
berbaring akar-akar pohon, menjadi busuk dimakan
kerakusan tangan-tangan yang tak bergemetar hati
menumpuk syahwat berbilang-bilang di dalam rumah kaca
jalur pasir menjadi jalan-jalan aspal yang dingin
di antara hotel-hotel yang tumbuh sebagai gairah ingin
melupakan rumah-rumah bilik menjadikan masa silam
yang tak tercatat di tubuh kota: amnesia akan peradaban.
Oktober, 2016
Sumber: Giang Menulis Sungai, Kata-Kata Menjadi Batu (2017)
Analisis Puisi:
Puisi "Hutan-Hutan Bakau Jadi Batu" karya Irawan Sandhya Wiraatmaja merupakan sebuah karya yang mempersembahkan gambaran tentang perubahan lingkungan dan degradasi alam, serta dampaknya terhadap manusia dan ekosistem.
Metafora Perubahan Lingkungan: Puisi ini menggunakan metafora hutan-hutan bakau yang berubah menjadi batu untuk menggambarkan perubahan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Hutan bakau yang semula subur dan hidup berubah menjadi keras dan tidak lagi ramah lingkungan, seperti tembok beton yang menusuk udara. Metafora ini mencerminkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh eksploitasi manusia terhadap alam.
Perubahan Fisik dan Emosional: Puisi ini juga menggambarkan perubahan fisik dan emosional yang terjadi pada ekosistem dan manusia. Akar-akar pohon yang dulunya hidup dan subur, kini menjadi busuk dan dimakan oleh kerakusan manusia. Hal ini mencerminkan kerusakan ekosistem yang berdampak pada kehidupan hewan dan tumbuhan di sekitarnya. Di sisi lain, manusia juga mengalami kehilangan identitas dan kepedihan akibat perubahan lingkungan yang drastis.
Kritik terhadap Urbanisasi dan Konsumerisme: Puisi ini mengkritik urbanisasi yang tidak terkendali dan konsumerisme yang berlebihan, yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kehilangan nilai-nilai tradisional. Jalur pasir yang dulunya menjadi bagian dari alam, kini berubah menjadi jalan-jalan aspal yang dingin di antara bangunan-bangunan hotel. Hal ini mencerminkan transformasi dari lingkungan alami menjadi lingkungan perkotaan yang tidak ramah lingkungan.
Amnesia akan Peradaban: Puisi ini menyoroti fenomena "amnesia akan peradaban" yang terjadi akibat modernisasi dan perubahan lingkungan yang cepat. Manusia cenderung melupakan nilai-nilai dan tradisi masa lalu serta kepentingan jangka panjang demi kepuasan dan kemajuan instan. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan akar budaya dan identitas, serta meningkatkan kerusakan lingkungan.
Puisi "Hutan-Hutan Bakau Jadi Batu" karya Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah sebuah karya yang menggambarkan perubahan lingkungan dan dampaknya terhadap manusia dan ekosistem. Dengan menggunakan metafora hutan bakau yang berubah menjadi batu, puisi ini mengkritik urbanisasi dan konsumerisme yang tidak terkendali, serta menyuarakan keprihatinan akan kerusakan lingkungan dan kehilangan nilai-nilai tradisional. Ini menjadi sebuah pengingat akan pentingnya menjaga alam dan mempertahankan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Karya: Irawan Sandhya Wiraatmaja
Biodata Irawan Sandhya Wiraatmaja:
- Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah nama pena dari Dr. Mustari Irawan, M.P.A.
- Mustari Irawan lahir pada tanggal 21 Juni 1959 di Jakarta.