Puisi: Banjir Bantaran Bengawan (Karya Rakai Lukman)

Puisi "Banjir Bantaran Bengawan" karya Rakai Lukman mencerminkan dampak dari bencana alam, seperti banjir, terhadap kehidupan manusia dan ....
Banjir Bantaran Bengawan

Kulihat genangan air mata, kedukaan semesta
Meluber ke rumah, sawah tambak
Menenggelamkan isu-isu pertikaian
Bola panas yang menggelinding dari jantung ke jantung
Saling terkam tikam
Kata kata sinisku mengiris petala langit
Ayat-ayat kauniyah mengambang ngambang
Bersama sampah banjir, kerja perlahan
Lidah yang keluh jemari letih terbata-bata
Air mata langit diabaikan orang-orang nyali kerdil
Kepicikan memandulkan kreasi

Orang-orang berebut benar
Cepatnya mengundang langit gemuruh
Tangis pecah membobol tanggul-tanggul
Melumat-lumat kebijakan semesta
Yang disia-sia, mereka pandai menyulam
Sumpah serapah
Hati terlanjur jadi arca
Durhaka dikutuk ibu

Petuah semesta tersangkut di kepingan debu
Aku menunggu di rimbun logika gagu.

Analisis Puisi:

Puisi "Banjir Bantaran Bengawan" karya Rakai Lukman adalah sebuah karya yang mendalam yang mencerminkan dampak dari bencana alam, seperti banjir, terhadap kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Melalui bahasa yang kuat dan metafora yang kuat, penulis menyampaikan gambaran tentang kehancuran fisik dan emosional yang disebabkan oleh banjir, serta refleksi tentang respons manusia terhadap bencana tersebut.

Dampak Banjir: Puisi ini menggambarkan secara kuat dan jelas dampak fisik dan emosional dari banjir. Genangan air mata dan kedukaan yang meluber ke rumah, sawah, dan tambak merupakan gambaran nyata dari kehancuran yang disebabkan oleh banjir. Selain itu, banjir juga dianggap sebagai penenggelam isu-isu pertikaian yang mungkin ada sebelumnya, menyoroti kekuatan alam yang bisa menghapus perbedaan manusia.

Metafora dan Simbolisme: Penulis menggunakan metafora dan simbolisme untuk menggambarkan keadaan pasca-banjir. Misalnya, "Bola panas yang menggelinding dari jantung ke jantung" mungkin menggambarkan ketegangan atau pertikaian antar manusia yang menjadi lebih intens setelah bencana. Selain itu, "ayat-ayat kauniyah mengambang ngambang" mungkin merujuk pada ketidakpastian dan kehancuran yang ditimbulkan oleh banjir.

Respons Manusia: Puisi ini juga menyoroti respons manusia terhadap bencana, yang kadang-kadang dapat menjadi buruk dan berdampak lebih besar. Orang-orang berebut benar dan cepat untuk menyalahkan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka. Tanggapan manusia yang gegabah dan kurang terarah dapat memperburuk situasi dan melukai lebih banyak orang.

Refleksi dan Harapan: Meskipun puisi ini mencerminkan kehancuran dan keputusasaan yang diakibatkan oleh banjir, ada juga elemen refleksi dan harapan. Penulis mengekspresikan harapannya melalui metafora "Petuah semesta tersangkut di kepingan debu" dan menyatakan bahwa dia "menunggu di rimbun logika gagu". Ini mungkin mencerminkan keinginan untuk memahami dan menemukan makna di tengah-tengah kekacauan, serta harapan untuk kemajuan dan pemulihan di masa depan.

Dengan demikian, puisi "Banjir Bantaran Bengawan" oleh Rakai Lukman adalah sebuah karya yang kuat dan mendalam yang mencerminkan dampak bencana alam, refleksi manusia terhadapnya, serta harapan untuk pemulihan dan kemajuan di masa depan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hubungan antara manusia dan alam, serta pentingnya tanggapan yang bijaksana dalam menghadapi bencana.

Puisi
Puisi: Banjir Bantaran Bengawan
Karya: Rakai Lukman

Biodata Rakai Lukman:
  • Rakai Lukman (Lukmanul Hakim) lahir pada 1983 di Gresik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.