Andabia dan Aku Terbakar
Senja merah jatuh di padang ilalang
Rumputan terbakar
Lenguh kerbau menikam sunyi belantara
Di permukaan, siluet bukit hutan telanjang
Aku menjejaki lima kilometer Andabia
Menelusuri rumah-rumah pudar beratap rumbia
Anak-anak bermain di bawah cahaya lingsir
Kutangkap di matanya, pintu suka duka terbuka lebar
Apakah angin senja yang datang dari barat
Serta dari kabut hujan yang berlalu ke utara
Akan menyembulkan setumpuk kenangan purba
Yang terkubur di kaki jembatan Anggaberi
Di palung jantung Kumapo Dahu dan di lingkaran sukma kalosara
Ataukah di ketiak malam yang hening
Kutemukan ada sisa-sisa pantun anggo yang meraung
Tentang sekumpulan makna hidup yang mengapung
Sekumpulan ana motuo yang lari ke hutan
Lain berdiam di dalam bambu
Sungguh
Senja telah jatuh di padang ilalang
Andabia dan aku terbakar
Andabia-Konawe, 2014
Sumber: Ritus Konawe (2014)
Catatan:
- Kumapo Dahu: nama air terjun di Andabia;
- Kalosara: simbol adat suku Tolaki;
- Anggo: syair kehidupan;
- Ana Motuo: orang-orang yang dituakan atau tetua adat.
Analisis Puisi:
Puisi "Andabia dan Aku Terbakar" karya Iwan Konawe menggambarkan perjalanan pribadi penulis yang melalui wilayah Andabia, dipenuhi dengan gambaran alam yang dramatis dan puitis. Melalui penggambaran yang kuat dan imajinatif, puisi ini menghadirkan nuansa keindahan alam yang dipadukan dengan nostalgia dan kepedihan pribadi.
Gambaran Alam yang Kuat: Puisi ini dimulai dengan deskripsi senja yang merah jatuh di padang ilalang, menciptakan suasana dramatis dan indah. Gambaran alam yang kuat seperti rumput terbakar, kerbau yang lenguh, dan siluet bukit hutan telanjang memberikan kesan visual yang mendalam dan memikat.
Perjalanan Pribadi dan Nostalgia: Penulis menjejak lima kilometer Andabia, melalui rumah-rumah pudar dan anak-anak yang bermain di bawah cahaya senja. Ini menciptakan nuansa nostalgia dan kepedihan, mengingatkan penulis pada kenangan masa lalu dan pengalaman pribadi yang melibatkan tempat-tempat yang pernah dikunjunginya.
Penghayatan Spiritual: Puisi ini juga mencerminkan penghayatan spiritual penulis, dengan merujuk pada kabut hujan dan malam yang hening sebagai medium untuk menemukan makna-makna yang lebih dalam. Ada sentuhan mistis dan reflektif dalam penggambaran ini, yang mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan keberadaan manusia di alam semesta.
Metafora Emosional: Judul puisi, "Andabia dan Aku Terbakar", dapat dipahami sebagai metafora emosional yang mencerminkan proses pencarian diri, transformasi, atau perjuangan batin penulis. Api dapat diinterpretasikan sebagai simbol pemurnian atau kegembiraan yang tumbuh dari pengalaman dan pertumbuhan pribadi yang dihadapi penulis selama perjalanan ke Andabia.
Kesimpulan yang Kuat: Puisi ini mengakhiri dengan pernyataan bahwa "Senja telah jatuh di padang ilalang / Andabia dan aku terbakar". Ini memberikan kesan penutup yang kuat, dengan menegaskan pengalaman emosional dan spiritual penulis dalam perjalanan tersebut, serta implikasi transformasi atau perubahan yang dialaminya.
Puisi "Andabia dan Aku Terbakar" adalah sebuah karya yang memadukan keindahan alam dengan refleksi pribadi, nostalgia, dan spiritualitas. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan imajinatif, puisi ini menghadirkan gambaran yang mendalam tentang perjalanan fisik dan spiritual penulis, serta proses pencarian diri dan makna kehidupan dalam keindahan alam.
Karya: Iwan Konawe
Biodata Iwan Konawe:
- Iwan Konawe (nama pena dari Irawan Tinggoa) lahir pada tanggal 8 Oktober 1980 di Anggaberi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.