Akar yang Ditanam
akar yang kautanam tidak lagi menumbuhkan batang, dahan
reranting dan daun-daun. Musim pun beredar dalam siklus
cahaya berubah dan berpendar dalam berbagai garis dan sudut
kau masih saja menggali, mencari jalan bagi sebuah tubuh
akar-akar telah kering, patah dan berserakan di dalam kulit
bumi yang berputar pada sebuah noktah waktu
jari-jari beton dan baja mencengkram kedalaman daging
urat-urat nadi yang memanjang, berkelok-kelok sebagai sungai
hutan-hutan semak belukar menjadi tiang dinding keras, dan kaca
yang berkilauan berpantul lampu-lampu warna-warni
"di manakah kau akan kembali pada sarang dan sembunyi?"
jalan-jalan kota telah melupakan arah ke mana kita akan
mengikut bayang-bayang, di mulai atau di akhir kalimat usai
menghampir pada jarak yang menjadi sebuah kerinduan kekal.
Jakarta, 2019
Sumber: Vu Berbilang Akar-Akar Kecubung (2019)
Analisis Puisi:
Puisi "Akar yang Ditanam" karya Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah sebuah karya yang sarat dengan metafora yang dalam dan mengandung gambaran-gambaran yang kuat.
Metafora tentang Akar dan Kehidupan: Puisi ini menggunakan metafora akar yang ditanam untuk menyampaikan pesan tentang kehidupan dan eksistensi manusia. Akar yang kering dan patah menggambarkan kegagalan dan kekecewaan, sementara beton dan baja melambangkan hambatan dan kesulitan yang dihadapi manusia dalam mencari makna dan tujuan hidup.
Siklus Alam dan Waktu: Penyair mengaitkan akar yang kautanam dengan siklus alam dan waktu yang berputar. Gambaran cahaya yang berubah dan berpendar menggambarkan perubahan musim dan perjalanan waktu yang terus berlanjut, sementara jari-jari beton dan baja mencengkram kedalaman daging menggambarkan konsekuensi dari waktu yang terus berlalu.
Keputusasaan dan Kerinduan: Tema keputusasaan dan kerinduan melalui gambaran jalan-jalan kota yang telah melupakan arah menambahkan dimensi emosional yang mendalam pada puisi ini. Penyair menyiratkan perasaan kehilangan dan kebingungan, serta kerinduan akan kedamaian dan ketenangan yang terpisah dari kehidupan modern yang sibuk dan penuh tekanan.
Bahasa yang Menggugah: Puisi ini menggunakan bahasa yang kuat dan menggugah untuk menyampaikan gambaran-gambaran yang kompleks. Penggunaan kata-kata seperti "akar-akar telah kering", "jari-jari beton dan baja", dan "hutan-hutan semak belukar" memberikan nuansa visual yang kuat dan memperkuat pesan puisi.
Tantangan dan Pencarian Makna: Puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan eksistensi manusia di dunia yang penuh dengan hambatan dan kesulitan. Meskipun menggambarkan keputusasaan, puisi ini juga menyiratkan harapan akan kemungkinan pemulihan dan pertumbuhan yang baru.
Puisi "Akar yang Ditanam" adalah sebuah karya yang menggugah dan mendalam, mengandung gambaran-gambaran yang kuat tentang kehidupan, waktu, dan eksistensi manusia. Dengan menggunakan metafora akar dan bahasa yang kuat, penyair berhasil menyampaikan pesan tentang keputusasaan, kerinduan, dan tantangan dalam mencari makna dan tujuan hidup.
Karya: Irawan Sandhya Wiraatmaja
Biodata Irawan Sandhya Wiraatmaja:
- Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah nama pena dari Dr. Mustari Irawan, M.P.A.
- Mustari Irawan lahir pada tanggal 21 Juni 1959 di Jakarta.