Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Air Mata Topeng (Karya Irawan Sandhya Wiraatmaja)

Puisi "Air Mata Topeng" karya Irawan Sandhya Wiraatmaja menggabungkan gambaran-gambaran yang kuat dengan tema-tema yang mendalam tentang ekspresi ...
Air Mata Topeng (1)

Air yang keruh, coklat tua, luruh dari sebuah mata topeng
Yang dipajang di dinding sebuah rumah serupa bayang-bayang
"Itu air mata," katanya. Aku hanya menutup mata dan lidah
Dengan jari-jari yang telunjuknya mengarah ke langit jingga
Warna dinding itu masih seperti dulu, meninggalkan jejak masa silam
Sepanjang ruang yang kosong, meja dan lantai yang berwarna hijau
Seperti meminta gairah birahi yang muncrat dari sela-sela bingkai
Di antara gambar dan potret yang gelap tak tertampak sebuah malam
Siapa yang memaksamu memberi air mata? Gerimis tak menjadikan
Pori-porimu mengeluarkan keringat yang menetes keluar menguap
Terbang sebagai gas yang tak berasa, tak terlihat oleh kelopak mata
Beribu-ribu air mata yang dibawa ke dalam lorong-lorong kosong
Melalui urat wajahmu yang pucat ditikam kecemasan
Yang gemetar sembunyi di balik tubuh seorang perempuan.

Air Mata Topeng (2)
 
Di sebuah dinding yang lembab tertulis,
"yang perempuan dilarang menangis
kecuali ia adalah perempuan yang tersesat"
tersesat dalam makna kata-kata yang sesungguhnya
kau tak pahami benar, gerak dan napasnya
di sebelah peringatan yang kusam aksaranya,
ada sebuah warning lusuh ,
"dilarang merokok pada jam upacara
karena rokok membuatmu tak bisa membaca"
hei, mengapa kau membagi tetesan air mata itu
terurai di lantai yang licin seperti sisik ikan salmon
di mana batu-batu karang tempat berenang sampai ke pantai
kau tentu saja bukan perempuan, yang bisa melahirkan
dan menyusui anak-anak yang terpinggirkan dari kehidupan
tapi kau tetap saja menangis: seperti boneka barbie yang
menggemaskan.

Air Mata Topeng (3)
 
Boneka yang dirajut dari negeri musim dingin
Yang menggugurkan dedaunan tanpa bicara
Sekarang memakai topeng kayu
Sehingga terlihat manis dan sangat lucu
Setiap pagi anak-anak yang tak lagi berumah
Mencubit berulang sambil menangis mengerang-erang
Menahan lapar di perutnya dan nyeri di matanya
Sebuah kecemasan yang bergulat di dalam pikiran
Setiap malam menjelang waktu menutup kegelapan
Boneka yang lecet-lecet tubuhnya terisak-isak
Sambil menutup topeng, agar tak malu terlihat wajahnya
Yang berurai air mata, seperti gerimis menetes di tubuh dedaunan
Boneka yang menggemaskan bagi anak-anak, nyenyak di pangkuan
Sebuah kursi yang bergoyang: air mata itu adalah topeng yang lain.

2016

Sumber: Air Mata Topeng (2017)

Analisis Puisi:

Puisi "Air Mata Topeng" karya Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah sebuah karya yang sarat dengan gambaran-gambaran yang kompleks dan mendalam tentang ekspresi emosi, gender, dan kepalsuan.

Ekspresi Emosi yang Tersembunyi: Di bagian pertama puisi, "Air Mata Topeng" menggambarkan air mata yang keruh dan coklat tua, meluap dari sebuah mata topeng yang dipajang di dinding. Ini menciptakan gambaran air mata sebagai ekspresi emosi yang tersembunyi dan terkadang sulit dipahami. Penyair mencatat bahwa meskipun air mata tampaknya terkumpul di balik topeng, rasa sakit dan kecemasan yang mereka wakili tetap nyata.

Konstruksi Gender dan Kepalsuan: Di bagian kedua, puisi menggambarkan stereotip gender dan penolakan terhadap ekspresi emosi perempuan. Peringatan yang kusam di dinding menyatakan bahwa perempuan dilarang menangis, kecuali jika mereka "tersesat". Ini menyoroti norma-norma gender yang membatasi ekspresi emosi perempuan dan memaksa mereka untuk menahan diri dalam keadaan tertentu. Penyair mengeksplorasi kontradiksi dalam tuntutan ini dengan menunjukkan bahwa bahkan ketika aturan tersebut dilanggar, air mata itu mungkin masih dianggap sebagai "topeng" atau kepalsuan.

Citra Boneka dan Kepalsuan: Di bagian ketiga, puisi menggunakan citra boneka yang mengenakan topeng kayu untuk menyampaikan tema kepalsuan yang lebih luas. Boneka tersebut digambarkan sebagai menggemaskan bagi anak-anak, tetapi di balik topengnya, ia juga menangis dan merasakan penderitaan. Ini mencerminkan bagaimana kadang-kadang kita menyembunyikan emosi atau kesulitan kita di balik topeng kepalsuan, bahkan ketika kita dihadapkan pada tekanan sosial atau harapan yang tidak realistis.

Kritik Sosial: Secara keseluruhan, puisi ini juga dapat dilihat sebagai kritik terhadap norma-norma sosial yang menghambat ekspresi emosi dan menekan individu untuk menyembunyikan kelemahan mereka di balik topeng kepalsuan. Ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang tekanan-tekanan yang mungkin dialami oleh individu dalam masyarakat dan pentingnya untuk menerima dan memahami ekspresi emosi secara lebih terbuka.

Puisi "Air Mata Topeng" adalah puisi yang kompleks dan mendalam yang menggabungkan gambaran-gambaran yang kuat dengan tema-tema yang mendalam tentang ekspresi emosi, gender, dan kepalsuan. Dengan memanfaatkan bahasa yang kaya dan gambaran yang kuat, penyair berhasil menyampaikan pesan yang menggugah dan memprovokasi pikiran tentang kompleksitas manusia dan masyarakat.

Irawan Sandhya Wiraatmaja
Puisi: Air Mata Topeng
Karya: Irawan Sandhya Wiraatmaja

Biodata Irawan Sandhya Wiraatmaja:
  • Irawan Sandhya Wiraatmaja adalah nama pena dari Dr. Mustari Irawan, M.P.A.
  • Mustari Irawan lahir pada tanggal 21 Juni 1959 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.