Wah, rasanya waktu berpuasa ini sungguh cepat berlalu ya, hampir sebulan sudah kita menahan haus dan lapar serta menjauhi nafsu dan hal-hal yang tidak baik. Lebaran ditandai dengan berkumpul bersama keluarga, banyak makanan, dan, tentu saja, tunjangan hari raya. Namun, semakin dekat hari lebaran, pasti ada yang merasa deg-degan atas pertanyaan keluarga, bukan? Banyak orang pasti mengalami hal yang sama.
Banyak saudara dan kerabat yang sering kali mengajukan pertanyaan yang cukup sensitif untuk menyemarakkan suasana lebaran atau sekadar basa-basi. Pertanyaan seperti ini biasanya ditujukan kepada Generasi Z, atau anak muda.
Sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang tersebut bermaksud untuk basa basi, dengan senyum lebar di wajah, dan mereka berharap kita akan memberikan jawaban yang bisa ia komentari lagi. Pertanyaannya dimulai dari kapan lulus, sudah lulus atau belum, lalu bergeser ke kapan mulai bekerja, dan tidak lama kemudian menjadi kapan akan menikah, kapan akan punya anak, kapan akan menambah anak, dan seterusnya.
Hadeh, untungnya tidak ada yang bertanya kapan meninggal, ya kan? Hehe, canda-canda.
Seperti hidangan tahunan, Gen Z sudah terbiasa dan mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ‘maut’ setiap Idul Fitri.
Sering kali ada rasa tertekan untuk menjawab pertanyaan pribadi yang tidak nyaman dan mengganggu. Merasa tertekan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dapat menimbulkan perasaan badmood, stres, dan cemas, sehingga mengurangi kenikmatan perayaan Idul Fitri secara keseluruhan.
Bayangkan jika sekali bersilaturahmi, ia harus bersalaman dengan 10 orang dan semuanya melontarkan pertanyaan kapan lulus dan semacamnya, tentu itu bukan lagi pertanyaan yang dinilai suatu bentuk basa-basi melainkan berubah jadi pertanyaan yang memuakkan.
Tekanan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi dan norma masyarakat bisa menjadi tantangan tersendiri bagi individu yang mungkin sudah merasa terpinggirkan atau disalahpahami.
Pelanggaran privasi dan batasan pribadi adalah dampak negatif lain dari pertanyaan basa-basi saat Idul Fitri. Meskipun maksud di balik pertanyaan-pertanyaan ini mungkin bermaksud baik, sering kali pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat melewati batas dan masuk ke wilayah yang tidak pantas atau tidak nyaman.
Pertanyaan tentang gaji, pekerjaan, atau detail pribadi lainnya dapat terasa mengganggu dan tidak nyaman, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini terutama berlaku bagi perempuan, yang mungkin menghadapi pengawasan dan penilaian tambahan berdasarkan penampilan atau status perkawinan mereka.
Pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu ini dapat menimbulkan rasa keterasingan dan keterputusan dari anggota keluarga, sehingga semakin mengurangi kegembiraan dan perayaan Idul Fitri.
Beberapa strategi yang dapat digunakan individu untuk menavigasi percakapan ini dan mempertahankan batasan mereka. Menetapkan batasan yang jelas dan mengalihkan pembicaraan bisa menjadi cara efektif untuk menghindari pertanyaan yang mengganggu dan menjaga rasa kendali.
Selain itu, berfokus pada aspek positif perayaan Idul Fitri, seperti menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih dan menikmati makanan serta aktivitas tradisional, dapat membantu mengalihkan fokus dari percakapan yang tidak nyaman ke arah rasa gembira dan perayaan.
Seluruh umat muslim sangat menantikan momen lebaran ini, karena ini adalah saat di mana setiap orang dapat merasakan "kemenangan" setelah beribadah selama ramadan dengan susah payah.
Jadi, jangan deh dinodai oleh pertanyaan yang menyinggung perasaan atau membuat noda dihati. Oleh karena itu, mari kita saling menjaga perasaan orang lain saat bersilaturahmi satu sama lain.
Biodata Penulis:
Renanda Aristha Putri (biasa dipanggil Nanda) lahir pada tanggal 20 Juli 2004 di Wonogiri. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa semester 2 di Universitas Sebelas Maret dengan program studi Ilmu Lingkungan.