Bulan suci Ramadhan tidak hanya menjadi waktu untuk menahan lapar dan haus, tetapi juga momentum untuk memperdalam hubungan spiritual dengan Allah SWT. Di Indonesia tradisi ngaji di pesantren pada saat bulan Ramadhan menjadi sarana yang paling ideal untuk mendalami makna Ramadhan secara mendalam.
Membahas tentang Ramadhan di pesantren atau biasa dikenal dengan istilah Ngaji Pasaran, apa yang membuat Ngaji di pesantren begitu spesial? Ini bukan hanya sekedar membaca Al-Qur’an, tetapi juga tentang merasakan kehangatan kebersamaan, memperkuat nilai-nilai agama, dan mengasah ketakwaan.
Ngaji Ramadhan di pesantren tidak hanya menjadi gerakan penguatan literasi berbasis kitab kuning, tapi juga menjadi media tabarukan (berharap keberkahan) dalam mendapatkan sanad atau jalur keilmuan yang jelas, akurat dan turun-menurun.
Melalui ngaji Ramadhan di pesantren, para santri tidak hanya diajarkan tentang hukum-hukum agama, tetapi juga diberi pelajaran tentang nilai-nilai kesabaran, keikhlasan, dan kasih sayang. Pengasuh Pesantren Qad Kafa yang juga alumni MAK Futuhiyah Mranggen Demak Ustadz Irfandi Ahmad di Ciputan, Selasa (18/4/2023).
Menurutnya, tradisi Ngaji Posonan ini unik dan tidak bisa ditiru. Sejumlah kalangan pernah berusaha menduplikasi, namun gagal. Misalnya tradisi pesantren kilat, ini juga hanya seumur jagung. Sebab, pesantren kilat tidak memiliki ruh sebagaimana tradisi Ngaji Pasaran, yaitu relasi hermeneutika yang sangat kuat dan produktif antara Kyai, Kitab kuning dan Santri.
Dilangsir dari nu.or.id dijelaskan dalam ngaji Ramadhan kitab-kitab yang dibaca dalam waktu singkat ini dapat dikhatamkan dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya cukup memakan waktu dua puluh hari di bulan Ramadhan. Waktu pengajian yang bisa dibilang cukup padat. Dimulai selepas salat subuh hingga waktu zuhur. Dilanjutkan setelah salat zuhur hingga asar. Sesudah salat asar dilanjutkan hingga jelang maghrib. Lalu setelah salat tarawih hingga tengah malam. Model pembelajaran ini biasa disebut Ngaji Bandongan yaitu, sistem dimana Kyai membaca teks kitab dan santri hanya menyimak dan menulis makna atas teks yang dibaca di kitabnya masing-masing.
Namun, semua itu tidaklah tanpa tantangan. Para santri di pesantren harus menghadapi godaan serta cobaan di semua lini kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial dan budaya. Santri harus mampu menjadi subyek dalam berbagai bidang kehidupan. Mengamalkan ilmu yang ia peroleh dari pesantren. Tidak harus jadi kyai. Melainkan bisa menjadi apa saja dengan ketekunan dan kekuatan iman serta doa dan kerja keras.
Ngaji Ramadhan di pesantren bukan hanya tentang ritual ibadah, tetapi juga tentang perjalanan spiritual yang mendalam. Di sini, setiap langkah dan setiap doa diiringi dengan keberkahan dan kebahagiaan yang hakiki. Pesantren menjadi tempat yang memberi inspirasi dan harapan bagi para pencari kebenaran, membimbing mereka menuju jalan yang benar dan penuh keberkahan.
Biodata Penulis:
Zulfa Alwan Faozi saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.