Menghayati Keberkahan Manaqib Sang Sultan Auliya di Pondok Pesantren

Tradisi pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani telah berlangsung lama di pondok pesantren di Indonesia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ...

Di banyak pondok pesantren di Indonesia, tradisi pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjadi salah satu rutinitas spiritual yang diagungkan. Manaqib, yang merupakan kumpulan riwayat kehidupan dan kemuliaan para wali Allah, dibacakan dengan khidmat sebagai bentuk penghormatan dan doa kepada sang guru besar kaum sufi yang digelari “Sultan Al-Auliya’” atau “Sultan Para Wali” ini.

Melalui pembacaan kisah inspiratifnya, para santri dan masyarakat mengharap keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta'ala melalui perantaraan sang wali agung.

Mengenal Syekh Abdul Qadir Al-Jailani 

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani merupakan salah satu sosok wali Allah yang paling masyhur di kalangan umat Muslim. Dilahirkan di Jilan, Iran, pada tahun 1077 M, beliau merupakan keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dari jalur Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Sejak kecil, beliau menampakkan tanda-tanda kecerdasan dan kecintaan terhadap ilmu agama yang luar biasa. 

Menghayati Keberkahan Manaqib Sang Sultan Auliya di Pondok Pesantren

Setelah berkunjung ke Masjid Baghdad dan merasakan pancaran nur kenabian di dalamnya, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memutuskan untuk menetap di kota ini dan mengembangkan ilmu tasawuf serta pendidikan Islam. Melalui pengajaran dan bimbingannya, banyak orang menemukan pencerahan spiritual dan ketentraman hati. Karena perannya sebagai pembimbing spiritual (mursyid) yang luar biasa, beliau mendapat gelar mulia “Sultan Al-Auliya’”. 

Tradisi Manaqib di Pondok Pesantren 

Tradisi pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani telah berlangsung lama di pondok pesantren di Indonesia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tradisi ini dibawa oleh para wali dan ulama penyebar Islam di Nusantara, yang mengagumi kearifan dan ketinggian ilmu sang Sultan Al-Auliya. 

Di banyak pesantren, pembacaan manaqib menjadi agenda rutin yang dilakukan setiap minggu, bulan, atau pada hari-hari tertentu. Misalnya, di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, pembacaan manaqib dilakukan setiap malam Jumat setelah salat Isya. Sementara di Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, tradisi ini digelar setiap tanggal 11 pada bulan-bulan hijriah.

Prosesi pembacaan manaqib umumnya dipimpin oleh kiai, ustadz, atau santri senior. Dimulai dengan pembukaan berupa shalawat dan doa, lalu dilanjutkan dengan membaca riwayat hidup Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang bersumber dari beberapa buku manaqib. Penghayatan syair-syair pujian kepada sang wali dan pembacaan doa penutup turut menyemarakkan prosesi ini.

Keberkahan dalam Pembacaan Manaqib 

Bagi santri dan masyarakat Islam di pondok pesantren, pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani diyakini memberikan banyak keberkahan dan manfaat spiritual. Tradisi ini bukan sekadar mengisahkan riwayat hidup sang wali agung, tetapi merupakan media untuk meneladani kepribadian dan akhlak mulianya serta mengharap barakah (keberkahan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui perantaraannya.

Para pengikut tarekat Qadiriyah, yang bersumber dari ajaran Syekh Abdul Qadir Al Jailani, meyakini bahwa dengan meneladani kehidupan dan bimbingan spiritualnya, seseorang akan memperoleh ketenangan hati dan pencerahan batin. Pembacaan manaqib dinilai dapat membantu mengingatkan kembali nilai-nilai luhur sang mursyid dan memohon petunjuk agar senantiasa berada di jalan yang benar dan diridai Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Regenerasi Penjaga Tradisi Manaqib

Agar tradisi manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tetap terpelihara dari generasi ke generasi, para kiai dan ustadz di pondok pesantren terus melakukan pengkaderan dan pembinaan kepada para santri. Dengan mempelajari asal-usul tradisi ini, sejarah hidup sang Sultan Al-Auliya, serta tata cara pembacaan manaqib yang benar, diharapkan para santri dapat menjadi penerus tradisi yang baik ini.

Tidak hanya itu, pemahaman yang mendalam tentang makna dan hikmah di balik pembacaan manaqib juga ditekankan agar para santri tidak hanya sekedar mengikuti ritual secara lahiriah saja, tetapi juga menghayati nilai-nilai spiritual di dalamnya.

Di era modern seperti sekarang, tradisi manaqib tidak hanya bertahan di pondok pesantren, tetapi juga terus disebarluaskan oleh para alumninya di berbagai penjuru Indonesia. Pembacaan manaqib sering diadakan di masjid-masjid, mushala, atau bahkan di rumah-rumah untuk mengingat jasa dan mengambil berkah dari sang Sultan Al-Auliya.

Geliat pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di pondok pesantren mencerminkan kekayaan khazanah spiritual Nusantara. Tradisi ini tidak hanya mengukuhkan penghormatan kepada sang wali agung, tetapi juga menjadi media untuk meresapi keberkahan dan mengambil teladan dari perjalanan hidup sang mursyid agar senantiasa berada di jalan kebenaran.

Biodata Penulis:

Chayatu Riski saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.