Berani Unik Dilingkup Mayoritas, Emang Bisa?

Seiring berjalannya waktu dan juga perkembangan zaman model ataupun tren penampilan menjadi sorotan di kalangan orang dewasa, khususnya mahasiswa.

Rasanya sangat sulit untuk bisa percaya diri berada di lingkungan yang mayoritas sedangkan diri kita adalah orang yang berbeda dari yang lain. Berbeda yang saya maksud di sini yaitu berbeda dalam penampilan. Berusaha untuk tetap menjaga prinsip, dan rasanya itu sangat sulit. Seiring berjalannya waktu dan juga perkembangan zaman model ataupun tren penampilan menjadi sorotan di kalangan orang dewasa, khususnya mahasiswa. Banyak dari mereka yang memilih untuk mengikuti tren yang masa kini agar tidak tertinggal dari yang namanya perkembangan zaman. Tapi saya sendiri memilih untuk tetap dalam prinsip saya.

Pertama kali saya memasuki dunia kampus negeri, itu adalah dunia yang berbeda menurut saya, menggunakan pakaian yang sesuai dengan prinsip saya yaitu pakaian yang syari kemudian melihat para mahasiswa yang menggunakan pakaian sesuai dengan trennya membuat saya sedikit ragu, malu, dan kurang percaya diri dengan apa yang sedang saya gunakan. Merasa bahwa semua mata menatap saya seakan akan bertanya "tidak ribet kah berpakaian seperti itu," itu yang ada di pikiran saya saat itu.

Mahasiswa yang "stay" dengan pakaian seperti saya mungkin bisa dihitung jari. Tapi bukan berarti ketika saya merasa menjadi mahasiswa minoritas itu menghentikan langkah saya dalam mengeksplorasi bagaimana dunia perkuliahan dan bukan berarti pula menghentikan saya untuk mengikuti bagaimana tren perkembangan zaman. Zaman semakin berkembang, apapun itu bisa dijadikan sebuah tren.

Emang pakaian syari bisa mengikuti tren? Eh jangan salah, kita bisa tetap stylish walaupun menggunakan pakaian syari.

Tapi yang ingin saya bahas di esai kali ini bukan bagaimana cara berpenampilan stylish tapi harus tetap syari, melainkan memang kita berani berpenampilan unik di antara orang-orang yang mayoritas berpenampilan seperti pada zamannya? Jawabannya tentu bisa, terkadang apa yang membuat kita "tidak berani" berada di diri kita sendiri.

Atikah Salsabila

Saya adalah orang yang pemikir, saya yakin tidak hanya saya yang seperti itu, pasti banyak dari kalian yang kerjaannya ovt terus. Memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, benar, bukan? Saya terlalu nggak percaya diri mengenai ini, saya selalu memikirkan bagaimana orang lain berpikir tentang diri saya. Pasti semua orang ingin dipandang baik kan oleh orang lain?

Setelah dipikir-pikir yang membuat saya menjadi tidak percaya diri, dan tidak berani adalah pikiran saya sendiri. Ketika saya berpikiran hal seperti itu secara tidak langsung membuat adanya reaksi yang ada di tubuh saya menjadi orang yang tidak percaya diri atau tidak berani. Padahal orang di sekitar saya memandang saya biasa aja, seperti layaknya manusia yang lainnya. Tidak pernah terbesit dalam pikiran mereka mengenai apa yang sedang saya kenakan. Itu hanya pikiran belaka dari diri saya sendiri.

Terkadang saya berpikir, apa yang saya pikirkan mengenai orang lain itu menjadi salah satu penyakit bagi diri saya sendiri. Ketika saya berpikir mengenai apa yang dipikirkan orang lain itu membuat langkah saya seakan-akan berhenti, mencoba berpikir ulang tentang apa yang salah dalam diri saya. Menjadi ragu untuk melangkah ke depannya.

Saya pernah melakukan riset mengenai hal itu, bertanya kepada beberapa orang mengenai apa yang sedang saya pikirkan. Ternyata mereka tidak berpikir seperti apa yang saya pikirkan, bahkan kata salah satu dari mereka "orang melihatmu karna ingin seperti dirimu", ternyata pikiran saya saja yang berlebihan.

Memang terkadang penyakit itu ada karena pikiran dari diri kita sendiri. Dengan melakukan riset itu saya lebih percaya diri untuk menjadi apa diri saya sendiri, menggunakan pakaian yang sesuai dengan diri saya, dan tidak terlalu peduli bagaimana orang lain memandang saya.

Biodata Penulis:

Atikah Salsabila lahir pada tanggal 3 Juni 2004 di Karanganyar.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.