Sesudah Tsunami
Dengarlah, anak.
Ada pintu-pintu terlepas,
seperti helai kertas origami.
Bangau-bangau terlihat rapi
di tanah yang memar,
laut menjadi kembar.
Bau garam sampai juga ke sini,
kampung menjadi sunyi.
Di atap rumah yang sungsang,
ada kapal besar,
lambungnya menganga,
"Itu kiamat
dan doa-doa adalah ratap
yang terlambat."
Tidak, anak.
Yang tiba adalah tsunami,
ia menekuk mimpi:
Seribu teluk telah remuk,
sebelum pukul delapan pagi.
Waktu mati.
Jam dinding gemetar
jarumnya gugur,
seperti daun trembesi.
"Ia pasti bersama malaikat.
Karena asar belum lagi lewat."
Entahlah, anak.
Angin datang dengan mata yang berat.
Ombak raya buta nama-nama.
Jika suatu hari ia kembali,
ingatlah. Bangau-bangau di lemari:
kita bergegas melepas mimpi.
2014
Sumber: Di Kedai Teh Ah Mei (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Sesudah Tsunami" karya Nezar Patria menggambarkan pemandangan yang memilukan dan menyentuh setelah datangnya bencana alam yang dahsyat.
Deskripsi Bencana Tsunami: Puisi ini membawa pembaca ke dalam suasana pasca-tsunami dengan gambaran yang kuat. Bangunan hancur, tanah memar, dan kehancuran yang melanda disampaikan dengan detail yang memilukan. Penggunaan kata-kata seperti "tanah yang memar" dan "laut menjadi kembar" memberikan gambaran visual yang kuat tentang kehancuran yang disebabkan oleh tsunami.
Kontras Antara Kehidupan dan Kematian: Puisi ini menggambarkan kontras yang tajam antara kehidupan dan kematian. Meskipun ada kapal besar di atap rumah yang menganga dan bangau-bangau yang terlihat rapi, namun di saat yang sama, ada kenyataan pahit akan kehancuran dan kematian yang melanda.
Pemahaman Terhadap Bencana Alam: Penyair menyampaikan pemikiran yang dalam tentang bencana alam. Ada perdebatan internal antara persepsi bahwa bencana adalah "kiamat" yang telah terjadi dan bahwa "doa-doa adalah ratap yang terlambat". Ini mencerminkan kebingungan dan keraguan yang dialami manusia di hadapan kekuatan alam yang menggemparkan.
Kesedihan dan Kerelaan Berdamai: Meskipun puisi ini penuh dengan gambaran kehancuran dan kehilangan, ada juga sentuhan kesedihan dan kerelaan untuk berdamai dengan kejadian tersebut. Penyair menutup dengan meminta pembaca untuk mengingat "bangau-bangau di lemari" sebagai simbol harapan dan perlawanan manusia terhadap tragedi.
Secara keseluruhan, puisi "Sesudah Tsunami" bukan hanya sebuah deskripsi tentang kehancuran fisik, tetapi juga refleksi mendalam tentang kondisi kemanusiaan di hadapan bencana alam yang menghancurkan. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti kematian, kehidupan, harapan, dan kebingungan dengan cara yang menggugah emosi dan pikiran pembaca.
Karya: Nezar Patria
Biodata Nezar Patria:
- Nezar Patria lahir pada tanggal 5 Oktober 1970 di Sigli, Pidie, Aceh.