Kutaraja, 1874
Di Kuala, ada lagu serdadu kumpeni
"Jayalah Willem, sebelum pagi."
Pada laras senapan yang ria
Ayat-ayat sembunyi
di arus kali,
Lidah naga menari.
Dari Kuala, ya dari Kuala
Kapal-kapal bergerak,
Dari mulut kanon
bau mesiu merambat.
Di Kutaraja, ada doa bergema
"Tuwanku, kami bersiap mati.
Jiwa merdeka, berkalung kenanga."
Langit gelap
dalam mimpi yang kedap.
Bulan runcing,
berlari di ujung lembing
Pedang kelewang bersijingkat,
dalam khianat.
Siapa menukar sangkur
dengan dusta sungai anggur?
Di jantung Kutaraja
pada subuh hitam itu,
Kumpeni ria bernyanyi
"Jayalah Willem, sebelum pagi."
2010
Sumber: Di Kedai Teh Ah Mei (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Kutaraja" karya Nezar Patria menggambarkan sebuah momen sejarah yang terjadi selama periode penjajahan Belanda di Indonesia.
Latar Sejarah: Puisi ini merujuk pada peristiwa pengepungan Kutaraja pada tahun 1874 selama perang Aceh melawan penjajah Belanda. Penulis menyampaikan suasana dan peristiwa yang terjadi di dua tempat yang berbeda, yaitu Kuala dan Kutaraja.
Kontras Antara Kuala dan Kutaraja: Kontras yang kuat tergambar antara suasana di Kuala, yang diwarnai dengan lagu serdadu kumpeni dan semangat kegembiraan, dengan suasana di Kutaraja yang penuh dengan doa dan kesiapan untuk bertempur hingga mati.
Imaji dan Metafora: Penyair menggunakan imaji yang kuat untuk menggambarkan suasana perang. Metafora seperti "lidah naga menari" dan "bulan runcing berlari di ujung lembing" menambahkan dimensi artistik pada deskripsi kekerasan dan konflik.
Doa dan Kematian: Doa yang bergema di Kutaraja mencerminkan semangat perlawanan dan pengorbanan yang tinggi. Kata-kata "Jiwa merdeka, berkalung kenanga" menunjukkan bahwa para pejuang Aceh siap menghadapi kematian dengan kebanggaan dan martabat.
Budaya Lokal vs Kolonialisme: Puisi ini menyoroti perlawanan dan kegigihan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda. Budaya dan nilai-nilai lokal Aceh, seperti keberanian dan semangat perjuangan, berbenturan dengan hegemoni kolonial Belanda yang diwakili oleh lagu serdadu kumpeni.
Kritik Terhadap Kolonialisme: Melalui penggambaran peristiwa ini, penyair mengkritik tindakan kolonialisme Belanda yang menggunakan kekerasan dan khianat untuk mencapai tujuannya. Penggunaan kata-kata seperti "khianat" dan "dusta sungai anggur" mengekspos sifat penjajahan yang tidak adil dan tidak manusiawi.
Dengan demikian, puisi "Kutaraja" adalah sebuah puisi yang menggambarkan ketegangan dan perlawanan antara bangsa Indonesia dan penjajah Belanda. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang detail, penyair Nezar Patria berhasil menghadirkan potret yang menggugah tentang perang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Karya: Nezar Patria
Biodata Nezar Patria:
- Nezar Patria lahir pada tanggal 5 Oktober 1970 di Sigli, Pidie, Aceh.