Kan Kubentangkan Tubuhmu
kan kubentangkan tubuhmu telanjang
antara sulalatus salatin dan tuhfat al-nafis
alasmu adalah wustan wal qubra
buku sejarah yang belum selesai ditulis
kemudian kau terpejam
kau terpejam dalam irama pantun
seloka dan gurindam
seiring mengalun
sementara kau biarkan buah dadamu berjogi
begitu tegas mengabarkan sepi
hingga apitan dua pahamu menyemburkan api
dalam rentak delapan tak jadi
maka hikayat hang tuah kehilangan marwah
sedangkan gurindam duabelas terkulai lemas
ada pun amuk memendam remuk
murai malam bersiul diam
hujan pagi menikam petang
subuh benar-benar meninggalkan senja
hempasan gelombang terampas sunyi
hikayat perjalanan lumpur berkubang bimbang
mata tempuling ditumpulkan runcing
tapi kau juga teringat al-durrat al-manzuum
saat kita bersama-sama mengusungnya
dari pelabuhan ke istana melaka
dengan sorak-sorai gembira
yang lebih agung dari sultan mahmud
tapi kau juga tak lupa megat sri rama
kala darah tumpah menyimbah kepala
sedangkan kita bertikam takut
saat larut di perang riau
bukankah kita terbanting dalam traktat london
mencoba jadi anai-anai
mengerip anak jadah dari ganyang malaysia
dan menolak kemiskinan tanpa bicara
lalu kau menangis
dan air matamu dinda
air matamu yang lebih panjang dari karangan
tetapi menyebabkan engkau berenang
di dalam huruf yang menuliskan kasih sayang
sudah cukup berkata kepadaku
sentuhi aku semelayu abad
Sumber: Tersebab Aku Melayu (Buku Sajak Penggal Kedua, 2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Kan Kubentangkan Tubuhmu" karya Taufik Ikram Jamil menggambarkan perjalanan emosional dan historis yang kompleks, dengan menggunakan bahasa yang kaya dan imaji yang kuat.
Simbolisme Tubuh: Puisi dimulai dengan gambaran simbolis tentang membentangkan tubuh telanjang, yang dapat diartikan sebagai tindakan transparansi, ketulusan, dan rentang sejarah yang terbuka. Tubuh telanjang mencerminkan ketidakberanian untuk menyembunyikan masa lalu, sementara rentang sejarah menandakan kompleksitas dan kerumitan perjalanan individu atau komunitas.
Referensi Sastra: Penyair menyelipkan referensi ke karya-karya sastra klasik Melayu, seperti "Sulalatus Salatin" dan "Tuhfat al-Nafis", menunjukkan kedalaman pengetahuannya tentang warisan sastra dan sejarah Melayu. Hal ini mengaitkan puisi dengan tradisi sastra yang kaya dan sekaligus memberikan lapisan historis yang dalam.
Konflik dan Perubahan: Puisi ini mengeksplorasi konflik internal dan eksternal, dari hikayat dan gurindam hingga kejatuhan dan konfrontasi. Konflik ini mencerminkan dinamika perubahan dan pergumulan dalam sejarah dan kehidupan manusia.
Sentimen Nasionalisme dan Kebangsaan: Melalui referensi terhadap sejarah Melayu, puisi ini menggambarkan rasa nasionalisme dan kesadaran akan identitas bangsa. Pengalaman sejarah, perjuangan, dan konflik yang disampaikan dalam puisi mencerminkan semangat perjuangan dan kebangsaan.
Emosi dan Kasih Sayang: Puisi ini juga memunculkan elemen emosional, terutama melalui air mata yang menjadi simbol kepedulian, kelembutan, dan kasih sayang. Penyair menggambarkan kompleksitas hubungan antara individu, sejarah, dan tanah air dengan menyampaikan pesan-pesan yang penuh rasa.
Dengan menggunakan bahasa yang indah dan gambaran yang kuat, Taufik Ikram Jamil berhasil menghadirkan sebuah puisi yang menggugah dan memperdalam pemahaman akan sejarah, identitas, dan emosi manusia dalam konteks budaya Melayu.
Karya: Taufik Ikram Jamil
Biodata Taufik Ikram Jamil:
- Taufik Ikram Jamil lahir pada tanggal 19 September 1963 di Bengkalis, Riau, Indonesia.