Jejak Rasa
Kuingin melukis senja dengan pelangi
Di tengah hujan yang tak mau berhenti
Melangkah
Melawan badai di hati
Kau mungkin lupa pernah menitipkan kilat asa di mataku
yang menjelma beliung sayangnya tak pernah bulan lilin ataupun kunang-kunang
Malam ini
berhenti mencumbu purnama
di baris kidung puisiku
rindu tersengal-sengal diterjang kenyataan
lari tertatih-tatih
terkapar
dan bersembunyi di setiap bait yang kutulis
Dan
Di atas sajadah ini, bisik-Mu
Lahan tersubur bagi luka
Seluruh pedih perih seutuh benih
Biarlah jatuh
Dalam mimpi
Yang tenggelam di arus sedih
Sunyi, 28 Februari 2024
Analisis Puisi:
Puisi "Jejak Rasa" karya Umi Hanin menghadirkan gambaran yang kuat tentang perjuangan dan kegelisahan batin seseorang di tengah badai emosi dan kesulitan hidup. Dengan menggunakan bahasa yang puitis dan imaji yang kuat, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti perjuangan, harapan, dan ketenangan spiritual.
Perjuangan dan Ketahanan: Puisi ini dimulai dengan gambaran tentang melukis senja dengan pelangi di tengah hujan yang tak kunjung reda, menggambarkan perjuangan melawan badai emosi dan rintangan hidup. Ini menciptakan gambaran tentang kekuatan dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan.
Kekecewaan dan Harapan: Penggunaan metafora seperti "kilat asa di mataku" dan "beliung sayangnya tak pernah bulan lilin ataupun kunang-kunang" menggambarkan perasaan kecewa dan harapan yang tidak terwujud. Hal ini menggambarkan ketidakpastian dan pahitnya realitas yang tidak selalu sesuai dengan harapan.
Ketenangan Spiritual: Pada bagian terakhir, puisi ini mencapai titik puncaknya dengan menghadirkan suasana ketenangan spiritual. Saat malam yang bimbang berhenti mencumbu purnama, pembaca dibawa ke dalam perenungan yang mendalam tentang rindu, kesedihan, dan harapan yang bersemi di tengah-tengah kesulitan hidup.
Simbolisme dan Makna Mendalam: Penggunaan simbolisme seperti "sajadah" sebagai lahan bagi luka dan "mimpi yang tenggelam di arus sedih" mengandung makna yang mendalam tentang kesadaran akan kelemahan manusia dan kekuatan yang ditemukan dalam ketenangan spiritual dan kepercayaan kepada Tuhan.
Bahasa yang Puitis: Puisi ini menggunakan bahasa yang puitis dan padu, dengan metafora dan imaji yang kuat, menciptakan gambaran yang mendalam dan memikat bagi pembaca. Gaya bahasa ini mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan setiap bait puisi dengan intensitas emosional yang tinggi.
Dengan demikian, puisi "Jejak Rasa" tidak hanya sekadar puisi, tetapi juga suatu perenungan yang mendalam tentang perjuangan, harapan, dan ketenangan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan rintangan dan kesulitan.
Karya: Umi Hanin
Biodata Umi Hanin:
- Umi Hanin lahir di Tangerang dan menetap di kota yang sama. Ia menulis sejak akhir tahun 2022.
- Alumni UIN Syahid Jakarta ini pernah belajar di KMO Batch 52 dan AIS (Asqa Imagination School). Kini aktif di Ruang Kata.