Puisi: Di Bioskop Bersama Palasik (Karya Nezar Patria)

Puisi "Di Bioskop Bersama Palasik" menggambarkan kegelapan dan introspeksi emosional dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan gambaran ...
Di Bioskop Bersama Palasik

Dalam gelap itu kau masih terpekur
di ubun-ubun para penganggur
di leher para pencuri

Lalu di dada setengah matang para peri

"Apakah ada dara pahit berhati manis?"

Tiba-tiba kau mengingat bulan merah jambu
kadang ia mirip gulali di belanga
dalam mimpi bahagia para pekerja

Betapa sakitnya rindu yang permai
Seperti bibir meraba denyut nadi
di leher seekor punai

Geligi haus darah begitu geram
menanti di antrean pendek
Gigitan sendu yang dalam
dan tak bertakik

Betapa kau ingin kembali menjadi palasik
di kota yang lampunya tak pernah padam
dan orang-orang yang lupa jalan pulang.

2016

Sumber: Di Kedai Teh Ah Mei (2018)

Catatan:
Palasik = makhluk mitos pengisap darah dalam cerita rakyat di pandai barat Sumatera.

Analisis Puisi:

Puisi "Di Bioskop Bersama Palasik" karya Nezar Patria menghadirkan gambaran emosional dan introspektif tentang kehidupan di tengah kegelapan bioskop.

Atmosfer dan Pengalaman Emosional: Puisi ini menggambarkan suasana di dalam bioskop sebagai tempat refleksi dan introspeksi emosional. Gelapnya ruangan dan kehadiran karakter-karakter seperti "para penganggur" dan "para pencuri" menciptakan atmosfer yang tegang dan gelap, yang merefleksikan keadaan jiwa yang terjebak dalam ketidakpastian.

Kontras dan Kontradiksi: Puisi ini menghadirkan kontras antara keinginan untuk kembali ke masa lalu yang lebih bahagia dan realitas kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan kerinduan. Kontradiksi ini tercermin dalam gambaran "setengah matang para peri" yang merujuk pada ketidaksempurnaan dan ketidakpastian dalam kehidupan.

Makna Simbolis: Penggunaan simbol-simbol seperti "bulan merah jambu" yang kadang-kadang mirip gulali di belanga" dan "palasik di kota yang lampunya tak pernah padam" memberikan dimensi simbolis pada puisi ini. Bulan merah jambu mewakili keindahan yang sementara dan mudah pudar, sementara palasik menggambarkan keinginan untuk kembali ke masa lalu yang lebih bahagia.

Rindu dan Kerinduan: Sentimen rindu dan kerinduan menjadi tema sentral dalam puisi ini. Rindu akan masa lalu yang lebih baik, keinginan untuk kembali menjadi seperti dulu, dan kepedihan atas kehilangan terasa kuat dalam setiap bait puisi.

Kesimpulan yang Terbuka: Puisi ini tidak memberikan kesimpulan yang jelas atau penyelesaian untuk konflik internal yang dihadapi oleh karakter dalam puisi. Sebaliknya, ia menawarkan refleksi yang terbuka tentang kerumitan dan kompleksitas kehidupan manusia.

Dengan demikian, puisi "Di Bioskop Bersama Palasik" adalah sebuah puisi yang menggambarkan kegelapan dan introspeksi emosional dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan gambaran-gambaran yang kuat dan simbol-simbol yang kaya untuk menyampaikan makna dan pesan yang mendalam kepada pembaca.

Nezar Patria
Puisi: Di Bioskop Bersama Palasik
Karya: Nezar Patria

Biodata Nezar Patria:
  • Nezar Patria lahir pada tanggal 5 Oktober 1970 di Sigli, Pidie, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.