Puisi: Derita Ibundaku Bumi (Karya Leon Lus)

Puisi "Derita Ibundaku Bumi" bukan hanya sekedar puisi tentang krisis lingkungan, tetapi juga seruan untuk lebih peduli terhadap alam dan mengubah ...
Derita Ibundaku Bumi

Bundaku bernama bumi menjerit kesakitan
Saudariku alam menangis pilu
Merasakan pedihnya krisis ekologi
Mereka sedang menuju keruntuhan
Dan mungkin mendekati titik puncaknya

        Pencemaran masif
        Sedang membalut tubuh mereka
        Separuh tubuh mereka
        Tengah kehilangan sumber daya
        Serta keanekaragaman hayatinya
        Musnah perlahan-lahan,
        Hingga sampai pada tragedi paling mencemaskan:
        Krisis pemanasan global merajalela

Ternyata biang keladi semua ini adalah
Paradigma antroposentrisme manusia
Yang bereuforia dengan dengan gaya hidup:
Materialistis, konsumtif, hedonis plus egoisme
Mengapa manusia begitu serakah mendurhakai ibundanya bernama bumi itu?

2024

Analisis Puisi:

Puisi "Derita Ibundaku Bumi" karya Leon Lus adalah suatu ekspresi yang mendalam tentang krisis lingkungan dan dampak buruk yang ditimbulkannya terhadap Bumi sebagai ibu bagi semua makhluk. Puisi ini mencerminkan kepedihan atas kerusakan lingkungan dan mengajukan pertanyaan yang mendalam tentang perilaku manusia terhadap alam.

Personifikasi Bumi: Dalam puisi ini, Bumi dipersonifikasi sebagai seorang ibu yang menderita dan menangis kesakitan karena perlakuan buruk manusia terhadapnya. Penyair menggunakan metafora ini untuk menyampaikan betapa alam merasakan dampak negatif dari tindakan manusia.

Kesedihan Alam: Saudariku alam digambarkan menangis pilu, merasakan pedihnya krisis ekologi yang mengancam keberlangsungan hidupnya. Ini menggambarkan kesedihan dan penderitaan alam yang diakibatkan oleh tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Krisis Lingkungan: Puisi menyoroti beberapa aspek krisis lingkungan, termasuk pencemaran massif, kehilangan sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati yang terancam punah. Di tengah-tengah itu semua, krisis pemanasan global diangkat sebagai titik puncak dari kerusakan lingkungan.

Penyebab Krisis: Penyair menyalahkan paradigma antroposentrisme manusia sebagai biang keladi dari krisis lingkungan. Paradigma ini memandang manusia sebagai pusat segala-galanya dan mengabaikan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Sikap manusia yang konsumtif, hedonis, dan egois menjadi pemicu utama kerusakan lingkungan.

Pertanyaan Moral: Puisi mengajukan pertanyaan moral tentang tanggung jawab manusia terhadap alam dan keharusan untuk mengubah paradigma serta perilaku yang merusak lingkungan. Penyair mengekspresikan keheranan terhadap perilaku manusia yang serakah dan mendurhakai ibu mereka, yaitu Bumi.

Secara keseluruhan, puisi "Derita Ibundaku Bumi" bukan hanya sekedar puisi tentang krisis lingkungan, tetapi juga seruan untuk lebih peduli terhadap alam dan mengubah perilaku yang merusak agar kita dapat menjaga keberlangsungan hidup Bumi sebagai rumah bagi kita semua.

Puisi
Puisi: Derita Ibundaku Bumi
Karya: Leon Lus
© Sepenuhnya. All rights reserved.