Nyadran Suran: Tradisi di Kabupaten Wonosobo yang Memiliki Banyak Nilai Kehidupan

Tradisi Nyadran Suran merupakan salah satu tradisi yang bertujuan untuk menolak bala; permohonan agar dihindari dari semua musibah.

“.... Sejak saat itu Desa Giyanti melakukan syukuran karena bebas dari hama monyet dan mendapatkan kesejahteraan yang dilaksanakan pada bulan Suran....” Salah satu petikan wawancara dengan salah satu sesepuh Desa Giyanti, yaitu Bapak Sunarto.

Salah satu perayaan menyambut ramadhan yaitu Nyadran. Perayaan ini mengingkatkan saya pada salah satu tradisi yang ada di Kabupaten Wonosobo, tepatnya di Desa Giyanti. Tradisi unik tersebut yaitu Nyadran Suran. Sempat mengikuti suatu lomba yang mengharuskan saya melakukan penelitian dan mengikuti serangakian acara Nyadran Suran di Desa Giyanti, Kabupaten Wonosobo ternyata membuat saya tahu bahwa tradisi ini memiliki banyak nilai kehidupan yang tidak akan mudah saya lupakan.

Tradisi Nyadran Suran merupakan salah satu tradisi yang masih dipelihara kelangsungannya di Desa Giyanti Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo. Nyadran Suran berasal dari kata “Nyadran” yang berarti berziarah dan “Suran” yang berarti bulan Sura atau Muharram, jadi Tradisi Nyadran Suran ini adalah tradisi ritual tahunan setiap Bulan Suro (Muharram), dalam rangka memperingati hari jadi Desa Giyanti.

Inti dari kegiatan ini adalah melakukan “Nyadran” atau berziarah ke makam tokoh leluhur masyarakat Desa Giyanti, serta upacara ritual dan pembacaan doa di pesanggrahan. Sedangkan kegiatan penunjangnya adalah “tenongan” yakni menyajikan makanan, buah buahan, dan aneka jajanan pasar dalam sebuah tenong kepada warga. Tenong adalah sebuah wadah dari anyaman bambu yang berbentuk lingkaran yang terdiri dari alas dan tutup. Kegiatan ini juga disemarakkan dengan berbagai pentas kesenian tradisional setempat.

Tradisi Nyadran Suran merupakan salah satu tradisi yang bertujuan untuk menolak bala, yang dimaksud dengan menolak bala adalah permohonan agar dihindari dari semua musibah. Selain bertujuan untuk menolak bala tradisi ini juga bertujuan sebagai perwujudan rasa syukur kesejahteraan di Desa Giyanti Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonososbo.

Nyadran Suran

Tradisi Nyadran Suran juga menyelenggarakan pesta rakyat yaitu acara tenongan, acara ini bermaksud untuk bersedekah. Selain itu, Nyadran Suran juga untuk sarana pertunjukan kesenian dan sebagai sarana interaksi antara masyarakat Desa Giyanti dengan masyarakat luar Desa Giyanti.

Tradisi Nyadran Suran merupakan tradisi yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Jadi, di zaman yang sudah modern seperti saat ini Tradisi Nyadran Suran masih dipertahakankan dan dipublikasikan untuk masyarakat luar. Karena masyarakat Desa Giyanti memiliki anggapan bahwa Nyadran Suran merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan karena banyak mengandung nilai nilai kehidupan yang khas dengan Desa Giyanti.

Nilai kehidupan yang bisa saya dapatkan ketika saya mengikuti beberapa rangakian Tradisi Nyadran Suran ini adalah sebagai berikut:

Nilai Budaya yang Terkandung dalam Tradisi Nyadran Suran

Pelaksanaan tradisi ini tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur tetapi juga disemarakkan dengan berbagai pentas kesenian tradisional setempat. Pentas kesenian tradisional yang ditampilkan pada rangkaian kegiatan Nyadran Suran yang kala itu saya ikuti adalah Tari Lengger, Tari Tayub, dan pagelaran wayang kulit yang bertema ramayana. Hal tersebut merupakan alasan mengapa pada tradisi ini mengandung nilai budaya.

Nilai Sosial yang Terkandung dalam Tradisi Nydran Suran

Tradisi Nyadran Suran juga mengandung nilai Sosial seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat pada lingkungan tersebut. Hal ini dibuktiktan dari persiapan persiapan menyambut Nyadran Suran yang dimana para masyarakat Desa Giyanti bekerja sama dan gotong royong demi menyukseskan acara Nydaran Suran tersebut sampai selesai.

Selain itu, Nyadran Suran juga sebagai sarana interaksi antara masyarakat Desa Giyanti dengan masyarakat luar Desa Giyanti.

Nilai Religius yang Terkandung dalam Tradisi Nyadran Suran

Tradisi Nyadran Suran merupakan suatu tradisi ungkapan rasa syukur atas kelimpahan rezeki baik dari hasil panen serta desa yang dianugerahi kemakmuran, kerukunan, dan kesejahteraan masyarakatnya yang terjaga serta untuk mengingat jasa jasa para leluhur yang telah mendirikan desa Giyanti.

Tenongan yang disajikan juga bukan semata mata untuk pelengkap saja namun untuk simbol ungkapan rasa puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah dianugerahi desa yang rukun, makmur, dan sejahtera.

Selain itu, tradisi ini juga digunakan sebagai sarana untuk berdoa dan meminta permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dihindari dari semua musibah. 

Seiring berjalannya waktu dan perubahan kepercayaan, Tradisi Nyadran Suran mengalami perubahan prosesi dan tujuan. Jadi, di zaman yang sudah modern seperti saat ini Tradisi Nydaran Suran masih dipertahakankan dan dipublikasikan untuk masyarakat luar. Karena masyarakat Desa Giyanti memiliki anggapan bahwa Nydaran Suran merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan karena banyak mengandung nilai nilai kehidupan yang khas dengan Desa Giyanti, seperti nilai sosial dan budaya serta nilai keagamaannya. 

Dengan adanya beberapa nilai penting yang terkandung dalam Tradisi Nyadran Suran ini, saran untuk kedepannya agar jangan melupakan tradisi yang telah dilestarikan oleh para leluhur desa, hal yang harus dilakukan yaitu tetap melestarikannya agar tidak punah dan kedepannya anak cucu kita dapat merasakan tradisi tersebut.

Saran untuk pemerintah agar bisa lebih memperhatikan tradisi dan budaya yang hampir punah, mendukung upaya pelestarian tradisi dan budaya di lingkungannya dengan cara antara lain pendanaan, dan lebih mempromosikan kembali tradisi tradisi yang ada untuk menarik minat wisatawan luar daerah sehingga mampu memberikan nilai lebih bagi desa, serta mampu mendongkrak ekonomi desa.

Biodata Penulis:

Khoirulmuna Maulidya (Uli) lahir pada tanggal 5 Mei 2005 di Wonosobo. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, program studi Agribisnis, di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.