Tertanam dalam keseharian warga Desa Newung, budaya Islam Kejawen tetap bertahan dengan ciri khasnya sendiri. Meskipun mayoritas penduduk desa menganut agama Islam, mereka tetap menjunjung tinggi dan menghargai adat dan keyakinan Kejawen setempat. Pada kesempatan kali ini kami akan coba mengupas tentang betapa dinamisnya eksistensi budaya Islam Kejawen di tengah masyarakat Desa Newung, Kabupaten Sragen.
Penggabungan budaya Jawa dan Islam memunculkan budaya Islam Kejawen, sebuah praktik keagamaan. Selain mengakui kehadiran Tuhan Gusti Allah, Kejawen juga menjunjung tinggi berbagai adat budaya Jawa seperti nyadran, mitoni, mapati, dan selamatetan. Penduduk Desa Newung sangat yakin bahwa tradisi ini merupakan bagian integral dari perjalanan spiritual mereka. Akibatnya, Islam Kejawen memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan penduduk desa.
Hadirnya budaya Islam Kejawen yang langgeng di Desa Newung merupakan bukti pelestarian tradisi Jawa yang mewujudkan kearifan lokal dan spiritualitas yang mendalam. Praktik-praktik berikut ini merupakan contoh adat istiadat Jawa yang terus berkembang di Desa Newung.
Nyadran adalah upacara tradisional Jawa yang memiliki makna budaya yang besar. Nyadran, sebuah ritual adat yang dilakukan untuk menyucikan desa dari pengaruh negatif dan mencari perlindungan Tuhan, merupakan peristiwa penting di Desa Newung.
Penduduk desa berkumpul saat Nyadran tidak hanya untuk membersihkan lingkungan desa tetapi juga mengungkapkan rasa syukur atas berkah melimpah yang diberikan kepada mereka. Secara tradisional, Nyadran dilakukan di pemakaman desa, di mana penduduk setempat berkumpul, membawa ambengan - nampan atau wadah besar berisi makanan, dan memanjatkan doa di tempat suci ini.
Tradisi Mapati berlangsung pada bulan keempat kehamilan dan biasanya melibatkan upacara doa sederhana untuk memohon berkah bagi calon bayi dan ibu hamil. Masa penting ini bertepatan dengan momen Allah meniupkan kehidupan ke dalam janin sehingga mendorong masyarakat untuk berkumpul dan menyelenggarakan slametan Mapati demi menjamin kesejahteraan dan keamanan bayi yang sedang berkembang.
Masyarakat Desa Newung mengikuti ritual adat yang disebut Selametan, yang merupakan peringatan terhadap peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran, perkawinan, atau kematian. Di sela-sela pertemuan seremonial ini, warga desa rajin menyiapkan makanan tradisional dan menyampaikan undangan kepada tetangga dan kerabatnya, berkumpul dalam perayaan dan doa bersama untuk perlindungan dan kesejahteraan.
Selain praktik-praktik Kejawen yang masih dilestaikan di Desa Newung, mereka juga mengajarakan dan memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka tentang tradisi, bahasa, dan nilai-nilai budaya Jawa. Mereka meyakini bahwa memahami dan melestarikan budaya nenek moyang adalah kunci untuk mempertahankan identitas mereka di tengah arus globalisasi.
Meskipun begitu kuatnya pengaruh budaya Islam Kejawen di Desa Newung, mereka juga tidak luput dari pengaruh modernisasi dan globalisasi. Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara melestarikan tradisi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Meskipun mayoritas penduduk Desa Newung memeluk agama Islam, namun mereka juga sangat memegang teguh tradisi-tradisi Kejawen. Mereka percaya pada kekuatan spiritual leluhur dan melakukan berbagai ritual untuk memohon perlindungan dan keberkahan. Hal ini mencerminkan harmoni antara Islam dan Kejawen yang telah terjalin selama berabad-abad di daerah ini.
Dapat disimpulkan bahwa budaya Islam Kejawen di Desa Newung merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Meskipun terletak di era modern yang dipengaruhi oleh globalisasi, masyarakat Desa Newung tetap teguh mempertahankan nilai-nilai dan tradisi luhur nenek moyang mereka. Dengan menjaga dan melestarikan budaya Islam Kejawen, Desa Newung tidak hanya mempertahankan identitas budayanya, tetapi juga memberikan contoh bagi masyarakat lain tentang pentingnya melestarikan warisan budaya dan nilai-nilai tradisional.
Biodata Penulis:
Dinda Annisa Nur Hidayati lahir pada tanggal 6 Agustus 2005 di Sragen.