Puisi: Warisan Akhirmu, Sukarno (Karya Radhar Panca Dahana)

Puisi "Warisan Akhirmu, Sukarno" mencerminkan kegelisahan dan kekhawatiran terhadap masa depan Indonesia. Dengan gaya bahasa yang lugas namun penuh ..
Warisan Akhirmu, Sukarno

soetardjo boleh bicara
kalimatku berkabut dusta
prinsipku mentah di data
soetardjo telah bicara

tapi dengar aku, saudarasaudara!
bukan cuma tujuh kaki samudra
bukan hanya tuhan 25 bangsa
bukan semata seribu mantra purba
tapi juga berjuta dusta manusia
ratusan abad kekejian mereka dan kita
baphomet tua di balik tirai jendela
juga brutus yang berpeluru kata
bergumul di dadaku
berkedip di neuron otakku
bersayap di bibirku

aku, hai saudaraku sebangsa
memberimu lima, tak cuma
mencipta masa, tak hanya
tapi mengapa kalian bengong terlena
sekujur diri pasi tak berdaya?

silakan,
yamin bicara
kalimatku sementah buah palapa
soepomo bicara
mengurai negeri berpuluh bangsa.
tapi ingat padaku, saudara
sebelum pesan menguap di licin kepala
makna berludah ditimbun fitnah
dan syahwat menggadaikan kuasa:

ini negeri,
bakal runtuh dan belah
bila yang lima kau pecah
bila silasilanya berbuah serapah!

dan lihat jiwa di balik jubah barumu
matanya hijau penuh silau
bibirnya tipis cakap mengiris
di mana tanah sepeluk jiwamu
air yang menggarus zamanmu
tinggal remah remeh
di pinggan sarapanmu
bibirbibir menjadi salju
bayibayi mengejang kaku.

maka, sebelum ini darah
habis dan mengering sudah
peluk hatimu, padatkan pikirmu
lekat jadi satu, jadi tentu
selempang aku di dadamu.

rangkum yang lima jadi senjata
hardik mereka tepat di muka
tentang mereka mata ke mata
jadilah makna
jadilah tegak semua kepala
biar seiris nyawamu sisa
biar giris jiwa tersiksa
kita bersama
senantiasa.

Sumber: Manusia Istana (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Warisan Akhirmu, Sukarno" karya Radhar Panca Dahana menghadirkan sebuah kritik tajam terhadap kondisi politik dan sosial di Indonesia, sambil merenungkan warisan dan pesan dari tokoh-tokoh sejarah, terutama Sukarno, sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia.

Kritik Terhadap Kepemimpinan: Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan dan arah yang diambil oleh para pemimpin Indonesia setelah masa kemerdekaan. Bahasa yang tajam dan metafora yang kuat menggambarkan kekecewaan terhadap perubahan politik dan sosial yang tidak sesuai dengan harapan.

Kritik Terhadap Kebangsaan: Dalam puisi ini, Radhar Panca Dahana menyoroti ketidakseimbangan dan ketidaksetiaan terhadap semangat kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa. Ia menekankan pentingnya mempertahankan nilai-nilai nasionalisme dan kesatuan dalam menghadapi tantangan zaman.

Penghormatan kepada Sukarno: Meskipun ada kritik terhadap arah politik yang diambil pasca-Sukarno, puisi ini juga mengandung penghormatan terhadap perjuangan dan warisan pemikiran Sukarno. Sukarno dipandang sebagai simbol kebangkitan nasionalisme dan semangat perjuangan untuk keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Ajakan untuk Kesadaran dan Aksi: Puisi ini tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi juga mengajak pembaca untuk sadar akan kondisi bangsa dan bergerak menuju perubahan yang lebih baik. Radhar Panca Dahana mendorong kesadaran kolektif dan tindakan nyata dalam mempertahankan integritas dan keutuhan bangsa.

Puisi "Warisan Akhirmu, Sukarno" mencerminkan kegelisahan dan kekhawatiran terhadap masa depan Indonesia. Dengan gaya bahasa yang lugas namun penuh makna, Radhar Panca Dahana berhasil menghadirkan sebuah karya sastra yang membangkitkan kesadaran dan refleksi tentang nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan dalam mempertahankan keutuhan bangsa.

Radhar Panca Dahana
Puisi: Warisan Akhirmu, Sukarno
Karya: Radhar Panca Dahana

Biodata Radhar Panca Dahana:
  • Radhar Panca Dahana lahir pada tanggal 26 Maret 1965 di Jakarta.
  • Radhar Panca Dahana meninggal dunia pada tanggal 22 April 2021 di Jakarta.
  • Selain puisi, Radhar Panca Dahana juga menulis esai, cerpen, novelet, dan naskah drama.
© Sepenuhnya. All rights reserved.