Untuk Penyair Asos
ketika makna mereka direbut data,
dan pemahaman ditepis retorika
apa tertinggal dalam kata dan bahasa?
apa tercipta dari majas dan irama?
laut tiada ombak, pantai tak lagi andai
rumah di tepi hati, getir dan sepi
di situ para penyair sibuk dalam bir
mereka waktu menjadi tentu
merindu tuju tapi melulu lalu
bergumam pendek asos,
penyair tidur itu
"kebenaran itu melulu non-sens
di kebebasan aku ber-non-sens
dan pemahaman pun isinya non-sens
tapi puisi, tiada kan mati
untuk gadis, mimpi, dan tak peduli."
lalu angin berkibar
bidadari menari
katakata terbit berlari gontai
ke taman kota ke pinggul aduhai
atau kelepak daun tak berhelai.
asos berseri, bibirnya tipis
kertaskertas ditulis, suaranya liris
dunia tak ada, manusia pun abai
asos tertidur, tak bisa lerai
lihat penyair kita,
di sakunya foto emak
rabun, lecek, ditimbun lemak
16 tahun ditinggal bapak
nasibnya kecut ciut tersudut
pasang hidupnya tak kenal surut.
lihat hidungmu asos,
tali di jempol kakimu
menarik tuas bom berwaktu
melumat jiwa beribu
hingga darah membeku
di jilidjilid bukumu
menipu harap dan
pujapuja pembacamu.
sore hampir habis,
tapi malam untukmu, senantiasa setia
dan penyairku, asos
menyulap bencana menjadi alpa
melupa manusia di semua kata
merangkai adab di parfum bunga
arak jadi tinta, wanita jadi pena
mengapa kau biarkan, asos
hidup bicara padamu
sepatu lars menendang syahwatmu
dan waktu membuatmu lalu
menyumpah namamu menjadi tugu?
hei asos, penyairku
simpan kini penamu
pendam semua kertas dan buku
lalu tebar mata dan khayalmu
ke rumah bahasa yang kini hancur
ke gedung nasib yang tergusur
dan mimpi indah tertinggal kubur.
damailah kamu di bukit itu,
di rindang bougenville dan jakatarubmu
biar kubangun untukmu perigi
ke mana cemas dan dirimu pergi
hingga senyummu tak lagi bergigi.
dan patahkan sudah penamu
sobek lembaran kertas itu
lalu lautkan semua kata
hingga ia berkelana, menghamba
dan bicara untuk tuan barunya.
tidurlah asos, penyairku
tidurlah ....
Sumber: Manusia Istana (2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Untuk Penyair Asos" karya Radhar Panca Dahana merupakan sebuah refleksi mendalam tentang kondisi penyair dan kehidupan mereka dalam masyarakat modern yang terus berubah.
Kritik Terhadap Kehidupan Modern: Puisi ini mengkritik kondisi kehidupan modern di mana makna dan pemahaman seringkali terpinggirkan oleh arus data dan retorika yang mengaburkan esensi kehidupan. Penyair menemukan diri mereka terperangkap dalam kekosongan makna dan keterasingan.
Perjuangan Penyair: Penyair digambarkan sebagai individu yang merindukan makna dan kebebasan dalam mengekspresikan diri. Meskipun terjebak dalam kehidupan yang rutin dan terikat oleh tanggung jawab, mereka tetap mencari kebenaran dan keindahan dalam puisi mereka.
Kritik terhadap Dunia Sastra: Puisi ini juga mengkritik dunia sastra modern di mana penulis dan penyair terjebak dalam siklus kehidupan yang monoton. Mereka menghasilkan karya yang mungkin kehilangan makna dan daya ungkapnya karena tekanan dan harapan dari pembaca dan industri sastra.
Kehancuran Bahasa: Puisi ini menyentuh masalah kehancuran bahasa dan makna di tengah kemajuan teknologi dan modernisasi. Bahasa dianggap tercemar oleh kepentingan pribadi dan komersial, sehingga keaslian dan kekuatannya melemah.
Harapan dan Damai: Meskipun penuh dengan kritik dan kegelisahan, puisi ini juga mengandung harapan akan pemulihan dan kedamaian. Penyair diundang untuk menemukan kedamaian di dalam diri mereka sendiri dan kembali kepada esensi kehidupan dan bahasa yang murni.
Puisi "Untuk Penyair Asos" karya Radhar Panca Dahana adalah sebuah refleksi yang dalam tentang kondisi penyair dalam masyarakat modern yang serba cepat dan terkadang kehilangan makna. Melalui kata-kata yang kuat dan gambaran yang menggugah, penyair mengeksplorasi perjuangan, kebingungan, dan harapan penyair dalam menciptakan dan memahami dunia di sekitar mereka.
Karya: Radhar Panca Dahana
Biodata Radhar Panca Dahana:
- Radhar Panca Dahana lahir pada tanggal 26 Maret 1965 di Jakarta.
- Radhar Panca Dahana meninggal dunia pada tanggal 22 April 2021 di Jakarta.
- Selain puisi, Radhar Panca Dahana juga menulis esai, cerpen, novelet, dan naskah drama.