Politik Itu Hutan, Anakku
cahaya,
bila pagi benar kau mendatanginya,
ingatlah: setapak yang kau temukan
tak senantiasa penunjuk jalan
mungkin ia menuju gua ancaman.
atau pastikan: perdu yang menutupi,
onak dan batu tajam di langkahmu,
jurangjurang gelap di sial nasibmu.
tapi kau harus tetap berjalan
khalayak di belakang menututimu
di atas langit mengatapimu
bintangbintang mengawasimu
selembar peta menunjuk arahmu.
dan bersyukurlah,
peringatan ini kuberikan padamu
bukan melulu ular dan babi hutan
menyerang di gerak pertamamu
tapi akar bergayut, pohon tua,
buah jelita, hingga kadal jenaka
tangkas meracunmu, di detik kau
mengira mereka menyukaimu.
cahaya,
bukan pelajaran kuberikan
tapi darah kuwariskan
anyir yang tetap basah di hutan ini
di penjelajahan dan pengabdian
yang kini tinggal perang dan tualang
tinggal menang atau pecundang
di mana semua lawan dilenyap kawan.
bertaut jijik, segala kita rayu
semua kita akrabi
untuk akhirnya kita khianati
atau buktikan bila tidak
darah segar di perut dan kepalaku
jadi kekalahan bodoh yang tak perlu.
ya, hutan ini, anakku
rimbun, cantik, segar, menjanjikan
bila kau menikmatinya
hasut, fitnah, ingkar, dan dusta
bila kau merasa memilikinya.
maka bila siang ini,
kau berdiri di bukit pinus itu
buanglah pucuk cemara bergoyang itu
ambillah akar penuntunmu
nikmati kuasa tanpa nafsu
kecuali gemetar di tubuhmu
kecuali gentar di akalmu
dan gagah dalam jiwamu.
adab hutan ini, cahaya
adalah jarak tanpa senti
hatimu dengannya
semua daya hidup
bagi khalayakmu
adalah masjidmu
adalah usiamu
tapi bukan rumahmu
bukan rumahmu!
berumahlah di padang
di mana semua bermula berasal
di mana kau jumpa segala soal
di mana kau buang sesal dan kesal
di mana keluarga selalu berihwal
tumpahkan perjuanganmu
hasil manusiamu
dan riwayat kuburmu
padanya, padang yang lapang.
dan uh ...
bila malammu tiba
tetirahlah di gua
temukan lenyap dan senyap
cahaya dalam dirimu
cahaya yang menggelapmu, cahaya
dari padang, manusia dan hutan ini
kecuali satu: Ia
tempatmu bertumpu dan menuju
dari padang rumahmu
ke hutan gelap itu.
Sumber: Manusia Istana (2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Politik Itu Hutan, Anakku" karya Radhar Panca Dahana merupakan sebuah karya sastra yang menggambarkan politik dan kehidupan sebagai hutan, dengan segala kompleksitas, bahayanya, dan keindahannya. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna yang tersembunyi di balik metafora hutan dan cahaya.
Metafora Hutan sebagai Politik: Penyair menggunakan metafora hutan untuk merepresentasikan dunia politik. Hutan menggambarkan kompleksitas politik yang penuh dengan intrik, bahaya, dan kecantikan. Setiap elemen dalam hutan, seperti pohon tua, akar bergayut, dan buah jelita, merepresentasikan berbagai kekuatan dan ancaman dalam politik.
Cahaya sebagai Penuntun: Cahaya dalam puisi melambangkan penuntun atau arahan dalam politik. Penyair menyoroti bahwa meskipun politik seringkali gelap dan penuh ketidakpastian, ada cahaya atau arah yang dapat membimbing langkah-langkah seseorang. Namun, cahaya juga dapat menipu dan menyesatkan jika tidak dipahami dengan baik.
Peringatan dan Nasihat: Puisi ini juga berfungsi sebagai peringatan dan nasihat kepada generasi mendatang, yang diwakili oleh "anakku" dalam puisi. Penyair menyampaikan bahwa politik, seperti hutan, memiliki beragam bahaya dan godaan. Namun, dengan memahami adab dan menjaga hati serta keberanian, seseorang dapat menavigasi politik dengan bijaksana.
Konflik dan Pengkhianatan: Puisi ini menggambarkan konflik dan pengkhianatan yang terjadi dalam politik. Penyair menegaskan bahwa dalam politik, segala hal bisa terjadi, termasuk pengkhianatan di antara kawan-kawan yang dekat. Namun, dalam konflik tersebut, penting untuk mempertahankan integritas dan keberanian.
Penutup yang Mendalam: Dengan penutup yang mendalam, penyair menekankan pentingnya menjaga akar dan asal-usul, serta menemukan ketenangan dalam diri sendiri di tengah kegelapan politik. Pesan ini mengajak pembaca untuk tetap teguh dalam prinsip dan nilai-nilai, bahkan di tengah kerasnya politik.
Puisi "Politik Itu Hutan, Anakku" tidak hanya menggambarkan politik sebagai sebuah realitas yang kompleks dan penuh dengan bahaya, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan dan nilai-nilai yang penting dalam menghadapi tantangan politik. Dengan metafora yang kuat dan bahasa yang mendalam, puisi ini membangkitkan refleksi mendalam tentang dunia politik dan kehidupan manusia.
Karya: Radhar Panca Dahana
Biodata Radhar Panca Dahana:
- Radhar Panca Dahana lahir pada tanggal 26 Maret 1965 di Jakarta.
- Radhar Panca Dahana meninggal dunia pada tanggal 22 April 2021 di Jakarta.
- Selain puisi, Radhar Panca Dahana juga menulis esai, cerpen, novelet, dan naskah drama.