Kota yang Terkunci dari Dalam
Pintu-pintu dari baja
engsel-engsel besar
dan kunci dengan gembok berkarat
dinding-dinding berwarna cokelat
lumut-lumut yang menjalar
dipisahkan oleh gang-gang
sunyi seketika menyergap
suara Anda lama bersipongang
seakan sedang berada dalam gua—atau gulag?
ketika melihat keluar, betapa hidup terasa terpisah dari
keriuhan
bioskop yang ramai, bank-bank berdiri megah
di depan melintang jalan raya yang padat-sesak
kaki lima yang berbiak bagai kurap di kerampang!
kita bagaikan pulau terpencil, kata Anda,
di tengah lautan yang terputus hubungan
hotel-hotel baru, pusat-pusat pertokoan
perumahan orang kaya dan kelas menengah
merebak,
bagai pes
atau cacar
dari abad yang lalu
kita diam bisu
di bawah atap
dilingkup dinding
dingin lindap
alang-alang besi
ruyung-ruyung beton
yang somplak!
Sumber: Penyair Revolusioner (2017)
Analisis Puisi:
Puisi "Kota yang Terkunci dari Dalam" karya Deddy Arsya adalah sebuah perenungan yang mendalam tentang keadaan kota modern yang terasa terisolasi dan terkunci, baik secara fisik maupun emosional.
Metafora Kota yang Terkunci: Dalam puisi ini, kota digambarkan seperti sebuah penjara atau bahkan gulag yang terkunci dari dalam. Gambaran pintu-pintu baja yang terkunci dengan gembok berkarat, dinding-dinding yang dipisahkan oleh gang-gang, dan lumut-lumut yang menjalar, semua itu menciptakan citra kota yang terasa terisolasi dan terkunci, menyimpan misteri dan kesunyian yang menakutkan.
Ketidakberdayaan dan Keberadaan Terpisah: Penyair mengekspresikan rasa ketidakberdayaan dan keberadaan terpisah di tengah keramaian kota. Meskipun berada di tengah-tengah kota yang ramai, orang-orang merasa terasing dan terpisah dari keramaian itu, seperti berada dalam gua yang sunyi.
Kegelapan dan Kesendirian: Suasana kota yang digambarkan dalam puisi ini dipenuhi dengan kesan kegelapan dan kesendirian. Meskipun kota dipenuhi dengan gedung-gedung megah, bioskop, bank, dan perumahan mewah, namun kesan kehampaan dan kekosongan emosional masih menyelimuti kota tersebut.
Kritik terhadap Modernitas: Deddy Arsya secara implisit mengkritik modernitas dalam gambaran kota yang dipenuhi dengan bangunan baru, pusat perbelanjaan, dan perumahan mewah. Namun, di balik kemegahan tersebut, terdapat ketidakmampuan untuk merasakan kehangatan dan kehidupan yang sebenarnya.
Kesunyian dan Kekurangan Komunikasi: Puisi ini juga mencerminkan kesunyian dan kekurangan komunikasi antarindividu dalam konteks kota modern. Orang-orang hidup seperti terpisah, di bawah atap yang dingin dan dinding yang somplak, tanpa mampu menjalin hubungan yang intim dan berarti.
Dengan demikian, puisi "Kota yang Terkunci dari Dalam" adalah sebuah puisi yang menggambarkan kondisi kota modern dengan citra-citra yang kuat dan menyentuh, serta menyoroti ketidakmampuan manusia untuk merasakan kehangatan dan hubungan emosional yang sejati di tengah keramaian dan kesibukan kota.
Karya: Deddy Arsya
Biodata Deddy Arsya:
- Deddy Arsya lahir pada tanggal 15 Desember 1987 di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Indonesia.