Puisi: Juita (Karya Walujati)

Puisi "Juita" memadukan simbolisme, romantisme, dan kritik sosial, Walujati menciptakan karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan ...
Juita


Kepercayaanku padamu, Juita, sebagai pinggan
perak, indah berukirkan bunga terserak ...
Hatiku yang jatuh, tiada berkuasa, karena dirimu,
Juita, sebagai mawar putih sekuntum mewangi harum,
terletak di pinggan perak ...
Dan kasih mesraku padamu, Juita, sebagai selubung
tipis, merah menyala, penutup mawarku, Permata ...!

Tertawa engkau dan bungaku pelahan kauangkat
ke atas bahu ...
Jari halus gemulai, berkuku panjang permai, permainkan
selubung sutera dewangga ...
Ah! Alangkah indah jarimu terbayang di bawah merah ...!
Dan pinggan perakku diam terletak di ribaanmu.
Tetapi ...
Kiranya banyak pula yang datang menghampirimu, Permata ...
Terserak puspa aneka warna di sekelilingmu, menanti-
nanti belaianmu, Juita!
Dan tiada kautunduk kepala, seraya menekan bungaku
ke atas dada,
Tiada kau pergi, menghampiriku ini, lari menjauhi
bunga banyak, indah terserak ...

Ah ... sayang, kuntumku kaubuang dan cepat menari
jarimu mencari puspa menyala merah di timbunan wangi
mengelilingi badanmu indah ...
Jatuh pingganku halus berukir;
Tiada kau insyaf, tiada kaupikir ...
Selubungku merah ta' lagi dibelai cintamu merekah ... ,
Kiranya 'lah rusak dia, dicabik-cabik jarimu halus,
bergerak cantik ...
Aduhai Syiwa, Dewa Pengrusak bumi tegak.
Kau pun kiranya bertakhta jaya di kuku jari gemulai
menari ...

Sumber: Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979)

Analisis Puisi:
Puisi "Juita" karya Walujati memadukan elemen-elemen romantisme dan keindahan dalam menyampaikan ekspresi perasaan cinta.

Simbolisme dan Metafora yang Kuat: Puisi ini dipenuhi dengan simbolisme dan metafora yang kuat. Juita, pinggan perak, mawar putih, dan selubung merah mewakili objek-objek romantis yang memberikan kedalaman makna terhadap perasaan cinta. Permata, pinggan perak, dan mawar merah menjadi simbol keindahan, kesucian, dan keabadian.

Penggunaan Bahasa yang Romantis: Walujati memadukan bahasa yang romantis dan indah untuk menyampaikan perasaan cinta. Ia menggunakan deskripsi yang mendalam dan puitis, seperti "merah menyala, penutup mawarku, Permata" atau "bagaikan selubung sutera dewangga," untuk menciptakan gambaran yang memikat dan memperkuat kesan romantisme.

Gelombang Perasaan dalam Narasi: Puisi ini menggambarkan gelombang perasaan yang dialami sang penyair. Dari keindahan dan keharuman yang ditemukan dalam Juita dan pinggan perak, hingga kekecewaan dan kehancuran saat melihat "rusak" dan "dicabik-cabik jarimu halus." Ini menciptakan dinamika emosional dalam narasi.

Personifikasi dan Alegori: Dengan menggambarkan Juita sebagai sosok yang tertawa dan mawar putih sebagai permata, puisi ini memanfaatkan personifikasi untuk memberikan karakter dan sifat manusiawi pada objek-objek non-manusiawi. Hal ini memberikan dimensi alegorikal pada kisah cinta yang disampaikan.

Kritik terhadap Dewa Pengrusak: Puisi ini mengakhiri dengan kritik terhadap Dewa Pengrusak, yaitu Syiwa, yang dianggap bertanggung jawab atas kehancuran cinta. Penggunaan Dewa sebagai simbol ketidakpastian dan ketidakadilan dalam cinta memberikan kedalaman filosofis pada puisi ini.

Puisi "Juita" adalah puisi yang memikat dengan penggunaan bahasa yang puitis dan metafora yang kaya. Dengan memadukan simbolisme, romantisme, dan kritik sosial, Walujati menciptakan karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan emosional dalam cinta dan kerentanan manusia terhadap keindahan dan kehancuran.

Walujati
Puisi: Juita
Karya: Walujati

Biodata Walujati:
  • Walujati lahir pada tanggal 5 Desember 1924 di Sukabumi.
  • Nama sebelum menikah Louise Walujati Hatmoharsoio.
  • Nama setelah menikah Walujati Supangat.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Berpisah Bersama-sama bunga digubah Menjadi rangkaian halus pewangi dan pulang kita bersuka hati di kala Surya terbenam merah Di jalan simpang kita berpisah, Gubahan bun…
  • Tanaman Hidupku Ba' tanaman kering mendambakan air Sekonyong tertimpa hujan lebat dan segar kembali berdiri tegak. Bertunas, berputik, berpuspa memekar, Yang j…
  • Telaga Remaja Kuning bercahya keemasan Telaga remajaku tampak terbentang: Jernih tenang, seraya memandang Gadis rupawan pelahan datang ... Riang senang memandikan diri B…
  • Senjakala Diam menghitam pohon waru Lebar besar, rimbun tercantum Ta' lagi angin kedengaran lalu Sepi hening 'alam memandang Kemerahan surya terbenam Ta' lag…
  • Nanti, Nantikanlah! Rumput kering kemuning terhampar luas. Gemetar tampak hawa panas atas padang sunyi. Ah, Rumput, akarmu jangan turut mengering; jangan mati kaku di tana…
  • Negara Bangun (1) Bagai kesuma putih, tersebar wangi atas lautan daun hijau, Jauh tercium harumnya, dibawa pergi angin yang lalu, terserak terletak di tengah-tengah samudra b…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.