Ketakutan Itu Candu: Mengapa Rasa Takut Itu Menyenangkan?

Rasa takut adalah pengalaman emosi yang kuat, dan apapun yang memicu reaksi kuat akan disimpan dalam ingatan kita dengan sangat baik. Kita tak mau ...

Saat ini banyak orang mengantre untuk menakuti diri sendiri, baik dengan menonton film horor ataupun menaiki wahana menantang. Terbukti bahwa film-film horor di bioskop banyak ditonton orang, saat liburan banyak orang mengunjungi tempat wahana.

"Apa yang menyenangkan dari perasaan takut?"

Pertama-tama, rasa takut sebenarnya bisa terasa cukup menyenangkan. Saat sebuah ancaman memicu respons 'lawan atau lari', tubuh kita bersiap menghadapi bahaya dengan mengeluarkan zat kimia yang mengubah cara kerja otak dan tubuh.

Respons otomatis ini menyalakan sistem yang bisa membantu bertahan hidup. Ini dilakukan dengan memastikan kita memiliki cukup energi dan terlindungi dari rasa nyeri, sekaligus mematikan sistem yang tak perlu. Merasa bersemangat dan bebas dari nyeri, tak terjebak dalam pikiran mencemaskan yang biasanya mengisi otak kita, sungguh terdengar menyenangkan.

Memang bisa jadi menyenangkan karena respons ini, meski tidak benar-benar sama, mirip dengan yang kita alami dalam keadaan yang positif, seperti saat kegirangan bahagia.

Mengapa Rasa Takut Itu Menyenangkan

Perbedaannya ada di konteksnya. Saat dalam bahaya sungguhan, kita fokus bertahan hidup, bukan bersenang-senang. Tetapi, saat kita memicu respons di tempat yang aman, kita beralih menjadi menikmatinya. Itu sebabnya orang di roller coaster (kereta luncur) dari berteriak jadi tertawa dalam sekejap.

Tubuh kita sudah berada dalam keadaan gembira. Kita hanya menempatkan pengalaman itu dengan cara berbeda. Tetapi, meski respons terhadap ancaman itu umum, penelitian menunjukkan perbedaan di antara para individu pada mekanisme kerja zat kimia yang terkait dengan respon ancaman. Ini menjelaskan mengapa sebagian orang lebih cenderung mencari sensasi ngeri.

Perbedaan hal fisik lainnya menjelaskan kenapa sebagian orang menyukai rasa pusing yang berkaitan dengan meliuk-liuk, tetapi juga benci sensasi perut bergejolak saat naik roller coaster, atau kenapa sebagian orang berteriak girang di dalam rumah hantu, tetapi benar-benar ketakutan saat berada di kuburan sungguhan.

Rasa takut tak hanya menghasilkan rasa yang menyenangkan. Melakukan hal yang kita takutkan bisa memberi dorongan kepercayaan diri. Tantangan pribadi apapun, entah itu balap lari atau membaca buku tebal, saat kita berhasil melakukannya, kita merasakan suatu pencapaian. Ini berlaku juga meski kita sadar bahwa kita tidak dalam bahaya sungguhan. Logika otak kita mungkin tahu bahwa zombie tidaklah nyata, tetapi tubuh kita berkata lain. Rasa takutnya terasa nyata, jadi saat berhasil melaluinya hidup-hidup, kepuasan dan rasa pencapaiannya juga terasa sungguhan.

Orang yang memiliki keseimbangan tepat antara keberanian dan akal sehingga tahu kapan melawan rasa takut dan kapan harus lari akan dihadiahi ketahanan hidup, makanan baru, dan tanah baru.

Yang terakhir, rasa takut bisa menyatukan orang. Perasaan bisa menjadi menular, dan saat kita melihat teman berteriak dan tertawa, kita merasa terdorong untuk melakukannya juga. Ini karena kita berusaha memahami apa yang teman-teman kita alami dengan melakukan ulang pengalaman tersebut sendiri.

Bagian-bagian otak yang aktif saat teman kita berteriak juga aktif di dalam diri kita saat menyaksikan mereka. Ini tak hanya menguatkan pengalaman emosional kita sendiri, tetapi juga membuat kita merasa dekat dengan orang yang bersama kita.

Perasaan erat di saat merasa ketakutan disebabkan oleh hormon oksitosin yang dikeluarkan saat respons lawan atau lari.

Rasa takut adalah pengalaman emosi yang kuat, dan apapun yang memicu reaksi kuat akan disimpan dalam ingatan kita dengan sangat baik. Kita tak mau melupakan apa yang bisa melukai kita. Jadi, jika ingatan menonton film horor bersama teman bersifat positif dan kita mendapatkan perasaan puas, maka kita  jadi ingin melakukannya berulang kali.

Referensi: Kerr, Margee. 2016. Why is Being Scared so Fun? Youtube.com

Biodata Penulis:

Merrina Mar'atush Sholihah saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Dalam era digital yang semakin maju, aplikasi peta digital seperti Google Maps telah menjadi pilihan dalam navigasi sehari-hari. Namun, meskipun teknologi ini telah merajalela, mas…
  • Kucing dengan segala tingkahnya yang menggemaskan serta sifatnya yang mandiri, telah membuatnya menjadi hewan peliharaan favorit banyak orang. Fenomena "Cat Lovers" atau pecinta ku…
  • Membahas mengenai oli mesin, ternyata banyak yang belum tahu bahwa oli mesin bukan berwarna hitam. Apalagi perempuan yang jarang paham mengenai motor, bengkel, dan teman-temannya. …
  • Sebagai manusia kita pasti pernah merasa jenuh atau bosan dengan aktivitas yang sering kita jalani. Seperti bekerja, belajar, mengurus rumah dan lainya. Biasanya kita akan mencari …
  • Transisi ke lingkungan akademik baru, khususnya perguruan tinggi menghadirkan tantangan yang cukup unik. Tantangan itu merupakan proses adaptasi sosial, terutama perkenalan dengan …
  • Berbicara mengenai fotografi, biasanya diartikan sebagai seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya dalam film. Fotografi termasuk alat visual yang efektif untuk memvisualisasi…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.