"Kok mereka nggak pernah ngajak aku sih, kok mereka nyaman aja tanpa aku”
Begitulah bayang-bayang yang muncul ketika terjebak dalam zona pertemanan yang toxic. Tentunya semua orang menginginkan lingkup pertemanan yang baik. Namun nyatanya banyak yang terjatuh dalam lumpur pertemanan yang toxic ini.
Lingkup pertemanan tersebut tidak memberikan dukungan emosional, namun merusak emosional bahkan gaya individu tersebut.
Fenomena tersebut akhirnya membuat individu hanyut ke dalam pertemanan yang tidak sehat. Seperti susu yang larut ke dalam air sungai. Hal tersebut sering kali terjadi kota-kota besar kemudian diistilahkan sebagai Toxic Friendship.
Toxic Friendship merupakan istilah seorang individu terjebak ke dalam hubungan pertemanan yang tidak sehat, membuat merasa tidak didukung, direndahkan, atau bahkan diacuhkan. Hal ini dapat merusak individu seseorang. Memiliki teman yang “Beracun” tidak akan memberikan manfaat apapun baik jangka pendek maupun panjang.
Adapun pengertian lain dari Toxic Friendship merupakan hubungan pertemanan yang cenderung memberikan dampak negatif terhadap sesama temannya seperti senang berkompetisi untuk hal yang buruk, selalu merasa iri antar teman, dan berbagai hal negatif lainnya. Tidak hanya itu, Toxic Friendship juga dapat menyebabkan depresi, stres, rambut rontok hingga berat badan berkurang ataupun bertambah (Gilliard, 2016).
Memiliki banyak teman adalah impian dari banyak orang. Teman memanglah penting, adanya teman bisa meredakan rasa kesepian seseorang. Namun memiliki teman yang berkualitas merupakan hal yang sulit.
Saat sesorang individu tumbuh dewasa, pasti bertemu dengan lingkungan dengan tipe orang yang berbeda karakter setiap harinya. Terkadang seseorang terjebak dalam lingkungan yang tidak sehat itu sendiri. Bertemu dengan teman yang suka bergosip, mengeluh apalagi playing victim.
Adapun beberapa ciri pertemanan yang tanpa kita sadari termasuk ke dalam lingkup Toxic Friendship yakni:
1. Teman yang Tidak Menghargai Privasi
Sebaik-baiknya teman apabila teman tidak mengetahui batasan-batasan dalam diri akan membuat ketidaknyamanan jiwa dan batin. Hal ini sering terjadi, pertemanan para remaja yang sering mencampuri urusan pribadi.
2. Jarang Menggubris
Teman yang toxic selalu ingin didengarkan keluh kesahnya namun sering kali mengabaikan perasaan temannya yang juga membutuhkan sesama timbal balik untuk mengungkapkan perasaannya tersebut. Hanya merasa datang saat membutuhkan dan pergi menghilang begitu saja.
Sering mengabaikan juga termasuk ke dalam teman yang toxic. Dalam lingkup pertemanan semua pasti membutuhkan seseorang yang bisa men-support, menjadi pendengar yang baik ketika menghadapi masalah. Namun terkadang seseorang menjumpai teman yang sering mengabaikannya atau bahkan menganggapnya tidak ada.
Toxic Friendship sering kali ditemui secara sadar maupun tidak sadar. Hal ini dapat merusak kesehatan mental seseorang. Tidak hanya sekedar perasaan kehilangan namun juga kesepian yang menghantui.
Toxic Friendship perlu dihindari atau bahkan meng-cut off individu yang membuat seseorang merasa tidak dianggap maupun dihargai, supaya tidak mengganggu kesehatan mental dan fisik. Keluarlah dari pertemanan yang tidak sehat, memang tidak mudah, namun perlu dicoba.
Karena meng-cut off individu tersebut adalah cara menyembuhkan diri terbaik. Waktu untuk memulihkan jiwa dan raga dari individu tersebut. Jadi, kenalilah lingkunganmu tersebut. Luangkan waktumu untuk dirimu sendiri untuk mengejar mimpi, fokuslah pada diri sendiri. Hanya diri sendiri yang bisa mengendalikan hidup, jangan menyerahkan hidup kepada seseorang yang bahkan tidak peduli denganmu.
Biodata Penulis:
Icha Kurnia Ramadhani saat ini aktif sebagai mahasiswi di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.