Solo: Satu Kata Sejuta Julukan

Selain kotanya yang nyaman, kota Solo juga terkenal dengan penduduknya yang sangat ramah kepada pendatang baru. Hal itu saya rasakan sendiri ...

Menurut kalian, apa sih yang terlintas dalam pikiran kalian ketika pertama mendengar nama kota Solo? Pasti yang pertama terlintas dalam pikiran kalian adalah kota dengan keraton kasunanannya, kota dengan Stasiun Balapannya, kota dengan berbagai macam kuliner. Ya, itu semua benar, Solo adalah kota dengan segala keindahan serta kenyamanan tersendiri bagi mereka yang tinggal di sana.

Julukan kota Solo yang paling populer di masyarakat adalah kota Budaya. Dikutip dari buku Selling With Character karya Hermawan Kartajaya dan Ardhi Ridwansyah, kota Solo identik dengan kebudayaan Jawa. Menurutnya, selain dijuluki sebagai kota Budaya, kota Solo juga dijuluki sebagai kota Batik dan kota Liwet. Julukan-julukan tersebut masih erat kaitannya dengan kebudayaan Jawa. Kota yang berada di provinsi Jawa Tengah bagian Selatan ini, selain disebut dengan kota Solo juga sering disebut dengan kota Surakarta.

Selain kotanya yang nyaman, kota Solo juga terkenal dengan penduduknya yang sangat ramah kepada pendatang baru. Hal itu saya rasakan sendiri sebagai salah satu mahasiswa di kota Solo, hal itu terlihat akan hubungan antar warga Solo yang satu dengan yang lain sangatlah akrab, dan sangat memiliki jiwa sosial yang tinggi. Istilah “kapan balik ke Solo?” bukanlah sesuatu ucapan yang asing lagi didengar apalagi di kalangan mahasiswa Solo. Berikut beberapa contoh julukan kota Solo di mata dunia.

1. Solo the Spirit of Java

Arti kata tersebut merupakan branding kota Solo, yang mengandung makna bahwa Solo itu jiwa Jawa.

Pada tahun 2005, daerah-daerah di Indonesia bersaing untuk meningkatkan potensi mereka untuk mendapat perhatian internasional. Dengan budaya Jawanya yang kental dan ekonominya yang bergantung pada perdagangan dan pariwisata, Solo memiliki gagasan untuk membuat slogan yang menggabungkan budaya Solo sebagai daya tarik dalam pemasaran pariwisata. Slogan tersebut dibuat pada tahun 2005 dan baru disetujui pada tahun 2008.

Beberapa waktu yang lalu ada perubahan pada logo “Solo the Spirit of Java”, hal ini didasari oleh berbagai alasan, seperti untuk landasan baru Pemerintahan Kota Surakarta dalam merumuskan program pembangunan.

Selain itu, perubahan logo bertujuan untuk memberikan kesan penyegaran yang diharapkan dapat bertahan lama sesuai berkembangnya zaman. Slogan Solo the Spirit of Java dibuat sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat otonomi daerah Soloraya dengan Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Dalam kolom gagasan yang diunggah Solopos.com pada 13 Maret 2013 lalu, Taufik Murtono, Dosen Prodi Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, menyatakan bahwa Dwi Endang Setyorini adalah pemenang sayembara yang menghasilkan slogan tersebut. Perubahan tersebut mungkin akan berpengaruh baik ke depannya soal ketertarikan orang-orang terhadap kota Solo, apalagi para calon mahasiswa dari luar kota yang beringin meneruskan pendidikannya di kota Solo pasti akan menjadi poin tersendiri bagi mereka.

2. Solo Kota Budaya

Dalam konteks Sosial Budaya, Solo dikenal dengan sebutan kota budaya, karena kebudayaan jawa yang berlandas nilai-nilai sosial yang melatarbelakangi perilaku sikap dalam aktualisasi kehidupan masyarakat sebagai pondasi awal dalam pembentukan karakter, sosial, budaya, ekonomi, serta pendidikan yang memiliki pengaruh dalam konteks nasional.

Saat ini Pemerintah Kota Solo berupaya untuk membangun kembali nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar atau landasan bagi masyarakat yang sadar akan budaya.

kota Solo

Kota Solo menjadi salah satu tujuan wisata budaya. Hal itu dapat diketahui dari banyaknya pagelaran seni dan festival budaya yang diadakan di kota Solo. Banyak budaya benda dan non benda yang berada di Solo yang sudah diakui dunia, bahkan ada yang telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Salah satunya ada budaya yang namanya Sekaten.

Sekatan adalah budaya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang dilakukan setiap tanggal 5-12 Rabiul Awal. Acara tersebut begitu meriah dan bermakna bagi keluarga keraton. Warga Solo begitu bersemangat akan datangnya sekaten tahun ini. Terlihat dari padatnya Masjid Agung Surakarta sebagai tempat dilaksanakannya Sekaten. Miyos Gongso, kondur Gongso, dan upacara Grebeg Gunungan bulan Mulud menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Sekaten yang sebenarnya.

Sekaten juga sudah dinobatkan UNESCO sebagai warisan budaya pada tahun 2014. Maka dari itu Solo dijuluki sebagai punjering kebudayaan atau pusatnya kebudayaan.

Masih banyak lagi kebudayaan di Solo seperti batik, wayang, keris, dan gamelan. Sudah seharusnya kita sebagai generasi muda generasi yang akan meneruskan budaya-budaya tersebut, patut menjaga serta melestarikan budaya dan barang berharga yang nantinya akan dinikmati oleh generasi selanjutnya.

3. Solo Kota Liwet

Selain tempat bersejarah dan budayanya, Solo juga terkenal karena kulinernya. Salah satu bukti bahwa kuliner adalah salah satu wisata yang terkenal di Solo adalah peresmian Gladag Langen Bogan (Galabo) pada 13 April 2008, yang merupakan tempat berkumpulnya kuliner-kuliner yang terkenal di Solo (“Gladag” par. 1).

Kota Liwet juga termasuk dalam salah satu julukan untuk kota Solo. Dinamakan Kota Liwet karena banyaknya kuliner Nusantara yang diperjualbelikan di daerah kota Solo.

Berbagai macam makanan dan jajanan tradisional kota Solo terkenal. Nasi liwet, timlo, tengkleng, pecel ndeso, cabuk rambak, sosis solo, serabi, gempol pleret, dan roti kecik adalah beberapa contohnya. Beragam makanan dan minuman baik tradisional maupun modern ada di sini.

Julukan kota Liwet ini berawal dari banyaknya penjual nasi liwet yang berada di daerah Solo. Nasi liwet sendiri sudah menjadi bagian sarapan pagi bagi masyarakat kota Solo. Nasi liwet khas kota Solo berbeda dari nasi liwet pada umumnya yang dijual di kota-kota lain. Nasi liwet ini memiliki ciri khas, yaitu nasi dengan bumbu gurih dan disiram dengan kuah sayur labu siam. Biasanya lauk pendamping nasi liwet ini ada beragam, seperti telur rebus, ayam suwir, ataupun gorengan. Selain itu penyajian nasi liwet ini terbilang unik, karena disajikan dengan menggunakan daun pincuk yang membuat rasa dari nasi liwet itu sendiri lebih beraroma sedap.

Bagi kami para mahasiswa Solo, yang terlebih anak kos, nasi liwet adalah makanan yang sesuai dimakan pada pagi hari dan itu tergolong murah. Tempatnya yang ramai pengunjung kadang harus membuat kami membungkus nasi liwet untuk kami makan di kos maupun di kampus.

Kuliner Solo merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Solo, karena orang-orang luar daerah yang belum mengenal kuliner Solo sekarang dapat menikmati kuliner Solo atau bahkan bisa dibawa pulang sebagai buah tangan untuk keluarga di rumah.

Tetapi, meskipun telah disediakan Galabo yang memudahkan wisatawan untuk mencicipi aneka kuliner Solo, tidak sedikit wisatawan yang menginginkan untuk mencicipi kuliner dengan berada di lokasi kuliner langsung agar mendapatkan suasana yang orisinil dan tradisional.

Galabo adalah sebuah tempat yang isinya berbagai olahan makanan dari daerah tersebut. Oleh karena itu, Kota Solo harus memperkenalkan aneka kuliner yang dimilikinya sebagai tujuan wisata yang tidak boleh terlewatkan apabila berkunjung ke Kota Solo.

Mungkin itu sedikit julukan Kota Solo yang dapat saya tuangkan dalam esai pendek ini. Ada beberapa hal lagi yang masih saya harus ekspor dari Kota Solo. Begitu banyak julukan kota Solo di mata dunia yang patut dibanggakan terlebih oleh masyarakat Solo dan teruntuk masyarakat Jawa Tengah juga.

Kebudayaan Solo yang wajib kita jaga dan lestarikan supaya tidak tertelan oleh zaman. Dan sebagai mahasiswa rantau di Solo patut kita bersyukur, karena kita tinggal di kota yang nyaman, tenteram, masyarakatnya begitu ramah serta begitu banyak kuliner makanan yang wajib kita coba.

Biodata Penulis:

Naufal Maulana Saifulllah lahir pada tanggal 31 Januari 2005 di Surakarta. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.