Puisi: Sungaiku Dulu dan Kini (Karya Ummi Sulis)

Puisi "Sungaiku Dulu dan Kini" karya Ummi Sulis adalah perjalanan introspektif yang mengeksplorasi masa kecil yang penuh keceriaan dan ...
Sungaiku Dulu dan Kini

Masa mereguk manis 
Tanpa takut bias polah
Jelajahi sungai bawa tangguk
Tawa riang kumpulkan hasil buruan

Bocah tanpa beban
Merangkai waktu
Isi hari liburan
Berpetualang merimbas sungai 

Kini, sungai masa kanak-kanakku
Hamparan pasir 
Bukan dangkal, tapi darat memanjang

Mesin-mesin bekerja keras
Mengaduk, semburkan muntahan pasir bersama wangka
Berterusan, hingga pasir timah berpindah alam
Bumantara tersedu

Bukan gelonggong tanah
Lebih pada mendanau
Luka menganga tak tertutup
Sungai jadi daratan

Ekosistem
Pergeseran fungsi
Saat aku bukan bocah lagi
Saksikan separuh kehancuran

Masa kecil, masa lalu
Masa kini, bersama alam menua
Tunggu pelajaran Tuhan
Senyum atau tetes air mata, nanti
Ampunilah manusia tiada syukur

Fajar Indah, 27 Desember 2023

Analisis Puisi:

Puisi "Sungaiku Dulu dan Kini" karya Ummi Sulis adalah perjalanan introspektif yang mengeksplorasi masa kecil yang penuh keceriaan dan petualangan di sungai, dibandingkan dengan kondisi sungai yang berubah drastis pada masa kini.

Masa mereguk manis, tanpa takut bias polah: Puisi ini dimulai dengan gambaran masa kecil yang tanpa kekhawatiran dan penuh kepolosan. Mereka merasakan manisnya hidup tanpa beban dan tanpa rasa takut akan konsekuensi perbuatan mereka.

Jelajahi sungai bawa tangguk, tawa riang kumpulkan hasil buruan: Imaji petualangan di sungai ditampilkan melalui kata-kata ini, dengan tangguk sebagai alat penggali hasil buruan dan tawa riang yang mencerminkan kebahagiaan dalam mengeksplorasi alam.

Bocah tanpa beban, merangkai waktu: Deskripsi tentang bocah tanpa beban menciptakan gambaran kebahagiaan dan kebebasan di masa kecil. Mereka merangkai waktu dengan aktivitas yang penuh keceriaan.

Isi hari liburan, berpetualang merimbas sungai: Puisi melukiskan suasana hari liburan yang diisi dengan petualangan menyusuri sungai. Aktivitas merimbas sungai menjadi simbol dari keberanian dan semangat petualangan anak-anak.

Kini, sungai masa kanak-kanakku: Puisi memasuki perbandingan antara sungai di masa kecil dan sungai saat ini, menunjukkan perubahan yang signifikan.

Hamparan pasir, bukan dangkal, tapi darat memanjang: Deskripsi sungai yang berubah menggambarkan perubahan alam dan lingkungan. Pasir yang dulu menjadi tempat bermain anak-anak kini menjadi bagian dari daratan yang memanjang.

Mesin-mesin bekerja keras, mengaduk, semburkan muntahan pasir bersama wangka: Penggunaan kata "mesin-mesin" menciptakan citra industrialisasi dan perubahan lingkungan. Aktivitas mengaduk dan menyemprotkan pasir menggambarkan kerja keras manusia yang merubah bentuk alam.

Berterusan, hingga pasir timah berpindah alam: Puisi menggambarkan proses berkelanjutan yang mengakibatkan perubahan besar, seperti pasir timah yang pindah alam, menciptakan ketidakharmonisan dengan alam.

Bumantara tersedu, bukan gelonggong tanah, lebih pada mendanau: Ekspresi "bumantara tersedu" menciptakan gambaran emosi alam yang terganggu. Perubahan dari "gelonggong tanah" menjadi "mendanau" mencerminkan pergeseran dan transformasi sungai yang dahulu hidup menjadi daratan.

Luka menganga tak tertutup, sungai jadi daratan: Penggambaran luka yang tidak tertutup menciptakan kesan bahwa perubahan tersebut membawa konsekuensi negatif. Sungai yang menjadi daratan menunjukkan bahwa keberadaannya yang dulu hidup dan dinamis kini telah berubah menjadi sesuatu yang mati dan statis.

Ekosistem, pergeseran fungsi, saat aku bukan bocah lagi: Puisi menyentuh tema perubahan ekosistem dan pergeseran fungsi sungai, seiring dengan pertumbuhan dan perubahan pribadi penulis yang tidak lagi menjadi seorang bocah.

Saksikan separuh kehancuran, masa kecil, masa lalu: Penekanan pada "separuh kehancuran" menciptakan gambaran tentang kerugian yang terjadi pada lingkungan, dan pengakuan bahwa masa kecil dan masa lalu menjadi bagian dari kehancuran tersebut.

Masa kini, bersama alam menua, tunggu pelajaran Tuhan: Puisi menyelesaikan pembandingan antara masa lalu dan masa kini dengan menyiratkan bahwa masa kini membawa penantian dan pembelajaran dari Tuhan, menciptakan rasa harap untuk masa depan.

Senyum atau tetes air mata, nanti, ampunilah manusia tiada syukur: Puisi ditutup dengan nada introspektif dan keagamaan, menunjukkan bahwa perubahan dan pergeseran ini adalah bagian dari takdir, dan manusia harus menghadapinya dengan rasa syukur dan penerimaan.

Puisi "Sungaiku Dulu dan Kini" oleh Ummi Sulis menggambarkan perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi pada sungai, menciptakan gambaran yang mengesankan tentang keterhubungan antara manusia dan alam. Dengan melibatkan elemen keindahan alam dan perubahan sosial, puisi ini merangkum refleksi dan perenungan terhadap perjalanan hidup dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Ummi Sulis
Puisi: Sungaiku Dulu dan Kini
Karya: Ummi Sulis

Biodata Ummi Sulis:
  • Ummi Sulis, perempuan yang berprofesi sebagai pendidik ini, gemar menulis sedari Sekolah Menengah. Kemampuan menulis lebih diasah ketika Covid melanda di tahun 2019 kemarin, dengan mengikuti berbagai kelas kepenulisan. Ia juga menulis beberapa buku serta menjadi admin di beberapa penerbit.
  • Ummi bisa disapa di IG dan FB dengan nama akun Ummy Sulistyowati.
© Sepenuhnya. All rights reserved.