Puisi: Amini (Karya Akhudiat)

Puisi "Amini" karya Akhudiat membawa pembaca melalui perjalanan yang penuh dengan tragedi, kekecewaan, dan keberanian. Melalui penggunaan bahasa ...

Amini



Amini, anakku,
Merpati baru terbang beberapa lini
Subuh tadi kukira turun ambil wudu
Tapi sampai siang tak kudengar gelak tawamu

Serasa kemarin
Ia masih kugendong ke kali
Kubonceng sepeda ke madrasah
Dijahitkan ibunya baju kodok

Amini, percilku,
Kau disembur bisikan gatal
Meremang bulu perawanmu
Menggelembung nafas nafsumu

Ini mulut tetangga setan
Suruhan anak Dullah juragan sapi
Atau guru bujang di kelas empat
Bismillah, kujunjung nama leluhur, kurebut kembali timanganku

Amini, gedonganku,
Kunci rapat-rapat kamar di rumah musuh itu
Gigit bibirmu
Jangan jamah apa saja, apalagi air putih atau kue serabi
Pada kucing pun jangan percaya!

Magrib dipukul bedugnya
Kudirikan sholat fardu, sunat rawatib,
Dzikir-tahlil dengan tasbih warisan mbah-buyut,
Dan doa panjang untuk ketenangan-keselamatan anakku perawan.
Nanti, lewat tengah malam, kusujud tahajud dan istikharoh
Gusti Allah terlalu luas samodera pertolongannya

Amini, tetesan darahku,
Buhul tali di jendela biarkan tegang dan putus sendiri
Hitunglah teka-teki nasib pada tokek
Dengan tanda ketukan tiga-tiga kutendang jendela
Kita lari dari desa

Dipukul lagi bedug isya
Sholat sunat, fardu, sujud ahir lama sekali, tahyat ahir lebih lama lagi
Dzikir-tahlil-doa ...

"Assalamu'alaikum." Tamu di pendapa.
"Wa 'alaikum salam," sahut nyaiku.
"Wa 'alaikum salam," sambutku, turun dari sajadah

Rombongan dengan obor-obor
Depan sekali Sang Duta. Juragan Dullah
Bawa amanat Si Pencuri, Guru Madrasah

Amini, rahasiaku,
Kenapa kaubunuh ayahmu?

Sumber: Horison (Juli, 1978)

Analisis Puisi:

Puisi "Amini" karya Akhudiat membawa pembaca melalui perjalanan yang penuh dengan tragedi, kekecewaan, dan keberanian. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan gambaran yang mendalam, Akhudiat membangun sebuah narasi yang menggugah dan memprovokasi pikiran pembaca.

Perjalanan Waktu dan Kehidupan Anak: Bait pertama dibuka dengan gambaran tentang anak yang tumbuh dan berubah seiring waktu. Merpati yang baru terbang beberapa lini menggambarkan perubahan dan kemandirian. Namun, kehilangan gelak tawa yang tak terdengar menciptakan nuansa kesedihan yang tersembunyi.

Kenangan Masa Kecil yang Berharga: Penyair mengenang masa kecil Amini dengan penuh rasa. Ia merindukan saat-saat membawa Amini ke kali dan menaikkan sepeda ke madrasah. Gambaran baju kodok yang dijahitkan ibunya memberikan sentuhan kelembutan dan kehangatan dalam kenangan.

Ancaman Terhadap Keperawanan Amini: Puisi berlanjut dengan penggambaran ancaman terhadap keperawanan Amini. Bisikan-bisikan gatal dan nafsu yang menggelembung menciptakan gambaran ketidakamanan dan rasa cemas. Ancaman ini datang dari lingkungan yang seharusnya aman, seperti tetangga atau guru di kelas empat.

Keputusan Untuk Melindungi Amini: Penyair menunjukkan keberanian dengan bersumpah untuk melindungi Amini dari ancaman tersebut. Dengan menyebut nama leluhur dan berbagai amalan keagamaan, Akhudiat menciptakan atmosfer yang penuh kekuatan dan tekad untuk menjaga kehormatan dan keamanan anaknya.

Ketika Malam Tiba, Doa dan Keputusan: Selanjutnya, penyair menggambarkan ritual doa dan tindakan keberanian ketika malam tiba. Sholat, dzikir, dan doa menjadi bentuk pertahanan spiritual terhadap ancaman yang mengintai. Meskipun gambaran keamanan, terdapat nuansa ketidakpastian dan kegelisahan dalam doa.

Kehidupan yang Dipenuhi Tantangan: Puisi memperlihatkan kehidupan yang dipenuhi dengan tantangan dan ujian. Rombongan dengan obor-obor, Sang Duta, dan Juragan Dullah membawa suasana mencekam yang mencerminkan datangnya masalah yang lebih besar ke dalam hidup Amini dan keluarganya.

Pertanyaan Akhir yang Mengguncang: Puisi ditutup dengan pertanyaan yang mengguncang: "Kenapa kaubunuh ayahmu?" Pertanyaan ini menciptakan ketidakpastian dan membuka kemungkinan plot tragis yang lebih dalam dalam kisah ini.

8. Kesimpulan: Perjalanan Emosional yang Kompleks
Puisi "Amini" menggambarkan perjalanan emosional yang kompleks, dari kenangan indah hingga ancaman yang mengerikan. Akhudiat mengajak pembaca untuk merenung tentang perlindungan, keberanian, dan realitas kehidupan yang penuh dengan tragedi dan ketidakpastian. Puisi ini menjadi sebuah refleksi yang mendalam tentang kehidupan dan keputusan sulit yang mungkin dihadapi oleh banyak keluarga.

Akhudiat
Puisi: Amini
Karya: Akhudiat

Biodata Akhudiat:
  • Akhudiat lahir pada tanggal 5 Mei 1946 di Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia.
  • Akhudiat meninggal dunia pada tanggal 7 Agustus 2021 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.