Dalam era digital yang tidak terputus seperti sekarang ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Semakin banyak orang yang mengandalkan media sosial untuk digunakan sebagai perantara berkomunikasi, berbagi informasi, mengekspresikan diri, dan menyampaikan pandangan mereka. Namun, dalam lautan informasi yang luas ini, terdapat banyak hoaks atau berita bohong yang tersebar di media sosial.
Hoaks menjadi ancaman serius terhadap kebenaran berita yang dilihat masyarakat. Dalam konteks ini, peran para buzzer atau penggiat media sosial turut memengaruhi sejauh mana hoaks dapat menyebar dan memengaruhi opini publik. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang fenomena hoaks, peran buzzer, dan upaya yang dapat dilakukan untuk memerangi penyebaran berita palsu ini.
Hoaks salah satu masalah yang terus ada hingga saat ini. Hoaks atau berita palsu adalah informasi yang disebarkan melalui internet tanpa landasan fakta dengan tujuan menyesatkan, menipu dan memanipulasi opini publik. Hoaks dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari teks berita palsu hingga gambar atau video yang dimanipulasi dengan cermat.
Di era digital, penyebaran hoaks menjadi lebih efisien dan luas berkat media sosial dan platform berbagi konten. Hal yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih rentan terhadap hoaks ialah masyarakat yang kebergantungan pada teknologi dan berita dari media sosial.
Sedangkan para buzzer adalah individu atau kelompok yang secara aktif menggunakan media sosial untuk mempengaruhi opini publik. Mereka sering kali memiliki jumlah pengikut yang besar dan memanfaatkan kepopuleran mereka untuk mempromosikan pesan atau informasi tertentu.
Di tangan yang salah, buzzer dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk menyebarluaskan hoaks. Buzzer menyebarkan hoaks dengan sengaja demi mengejar kepentingan diri sendiri, mereka dibayar untuk menyebarkan informasi tertentu, baik itu benar atau tidak, melalui media sosial.
Salah satu alasan utama mengapa para buzzer dapat dengan mudah mempengaruhi opini publik adalah karena kepercayaan yang diberikan pengikut kepada mereka. Pengikut seringkali menganggap buzzer sebagai sumber informasi terpercaya dan cenderung mempercayai apa yang mereka sampaikan.
Oleh karena itu, ketika seorang buzzer membagikan berita palsu atau informasi yang tidak terverifikasi, hal itu dapat menyebabkan penyebaran hoaks yang cepat dan luas.
Dampak dari penyebaran hoaks dan peran buzzer dalam hal ini tidak bisa dianggap remeh. Pertama-tama, hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap media dan sumber informasi lainnya. Ketika orang mulai meragukan kebenaran dari berita yang mereka terima, hal ini dapat mengganggu fungsi penting media sebagai penjaga kebenaran dan penyebar informasi yang akurat.
Selanjutnya adalah kemampuan hoaks untuk mempengaruhi opini publik dan membentuk persepsi masyarakat terhadap suatu isu. Ketika informasi palsu disebarkan dengan cepat dan mendapatkan dukungan dari buzzer, kebenaran sering kali terabaikan atau bahkan diabaikan sama sekali.
Selain itu, hoaks juga dapat memicu ketegangan sosial dan konflik. Kasus-kasus seperti informasi palsu yang memicu protes atau aksi kekerasan tidaklah jarang. Pergolakan sosial semacam ini dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap stabilitas masyarakat.
Dilansir dari Kumparan.com yang terbit pada 12 Februari 2021, menyebutkan bahwa ciri-ciri buzzer ialah jika bukan seorang influencer maka biasanya bersifat anonim (akun yang tidak jelas atau tidak kredibel), kemudian buzzer tidak mengeluarkan opininya sendiri, mereka hanya mengikuti arus, buzzer memiliki pola pembicaraan yang sama. Ada juga buzzer yang menggunakan akun bot.
Adapun ciri lain dari buzzer yang belum disebutkan yaitu sering kali menggunakan informasi yang terlalu bagus atau terlalu buruk untuk menarik perhatian masyarakat, dan seringnya menggiring opini secara berkelompok untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan di atas, diperlukan juga upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk melawan penyebaran hoaks.
Pertama, penting bagi platform media sosial dan penyedia layanan internet untuk mengimplementasikan algoritma dan kebijakan yang membatasi penyebaran berita palsu. Langkah-langkah ini termasuk pengenalan informasi yang tidak terverifikasi dan pemberian prioritas pada sumber-sumber berita terpercaya.
Pendidikan publik juga memegang peran penting dalam memerangi hoaks. Masyarakat harus dilatih untuk mengidentifikasi informasi palsu, memeriksa sumber berita, dan memanfaatkan keterampilan kritis mereka dalam mengevaluasi kebenaran sebelum menyebarkan informasi.
Meningkatkan literasi digital di masyarakat dapat membantu mereka untuk membedakan informasi yang benar dan yang tidak benar. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye edukasi atau pelatihan literasi digital.
Hoaks sering kali digunakan untuk memancing emosi masyarakat. Oleh karena itu, janganlah mudah terprovokasi oleh hoaks.
Hoaks merupakan ancaman serius terhadap kebenaran dan stabilitas masyarakat di era digital. Peran buzzer dalam penyebaran hoaks juga tidak bisa diabaikan. Namun, dengan upaya bersama dari masyarakat, platform media sosial, dan pemerintah, kita dapat memerangi penyebaran informasi palsu ini dan memastikan bahwa kebenaran tetap menjadi nilai yang dijunjung tinggi dalam era digital ini.
Biodata Penulis:
Talitha Aurelia Mulyadi lahir pada tanggal 2 Maret 2004. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswi, FIB, di Universitas Padjadjaran.