Pengawasan Media Sosial pada Anak Bawah Umur: Melindungi Generasi Muda di Era Digital

Penggunaan media sosial memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, hampir tiap saat kita menggunakan media sosial.

Akhir-akhir ini saya sering melihat anak-anak di bawah umur yang sudah memiliki sosial media pribadi, banyak di antara mereka yang membuat konten-konten tidak sesuai umur, bahkan ada yang mengandung unsur dewasa. Selain itu juga banyaknya konten dewasa di sosial media membuat anak harus selalu diberi pengawasan.

Penggunaan media sosial memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, hampir tiap saat kita menggunakan media sosial. Penggunanya pun dari berbagai kalangan, dari orang dewasa hingga anak-anak.

Meskipun adanya media sosial dapat memberikan akses ke berbagai informasi dan interaksi, kehadiran anak-anak di dunia media sosial juga menimbulkan kekhawatiran terkait konten yang tidak sesuai dan potensi risiko online karena mereka belum memiliki kematangan dan kewaspadaan dalam penggunaanya.

Oleh karena itu, pengawasan media sosial pada anak bawah umur menjadi krusial dalam memastikan pengalaman online yang aman dan mendukung perkembangan mereka.

Anak di bawah umur adalah mereka yang berusia kurang dari 18 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, masih dalam masa perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial, sehingga membutuhkan perlindungan dan bimbingan dari orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab.

Salah satu tantangan utama dalam mengawasi anak-anak di media sosial adalah keragaman platform dan konten yang dapat dengan mudah diakses. Orang tua dan pengasuh perlu memahami platform apa yang digunakan anak-anak mereka dan mengenali potensi risiko yang terkait.

Pengawasan Media Sosial pada Anak Bawah Umur

Selain itu, pendekatan komunikatif menjadi kunci untuk membuka dialog terbuka dengan anak-anak tentang penggunaan media sosial dapat membantu mereka memahami risiko dan membuat keputusan yang cerdas.

Pentingnya memanfaatkan alat pengawasan dan kontrol orang tua juga tidak boleh diabaikan. Banyak platform media sosial dan aplikasi yang menawarkan fitur pengaturan privasi dan kontrol orang tua untuk membatasi akses anak terhadap konten yang tidak sesuai.

Dengan memahami dan menggunakan alat-alat ini secara efektif, orang tua dapat lebih aktif dalam melindungi anak-anak dari potensi bahaya online.

Bentuk pengawasan yang dapat dilakukan ialah:

  1. Menetapkan aturan usia menggunakan media sosial;
  2. Mengajari anak di bawah umur tentang etika dan literasi media sosial;
  3. Memantau aktivitas dan konten media sosial yang diakses oleh anak di bawah umur.

Namun, pengawasan tidak boleh hanya bersifat kontrol, tetapi juga perlu mendukung pendekatan pendidikan. Anak-anak perlu diajarkan tentang etika online, perlunya berbagi informasi dengan bijaksana, dan cara mengelola waktu online dengan seimbang.

Dengan memberikan pemahaman ini, anak-anak dapat mengembangkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang cerdas dan aman dalam lingkungan digital.

Kesimpulannya, pengawasan media sosial pada anak bawah umur merupakan upaya bersama antara orang tua, pendidik, dan pihak terkait lainnya. Dengan pendekatan yang holistik, kita dapat menciptakan lingkungan online yang mendukung perkembangan anak-anak sambil tetap menjaga keamanan dan kebijaksanaan penggunaannya.

Biodata Penulis:

Amalia Fitri Nugrahani saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.