Masih Adakah Kemerdekaan Berpendapat di Era Globalisasi?

Kemerdekaan berpendapat tidak dapat dihilangkan begitu saja dari kehidupan bermasyarakat. Hal ini disebabkan karena kebebasan untuk menyampaikan ...

Era globalisasi telah lama melanda dunia, termasuk Indonesia. Imbas dari globalisasi tersebut membuat pertumbuhan dan perkembangan di banyak sektor mengalami perubahan.

Sektor yang paling banyak terkena imbas dari globalisasi adalah teknologi dan informasi. Perkembangan teknologi dan informasi yang masif, membuat masyarakat secara bebas mengeluarkan pemikiran mereka melalui berbagai kanal media sosial.

Akan tetapi, pemikiran tersebut kerap berubah menjadi bola liar, yang pada akhirnya membuat pemerintah “memotong” kebebasan yang telah ada. Lantas, apakah Indonesia dapat dikatakan masih merdeka di tengah masifnya perkembangan teknologi dan informasi dan tindakan pemerintah.

Manusia identik sebagai makhluk sosial, sehingga kerap melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Ketika terjadi interaksi sosial, bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk saling melontarkan pendapat antara satu individu dan individu lainnya.

Melalui interaksi sosial tersebut menyadarkan kita, bahwa setiap individu memiliki cara pandang dan nilai yang beragam dalam memberikan pandangan dan menilai aspek dalam kehidupan. Untuk mengungkapkan pendapat baik secara langsung maupun tidak langsung sudah seharusnya menjadi kemerdekaan milik kita. Tiadanya kemerdekaan dalam berpendapat, membuat kita terlatih untuk menyampaikan gagasan yang telah dibentuk dan mengkritisi kebijakan yang ada. 

Kemerdekaan berpendapat tidak dapat dihilangkan begitu saja dari kehidupan bermasyarakat. Hal ini disebabkan karena kebebasan untuk menyampaikan pendapat telah termuat dalam Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyampaian berpendapat ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, saat ini kanal media yang kerap dijadikan sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat adalah kanal media sosial, khususnya untuk sekarang yang hampir segala aspek kehidupan telah bersifat digital. Melalui media sosial, kita dapat melakukan komunikasi dan interaksi dengan orang lain secara luas.

Masih Adakah Kemerdekaan Berpendapat

Media sosial juga memungkinkan kita untuk mengekspresikan pendapat atau pandangan secara bebas dan leluasa. Hal ini merupakan prinsip bagi kita yang hidup di negara demokratis dan mencerminkan aspek positif dari teknologi informasi modern. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita mulai menyuarakan pendapat di media sosial. Salah satunya adalah batas hukum yang ikut mengawasi dan ikut andil dalam berpendapat di media sosial.

Dengan demikian kita harus banyak menyaring atau menghindari konten ilegal seperti penyebaran fitnah, pelecehan, dan pengancaman.

Selain batas hukum, ada etika dan pertimbangan yang cukup berhubungan dengan batas hukum. Etika dan pertimbangan dalam kemerdekaan berpendapat adalah pendapat yang harus diimbangi dengan tanggung jawab.

Kemerdekaan pendapat di media sosial memberikan wadah yang kuat untuk berbagi ide, mempromosikan perubahan sosial, dan mengungkapkan kekhawatiran. Namun, sama seperti di kehidupan nyata, setiap perkataan dari pendapat yang kita sampaikan di media sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk itu, kiranya kita perlu bijak ketika menyampaikan pendapat di media sosial, jika tidak ingin dibawa ke meja hijau.

Kemerdekaan berpendapat ini bagai pisau bermata dua, di satu sisi adanya kemerdekaan berpendapat ini kita dapat mengetahui pandang dari berbagai orang yang beragam, namun di sisi lain ini dapat membuka peluang besar terciptanya suatu tindak pidana, salah satunya adalah pencemaran nama baik.

Walaupun berjudul kemerdekaan berpendapat, namun pada kenyataannya terdapat aturan hukum yang mengatur terkait hal tersebut.

Tindak pidana pencemaran nama baik diartikan sebagai tindakan yang merusak atau mencoreng reputasi seseorang atau entitas tertentu dengan menyebarkan informasi yang tidak benar dan merendahkan.

Imbas dari pencemaran nama baik sendiri dapat menghancurkan reputasi korban dan mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologis korban. Pencemaran nama baik ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti melalui kanal media sosial atau tulisan di tempat umum.

Aturan yang mengatur tindak pidana pencemaran nama baik ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Teknologi (UU ITE). Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Pasal 310 mengatur tentang pencemaran nama baik melalui ucapan atau tulisan, sedangkan Pasal 311 KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik melalui media sosial.

Selain diatur dalam kedua pasal tersebut, pencemaran nama baik juga dapat dilaporkan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Telah banyak kasus yang dilaporkan terkait tindakan pencemaran nama baik, salah satu bentuknya adalah penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Kasus pencemaran nama baik yang pernah terjadi adalah kasus Ratna Sarumpaet yang terjerat kasus tindak pidana penyebaran berita hoaks, sehingga dikenakan Pasal 28 ayat (3) UU ITE.

Namun, itu hanya salah satu contoh yang terjadi, kenyataannya di kasus pencemaran nama baik masih banyak terjadi, khususnya di media sosial. Oleh karena itu, dalam menggunakan media sosial hendaklah untuk lebih bijak dalam menulis, berpendapat, serta menyatakan pandangan terkait suatu hal, karena jarimu adalah harimaumu.

Biodata Penulis:

Sekar Chayaning lahir pada tanggal 25 Desember 2003.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.