Kritik Mencuat, Fisik Ikut Terhujat

Kritikan netizen merupakan bagian dari kebebasan berpendapat di dunia maya. Dalam lingkungan media sosial, setiap individu memiliki hak untuk ...

Hari biasa seperti hari-hari kemarin dilalui dan terlampaui. Scrolling media sosial, sebatas memeriksa ada hal apa yang baru saja terjadi di dunia ini.

Di Indonesia, khususnya di kalangan warga yang menggunakan kode negara +62, kegiatan scrolling media sosial telah merajalela sebagai kebiasaan sehari-hari. Dengan semakin meluasnya akses internet dan penggunaan smartphone, banyak orang merasa nyaman menghabiskan waktu mereka dengan menjelajahi berbagai platform sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan lainnya.

Aktivitas ini tidak hanya sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai cara untuk tetap terhubung dengan berita, tren, dan kehidupan sosial di sekitar mereka. Aktivitas seperti inilah membuat ada sedikit rasa ketakutan akan kehilangan secuplik berita dari manusia-manusia bumi.

Ya, begitulah anak muda seperti saya ini. Bahasa hitsnya adalah FOMO (Fear of Missing Out). Padahal sepenting-pentingnya berita pasti juga akan sampai ke telinga kita, walaupun waktunya tak secepat kilat seperti saat kita selalu buka tutup media sosial secara mandiri.

Mulai dari iseng-iseng mengecek kabar dunia, melihat hal-hal yang sedang banyak dibicarakan para netizen, hingga tak jarang kita menemukan berbagai kritikan netizen yang dilontarkan kepada seseorang pembuat onar yang sedang trending karena sikapnya yang dinilai kurang etis dan terekspos dalam dunia maya.

Kritik Mencuat, Fisik Ikut Terhujat
sumber gambar: kemensos.go.id

Kritikan netizen pada awalnya mungkin dimulai sebagai respons terhadap perilaku kontroversial atau pembuat onar. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa kritikan tersebut mulai berkembang menjadi perilaku yang lebih agresif dan menyerang ke hal apapun, yang biasanya berujung pada bullying. Kritikan-kritikan netizen lama-kelamaan bisa mengaitkan perilaku buruk dengan fisik sang pembuat onar tersebut. 

Hal-hal seperti yang mungkin pada awalnya bermanfaat untuk membuat sang pembuat onar sadar akan perilakunya menjadi tak pantas jika sudah mulai mengaitkan dengan fisik. Bully fisik dalam konteks apapun, baik di dunia maya maupun nyata, tidak dapat dibenarkan dan melanggar etika serta norma-norma sosial.

Penting untuk memahami konsekuensi serius yang dapat dimilikinya, termasuk dampak pada kesejahteraan mental dan emosional individu yang menjadi sasaran. Netizen kerap kali berujung menyerang fisik sang pembuat onar dengan dalih bahwa sang pembuat onar memang pantas untuk dihujat. Padahal tak semua yang ada dalam diri orang tersebut sepenuhnya salah dan tak pantas dihujat.

Selain itu, netizen juga tidak berhak bahkan tidak boleh untuk memperlakukan orang dengan kritikan yang terselip bullying fisik. 

Kritikan netizen merupakan bagian dari kebebasan berpendapat di dunia maya. Dalam lingkungan media sosial, setiap individu memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya, menyampaikan kritik, atau berbagi pandangan mereka terhadap suatu isu.

Kebebasan berpendapat merupakan nilai yang dihormati dalam demokrasi, baik dalam kehidupan nyata maupun di ranah digital. Namun, penting untuk diingat bahwa kebebasan berpendapat juga membawa tanggung jawab.

Kritikan sebaiknya disampaikan dengan cara yang konstruktif tanpa melanggar norma-norma etika dan hukum. Dalam situasi tertentu, kritikan yang berlebihan atau bersifat bully dapat menciptakan dampak negatif dan merugikan. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan penghormatan terhadap individu lainnya adalah hal yang penting di dunia maya.

Biodata Penulis:

Serly Putri Rahmawati lahir pada tanggal 9 April 2005. Saat ini aktif sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.