Dalam video YouTube yang viral secara luas, Pastor Rick Wiles menunjukkan Kitab Perjanjian Lama (Holy Bible) terbitan tahun 1905 miliknya. Di dalam kitab itu, pada halaman 13, tercantum Peta Palestina.
"Pada halaman 13 saya ingin menunjukkan bahwa di sini ada sebuah peta dari Tanah Suci (Holy Land) Palestina, bukan Israel," ujar Rick Willes.
Selanjutnya ia mengatakan, semua rakyat Palestina yang beragama Kristen, Islam, maupun Yahudi adalah pemilik sah dari Palestina.
Menelisik sejarah Palestina adalah suatu upaya untuk memahami akar masalah konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah. Sejak berpuluh-puluh tahun, Palestina telah menjadi sumber perdebatan politik dan konflik yang belum ada solusinya. Untuk mengerti situasi saat ini, kita perlu menyelidiki akar masalah tersebut.
Palestina adalah wilayah yang memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Dalam catatan sejarah, daerah ini telah dihuni sejak ribuan tahun yang lalu oleh berbagai kelompok suku dan bangsa.
Bangsa Kanaan adalah salah satu kelompok pertama yang datang ke wilayah ini pada milenium ketiga SM. Kemudian, Israel kuno juga menguasai wilayah ini pada zaman keemasan mereka di bawah King Solomon pada abad ke-10 SM.
Namun, saat itu Palestina tidak merujuk pada suatu bangsa atau negara yang memiliki kedaulatan sendiri. Palestina adalah nama geografis yang hanya mengacu pada wilayah geografis di antara Yunani, Mesir, dan wilayah Timur Dekat.
Seiring berjalannya waktu, keberadaan Palestina terus menjadi bahan rebutan antara berbagai kekuatan yang ingin menguasai wilayah tersebut. Persia, Yunani, dan akhirnya Romawi adalah beberapa kekuatan yang pernah menguasai wilayah ini.
Dalam sejarah modern, pertanyaan yang sering muncul adalah penghuni asli Palestina dan konflik dengan Israel. Setelah berakhirnya kekuasaan Romawi pada abad ke-4, Palestina jatuh ke tangan Imperium Islam, dan bangsa Arab menjadi mayoritas penduduknya.
Selanjutnya, selama berabad-abad, daerah ini terus diperintah oleh berbagai kekuatan seperti Kekhalifahan Umayyah, Kekhalifahan Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Konflik aktual di Palestina dimulai pada abad ke-19 dengan bangkitnya nasionalisme Eropa. Setelah administrasi Utsmaniyah melemah, perjanjian-perjanjian internasional mulai merancang masa depan Palestina, termasuk Deklarasi Balfour tahun 1917 yang menjanjikan pendirian negara Yahudi di wilayah itu. Hal ini tentu saja memicu perlawanan dan protes dari penduduk asli Palestina.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Yerusalem dan Palestina menjadi perhatian dunia yang semakin meningkat, ditandai dengan pembagian wilayah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1947.
Pembagian tersebut mengakibatkan pengungsi Palestina yang membanjiri negara tetangga dan pecahnya perang antara Israel melawan negara-negara Arab yang menentang pembentukan negara Yahudi.
Perjuangan dan perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan dan pengusiran mereka terus berlanjut hingga saat ini. Mereka berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional atas hak mereka untuk memiliki negara sendiri dengan batas wilayah yang ditentukan.
Namun, perundingan perdamaian yang berulang kali mencapai kebuntuan semakin menunjukkan bahwa akar masalah ini kompleks dan sulit untuk diselesaikan.
Menelisik sejarah Palestina memberikan pemahaman mendalam tentang konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah. Masa lalu yang kompleks membentuk realitas saat ini, sementara keputusan-keputusan politik dan campur tangan luar terus mempengaruhi perkembangan konflik ini. Sebuah solusi yang adil dan berkelanjutan harus melibatkan semua pihak yang terlibat dan memperhatikan sejarah dan aspirasi rakyat Palestina.
Dari pernyataan Pendeta Rick Wiles di paragraf pertama. Menurut Pendeta Rick Wiles, ia menanggapi Zionis Kristen yang menyatakan bahwa Palestina tidak pernah ada, padahal peta Palestina memang ada di sebagian besar Alkitab. Dia mengungkapkan semua informasi ini untuk mengakhiri propaganda Zionis di Amerika Serikat.
"Ini adalah ajaran sesat Zionis Masonik yang menyebar ke gereja Amerika pada tahun 1913," lanjutnya. Dia mengungkap propaganda Zionis.
Lebih jauh lagi, pendudukan di Palestina dan segala bentuk kejahatannya dimulai dengan konspirasi Yahudi dan Zionis pada tanggal 2 November 1917, melalui Deklarasi Balfour. Arthur James Balfour, Menteri Luar Negeri. Hal ini kemudian dijadikan dalih oleh Zionis Yahudi untuk menyerbu, menyerang dan menjajah Palestina, serta mengusir rakyatnya dari tanah airnya.
Surat ini sebenarnya telah diatur sebelumnya oleh Haim Azriel Weizmann, presiden pertama Organisasi Zionis Dunia, dan juga telah diatur sebelumnya oleh para pemimpin komunitas Yahudi Inggris, Lord Rothschild (Walter Rothschild dan Baron Rothschild) adalah untuk dikirim ke Federasi Zionis Internasional.
Surat ini ditulis pada rapat kabinet Inggris pada tanggal 31 Oktober 1917, mengumumkan rencana Zionis untuk menciptakan "tanah air" bagi orang-orang Yahudi di Palestina, dengan syarat tidak ada tindakan yang melanggar hak-hak orang Yahudi. Dukungan pemerintah Inggris untuk hal ini mungkin berdampak pada komunitas yang ada di sana.
Menurut surat tersebut, pasukan Inggris di bawah Jenderal Edmund Allenby menginvasi Palestina setelah serangkaian serangan. Ribuan sukarelawan Yahudi juga bergabung dengan tentara Allenby. Pasukan Allenby kemudian berhasil menduduki Palestina pada bulan Desember 1917.
Dua tahun kemudian, pada tahun 1919, kota Al-Quds (Yerusalem), tempat Masjid Al-Aqsa berada, dan seluruh wilayah Palestina diduduki oleh Inggris.
Setelah Deklarasi Balfour dan masuknya tentara Allenby bersama relawan Yahudi ke al-Quds, gerakan Zionis mulai memfasilitasi emigrasi orang Yahudi dari berbagai negara ke Palestina. Emigrasi besar-besaran Yahudi ke Palestina dimulai antara tahun 1918 dan 1947 di bawah naungan Inggris.
Akhirnya pada tanggal 14 Mei 1948, Zionis Israel merasa seperti ketahuan dan mendeklarasikan kemerdekaan Israel secara sepihak, yang langsung disusul perang dengan negara-negara Arab tetangga yang menolak rencana pembagian tersebut. Namun, Zionis Israel mempersiapkan segalanya dengan bantuan negara-negara Barat, yang kemudian memenangkan perang dan mengukuhkan "kemerdekaan".
Surat Balfour menunjukkan arogansi pihak asing, khususnya Inggris, yang tidak mempunyai hak atas tanah Palestina. Kemudian menyerahkan kepada Zionis Yahudi asing yang tidak berhak memilikinya. Ini semua adalah bagian dari tujuan khusus Zionis Internasional untuk menaklukkan Palestina, Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa dan menjadikannya di bawah kendali mereka.
Lebih luas lagi, Zionis ingin menguasai dunia dan mempengaruhinya melalui berbagai konspirasi. Salah satu ketentuan Protokol Zionis menyatakan bahwa segala cara dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Siapa pun yang menginginkan kekuasaan harus memperolehnya melalui akal-akalan, intimidasi, dan perubahan pendapat.
Dalam dunia politik, keluhuran budi, etika, dan moralitas adalah hal yang jahat. Konspirasi Protokol Zionis juga menyebutkan bahwa api perang terus berkobar secara diam-diam di dunia ini. Mainkan kedua sisi sehingga plot dapat menghasilkan keuntungan besar namun tetap aman dan efisien. Orang-orang terobsesi dengan rasa takut dan mudah dikendalikan oleh konspirasi. (“Masjid Aqsa Tanggung Jawab Setiap Umat Islam.” Penerbit: AWG Bogor, Maret 2022, hlm.181-201)
Jadi sebenarnya Palestina mulanya adalah milik masyarakat Palestina yang beragama Kristen, Islam, maupun Yahudi. Dan bukan milik Israel, karena Israel nyatanya dengan dalih ingin mendirikan negara Yahudi secara egois merampas tanah yang bukan haknya.
Maka setelah mengetahui hal ini kita hendaknya mendukung penuh rakyat Palestina yang sampai sekarang berjuang memperjuangkan hak-haknya, dan ikut menyadarkan dunia bahwa penjajahan ini harus dihukum seberat-beratnya. Karena ini bukan lagi mengenai keyakinan namun mengenai kemanusiaan.
Biodata Penulis:
Nur Rahman Najib lahir pada tanggal 13 Oktober 2003 di Surakarta. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.