Indonesia Darurat Ketersediaan Guru?

Tuntutan pekerjaan yang besar tidak sepadan dengan gaji yang diterima oleh guru honorer. Pendapatan yang kecil ini tentu berimbas pada kualitas ...

Di era modern saat ini, semua orang katanya berhak menjangkau dan mendapatkan pendidikan yang layak. Namun tidak sedikit masyarakat yang umumnya tinggal di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) masih jauh dari pendidikan yang mumpuni.

Ketersediaan fasilitas yang masih jauh dari standar pendidikan nasional serta ketersediaan guru yang menjadi pendidik sangat minim di daerah-daerah 3T tersebut. Hal ini membuat pendidikan di wilayah-wilayah 3T maupun pinggiran kota mengalami ketertinggalan dari wilayah kota.

Ketertinggalan dalam hal pendidikan ini disebabkan oleh kualitas dan kuantitas guru yang belum memadai. Jangankan di wilayah 3T, kualitas pendidikan antara kota besar dan pinggiran kota saja jauh berbeda.

Saya yang SD di pinggiran kota, saat memasuki jenjang SMP di tengah kota merasa sangat tertinggal dalam pembelajaran bahasa Inggris. Bagaimana tidak, saat SD, kami hanya belajar bahasa Inggris di kelas 3 dan kelas 6. Sedangkan kelas 4 dan kelas 5 tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris karena ketiadaan guru bahasa Inggris.

Baru-baru ini saya mengetahui bahwa guru bahasa Inggris saat SD dulu adalah guru honorer. Ia berhenti menjadi guru dan memilih membuka warung barang harian.

Tuntutan pekerjaan yang besar tidak sepadan dengan gaji yang diterima oleh guru honorer. Pendapatan yang kecil ini tentu berimbas pada kualitas hidup sang guru. Tidak sedikit guru honorer yang memilih berhenti dan mencari pekerjaan lain yang lebih menjamin hidupnya.

Kekurangan guru juga terjadi karena banyaknya guru yang memilih bekerja tidak di basic-nya, seperti bekerja di kantor pemerintahan atau memilih bekerja di kantor sekolah seperti menjadi pegawai tata usaha.

Muncul pertanyaan, kenapa para guru yang telah dipersiapkan untuk mendidik generasi bangsa malah beralih pada profesi lain? Dan kenapa di tengah banyaknya lulusan guru, Indonesia malah kekurangan para pendidik itu?

Kekurangan guru yang terjadi di suatu wilayah membuat setiap guru kerap mengambil job desc ganda. Pagi mengajar di sekolah A dan siang mengajar di sekolah B. Bahkan terkadang ada juga guru yang mengajar tidak di bidangnya. Guru IPA untuk SMP malah mengajar di SD atau guru SMA malah merangkap jadi guru PAUD. Bagaimana Indonesia tidak kacau jika dari pendidik saja sudah kacau.

Indonesia Darurat Ketersediaan Guru

Ini bukan hanya tentang guru itu mampu untuk mengajar di luar bidangnya atau tidak. Namun ada beberapa hal rinci dan khusus yang hanya dipelajari oleh orang yang belajar di bidangnya.

Misalkan saja mahasiswa PGPAUD akan belajar bagaimana pembelajaran yang kreatif dan mampu menunjang perkembangan anak-anak usia dini. Hal tersebut tentu tidak dipelajari oleh mahasiswa dengan prodi pendidikan fisika atau pendidikan bahasa Inggris.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dijen GTK) Kemendikbud Ristek Dirjen Nunuk dalam Antara Jatim mengatakan kualitas pendidikan dipengaruhi oleh kompetensi guru yang masih rendah dengan sebaran yang belum merata, serta tidak tersedianya metode penilaian hasil belajar yang ajek.

Saya juga mendapatkan informasi dari salah satu mahasiswa yang mengikuti program MBKM Kampus Mengajar. Di sekolah tersebut ia mengajar penuh di dalam kelas. Padahal saya tahu sendiri bahwa mahasiswa tersebut bukan mahasiswa pendidikan apalagi mahasiswa PGSD. Ia dituntut bisa langsung mengajar siswa tanpa adanya pelatihan atau pembelajaran bagaimana cara menjadi pendidik Sekolah Dasar yang benar.

Perbedaan besar yang diperoleh oleh siswa-siswi sekolah di kota dengan siswa-siswa sekolah pinggir kota atau di pedesaan terletak pada kualitas pendidiknya. Untuk menjadi guru di sekolah perkotaan, seorang guru harus lulus kualifikasi sesuai dengan bidangnya. Sedangkan sekolah di pedesaan menerima, bahkan sangat membutuhkan, seorang guru terlepas dari bidangnya, karena yang paling penting adalah adanya pendidik yang bisa mengajarkan siswa baca tulis.

Kenapa di satu sisi yakni perkotaan, banyak pendidik yang “mundur” dari bidangnya namun di sisi lain yakni pedesaan, banyak pendidik yang bukan dari bidangnya?

Mari kita lihat dari kacamata ketersediaan fasilitas transportasi dan kesehatan. Di wilayah 3T ketersediaan transportasi dan kesehatan sangat sulit didapatkan. Minimnya fasilitas di wilayah 3T membuat para tenaga pendidik enggan berlama-lama di wilayah tersebut. Apalagi para guru yang telah berkeluarga, tentu mereka akan berpikir matang untuk membawa keluarganya tinggal di wilayah 3T tersebut. Apalagi dengan gaji guru honorer yang tidak mencukupi, tentu para guru lebih memilih mencari pekerjaan lain yang bisa menjamin kehidupan mereka.

Solusi utama dari permasalahan ini adalah dengan memberikan jaminan kepada para guru, bukan hanya guru yang lulus PNS namun juga jaminan ketercukupan bagi guru-guru honorer. Pemerintah harus bisa memberikan kesejahteraan bagi para guru. Sehingga para guru tidak lagi mundur dari profesinya dan masalah kedaruratan ketersediaan guru di Indonesia dapat diminimalisir.


Biodata Penulis:

Mulia Efni lahir di Payakumbuh, 1 September 2002, merupakan mahasiswa aktif, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.