Fenomena Standar Ganda Antar Gender di Masyarakat: Faktornya, Jangan Jadi Orang Munafik

Fenomena standar ganda dapat muncul dalam berbagai konteks, termasuk gender, suku, ras, agama, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Namun, ...

Apa yang terlintas dibenakmu ketika mendengar kata Standar Ganda? Mungkin banyak di antara kita yang sudah tidak asing lagi dengan standar ganda, namun sudahkah kita paham betul apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan standar ganda?

Eicher (1980) mendefinisikan bahwa standar ganda adalah sebuah fenomena suatu tindakan sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dinilai dengan menggunakan standar yang berbeda, atau perbedaan penilaian. Singkatnya, standar ganda adalah sikap seseorang yang tidak konsisten dalam menilai sesuatu.

Mungkin seseorang punya standar yang berbeda ketika menilai sesuatu, namun terkadang standar itu tidak diterapkan untuk general sehingga terjadi ketimpangan, dan terkadang orang-orang cenderung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. 

Fenomena standar ganda dapat muncul dalam berbagai konteks, termasuk gender, suku, ras, agama, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Namun, kali ini kita akan membahas lebih dekat mengenai standar ganda antar gender.

Membahas standar ganda antar gender memang tidak ada habisnya. Banyak sekali perlakuan berbeda yang diberikan masyarakat kepada laki-laki atau perempuan pada kasus yang sama.

Contoh yang paling sederhana dan sering terjadi hingga kini adalah ketika laki-laki dan perempuan sama-sama menangis, laki-laki mendapat stigma yang buruk, mereka dianggap cengeng, lemah, dan tidak gentle. Sedangkan pada perempuan menangis dianggap hal yang sangat wajar.

Fenomena Standar Ganda Antar Gender di Masyarakat

Pernahkah kalian mengalami standar ganda? Atau justru kalian pelakunya? Kapan sih kalian menyadari bahwa standar ganda masih berlaku di zaman sekarang ini? Kalau saya sendiri mulai menyadarinya ketika saya melihat kolom komentar postingan suatu brand pakaian dalam yang sangat terkenal, brand tersebut menggaet idol k-pop laki-laki dan perempuan yang juga sangat terkenal untuk menjadi brand ambassador. Ada perbedaan yang sangat mencolok ketika keduanya menggunakan produk pakaian dalam tersebut untuk promosi. Di postingan yang memuat idol perempuan ia dihujat habis-habisan karena dianggap terlalu sexy, berbanding terbalik dengan postingan yang memuat idol laki-laki.

Standar ganda ini biasanya disebabkan karena tradisi atau sebuah kebiasaan yang terjadi turun-temurun sejak zaman dulu sehingga memunculkan stigma-stigma negatif. Seperti pada kasus di atas, seorang perempuan digambarkan sebagai sosok yang anggun, sopan, dan feminism sehingga ketika ia menggunakan pakaian mini atau kurang bahan maka mereka dianggap buruk.

Di era sekarang ini, di mana kesetaraan gender dielu-elukan nyatanya standar ganda antar gender masih sering terjadi. Pernahkah kamu melihat peristiwa ketika segerombolan laki-laki menggoda perempuan mereka disebut cat calling/melecehkan, tetapi ketika posisinya dibalik, segerombolan perempuan menggoda laki-laki mereka menganggap hal itu adalah lelucon semata?

Atau pernahkah kamu melihat ketika laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah? Mereka seolah-olah melakukan perbuatan paling terpuji di dunia, mereka mendapat sanjungan, mereka mendapat cap positif dari masyarakat. Sedangkan ketika perempuan yang mengerjakan pekerjaan rumah, apa yang mereka dapatkan? Mereka akan mendapatkan kata-kata “Alah wajar sih, itu kan emang tugas perempuan, nggak perlu dibesar-besarin lah ya.”

Lalu, seperti teori Lock and Key enzim, laki-laki dianggap sebagai kunci dan perempuan sebagai gemboknya. Kunci yang bisa membuka semua gembok yang ada di muka bumi ini dianggap sebagai kunci yang hebat. Sedangkan gembok yang bisa dibuka dengan semua kunci yang ada dianggap sebagai gembok yang buruk, gembok murahan.

Begitu pula seorang laki-laki yang bisa menaklukan hati banyak perempuan maka ia dinggap keren, sedangkan apabila perempuan yang seperti itu maka ia dinggap sebagai perempuan murahan.

Ini sama seperti ketika seorang perempuan mengejar-ngejar seorang laki-laki ia dianggap murahan, namun sebaliknya ketika seorang laki-laki yang mengejar seorang perempuan itu dianggap wajar dan memang sudah kodratnya begitu katanya.

Kasus di atas terjadi karena adanya stereotip gender. Dalam beberapa budaya yang memiliki pandangan yang lebih konservatif, wanita yang aktif secara sosial atau hubungan romantis dianggap melanggar norma-norma tradisional, sedangkan pria akan dianggap gentle dan maskulin.

Dalam kasus lain, standar ganda akan lebih mengarah pada “Aku boleh lo melakukan seperti ini, tapi kamu tidak”. Seperti di sekolah saya dulu, ketika murid yang terlambat dia mendapat hukuman sedangkan apabila guru yang terlambat akan dibiarkan begitu saja.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas merupakan sedikit dari banyaknya standar ganda yang ada pada kehidupan sehari-hari kita. Tanpa kita sadari, hal-hal kecil tersebut sering kita alami atau bahkan kita yang melakukannya, contohnya adalah saya sendiri, terkadang tanpa sadar saya juga menjadi salah satu pelaku standar ganda.

Ketika sedang berkelompok, anggota kelompok saya terdiri dari perempuan dan laki-laki, apabila anggota perempuan kelompok saya tidak ikut kerja sama saya menganggap bahwa dia buruk, namun ketika anggota laki-laki kelompok saya tidak ikut kerja sama terkadang saya mewajarkan hal tersebut.

Faktor penyebab terjadinya standar ganda, selain tradisi, budaya, dan stereotip adalah pola asuh dari keluarga sejak dini yang sedikit banyak mendorong beberapa individu untuk melakukan standar ganda secara sadar maupun tidak. Adanya rasa ingin menang sendiri, membenarkan diri sendiri juga menjadi penyebab utama seseorang melakukan standar ganda.

Kita bisa mulai menghentikan standar ganda dari diri kita sendiri. Cobalah untuk bersikap adil. Perlakukan orang lain bahkan dirimu sendiri secara adil dan jangan menjadi orang yang munafik.

Sebelum bertindak berpikirlah seribu kali, lalu tempatkan dirimu di posisi orang tersebut. Apabila sekiranya kamu merasa bahwa itu salah, maka jangan melakukan hal tersebut pada orang lain. Apabila kamu tidak ingin diperlakukan seperti itu, maka jangan memperlakukan orang lain seperti itu.

Biodata Penulis:

Devina Givani Putri Rizadi lahir pada tanggal 22 Juni 2005 di Madiun. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.