Parenting atau dalam Bahasa Indonesia adalah pola asuh, merupakan kewajiban setiap orang tua dalam mendidik serta membentuk karakter seorang anak. Pastinya orang tua selalu berharap yang terbaik untuk anaknya. Namun, pola asuh yang kaku, terlalu membatasi pergaulan anak, justru akan berdampak negatif bagi anak tersebut. Nah, pola asuh itulah yang disebut strict parenting.
Tanpa disadari, orang tua sering menuntut anak-anaknya untuk melakukan hal yang dianggapnya baik. Hal-hal semacam ini dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.
Strict Parents Meningkatkan Peluang Anak Mengalami Stres
Menjadi orang tua pastinya bukanlah hal yang mudah. Apalagi menjadi seorang ibu yang harus memastikan nutrisi anaknya terpenuhi. Tak jarang para orang tua membuat keputusan bagi anaknya yang dianggap mereka itulah yang terbaik.
Namun dengan demikian, sama halnya dengan menuntut anak tersebut untuk mengikuti semua kemauan orang tuanya. Misal, seorang anak hanya boleh bermain di depan rumahnya saja. Hal ini mengakibatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi kurang.
Ada pula orang tua yang menuntut anaknya untuk bisa segala hal, sampai-sampai dilarang untuk bermain dengan teman-temannya. Orang tua dari anak tersebut mendoktrin anaknya dengan kalimat 'nanti kalau kamu pintar banyak yang mau berteman'. Namun, ketika dalam dunia luar ternyata realita yang anak tersebut dapatkan melenceng jauh dari perkataan orang tuanya.
Dengan sikap orang tua seperti yang telah disebutkan tadi, anak menjadi merasa tertekan. Tekanan dan tuntutan dari orang tua mereka akhirnya membuat anak mempunyai tingkat stres yang tergolong tinggi.
Dampak Negatif dari Penggunaan Pola Asuh yang Ketat
Pola asuh yang ketat atau strict parenting, menimbulkan banyak dampak negatif bagi anak. Terutama terhadap tumbuh kembang mereka. Berikut beberapa contohnya:
1. Tingkatan Stres Anak menjadi Tinggi
Dengan penerapan strict parenting, orang tua memegang kendali penuh terhadap anak-anaknya. Akibatnya, anak-anak pun merasa tertekan dan merasa tidak memiliki kebebasan sehingga membuat mereka menjadi stres.
2. Anak menjadi Mudah Marah
Sejatinya anak-anak merupakan peniru yang handal. Sedari kecil mereka tumbuh dengan melihat orang tua mereka marah-marah dan membentak dengan alasan untuk mendisiplinkan. Sehingga mereka cenderung meniru perilaku orang tuanya tanpa sadar.
3. Rasa Percaya Diri yang Rendah
Mereka yang tumbuh dengan asuhan strict parents jarang sekali bahkan tidak pernah mendapatkan kebebasan untuk berpendapat. Karena segala sesuatu yang akan dilakukannya sesuai dengan arahan orang tua mereka. Sehingga seiring bertambahnya umur, anak-anak tersebut sulit untuk merasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri.
4. Tertutup terhadap Orang Tuanya
Merasa tidak didengar oleh orang tua sendiri dan hidup di bawah kendali mereka, membuat anak mempunyai kepribadian yang tertutup terutama terhadap orang tuanya sendiri.
5. Menjadi Anak Pembangkang dan Pintar Bohong
Pemikiran orang tua yang berpikir dengan menerapkan aturan-aturan yang ketat terhadap anak mereka akan menghasilkan karakteristik yang baik pada anak adalah salah besar. Dengan membatasi pergaulan seorang anak secara berlebihan dan menuntut anak tersebut untuk memenuhi segala ekspektasi orang tua, hanya akan berdampak negatif terhadap karakteristik mereka.
Anak akan melakukan dan mencari segala cara serta alasan agar bisa menghindari aturan tersebut. Sehingga membuat kemampuan berbohong anak meningkat. Anak pun akan mencari kebahagiaan di lingkungan luar yang mendengarkannya.
Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa adapun yang dilakukan secara berlebihan pasti akan berdampak buruk. Pastinya hal-hal di atas sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak di masa mendatang.
Meskipun maksud orang tua itu baik, menginginkan segala sesuatu yang terbaik bagi anaknya, namun cara mereka salah. Tidak seharusnya sebagai orang tua membatasi anak untuk bersosialisasi bahkan sampai mengharuskan anak menjadi seperti yang orang tua harapkan.
Perlu diketahui bahwa setiap anak mempunyai kemampuan dan keinginan masing-masing. Sebagai orang tua seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak-anak mereka. Bukan malah membuat anak senantiasa merasa terancam dan terintimidasi terhadap kehadiran orang tuanya.
Orang tua memiliki tugas mengarahkan serta sebagai penyalur dan penyedia fasilitas bagi kemampuan yang anaknya miliki. Daripada senantiasa menentukan sepihak apa yang terbaik untuk anak, bukankah lebih baik berdiskusi bersama anak mengenai keinginan mereka?
Biodata Penulis:
Angelie Maharani lahir pada tanggal 20 Desember 2004 di Karanganyar. Saat ini ia aktif sebagai Mahasiswa Manajemen di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.