Sudah Pantaskah Etika Komunikasi Gen Z?

Generasi Z memiliki kebiasaan komunikasi yang buruk, yang menyebabkan mereka terbawa dalam komunikasi sosial, bahkan di lingkungan pendidikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "etika" berarti pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk, hak dan kewajiban, dan moral (akhlak). Adanya etika sebagai cara untuk bersosialisasi agar orang dapat berperilaku dengan baik adalah tujuannya. Kita dapat mengetahui seberapa baik seseorang berperilaku berdasarkan etika mereka.

Tidak perlu menjadi dewasa baru untuk berperilaku dan berkomunikasi dengan baik, kita bisa terbawa. Namun, sebagai remaja yang hidup dalam era modern dengan gaya sosialisasi yang lebih canggih, penting untuk menggunakan etika yang tepat.

Karena mereka memiliki akses mudah ke teknologi, remaja saat ini berbeda dari remaja dahulu. Kelompok orang yang lahir antara tahun 1998 dan 2012 disebut Gen Z. Mereka sering disebut sebagai generasi teknologi karena gaya hidup dan bahasa komunikasi mereka yang berbeda.

Namun, karena teknologi, bahasa yang digunakan oleh remaja semakin berkembang, mereka menjadi tereksploitasi oleh kesalahan bahasa. Sebutan hewan yang tidak pantas diucapkan sebagai bahan umpatan digunakan di media sosial untuk mempengaruhi mereka.

Gen Z

Kehidupan Gen Z yang penuh dengan teknologi memiliki kelemahan. Gen Z mirip dengan buah stroberi: luarnya indah, tetapi dalamnya lembek dan mentalnya lemah. Saat mereka menghadapi masalah, mereka sering mengumpat daripada memikirkannya, sehingga komunikasi tidak terkendali. Akhirnya, dari kebiasaan itulah umpatan yang tidak berguna dapat diucapkan untuk imbuhan ketika berbicara sehari-hari tanpa goresan filter.

Kita bisa terbawa arusnya hanya dengan mendengarkan kata yang berulang. Senjata paling efektif, terutama bagi kita remaja yang terdidik, adalah menggunakan bahasa yang baik, bahkan jika kita tersiram oleh etika berkomunikasi yang buruk.

Jika Anda menghadapi masalah atau merasa senang, ucapkan kata-kata yang mengandung pahala atau senantiasa ingat Tuhan saat berbicara. Selain itu, lebih baik berkomunikasi dengan ucapan yang baik dan positif satu kali daripada menggunakan kata-kata berbahaya seribu kali agar tidak memengaruhi orang lain.

Generasi Z memiliki kebiasaan komunikasi yang buruk, yang menyebabkan mereka terbawa dalam komunikasi sosial, bahkan di lingkungan pendidikan. Mereka tidak melihat tempat untuk membawa kata-kata kotor tersebut.

Jika ini terus terjadi, generasi berikutnya akan mudah meniru karena mereka menganggap pernyataan ini sebagai ucapan yang wajar.

Semakin berkurangnya sopan santun, yang dikenal sebagai unggah-ungguh dalam bahasa Jawa, akan semakin hilang. Keluarga yang berada di bawah naungan sekolah pertama akan merasa resah dan kecewa karena kata-kata yang tidak menyenangkan dapat menyebabkan sikap yang tidak pantas.

Kita, Generasi Z, memiliki kapasitas intelektual yang luar biasa, terutama jika mereka ingin melanjutkan pendidikan mereka di bidang pengajaran. Dengan mengampanyekan prinsip sopan santun yang mudah dipahami, sikap kita harus dapat mengubah pola pikir yang akan memengaruhi generasi berikutnya.

Selain itu, mulailah dengan hal-hal kecil, seperti mengawasi keluarga sendiri terlebih dahulu agar mereka dapat mengontrol diri mereka sendiri. Dengan cara ini, siswa tidak akan terjerumus dalam kata-kata yang tidak pantas. Sistem ini akan membantu generasi Z dan bahkan generasi berikutnya dalam meningkatkan standar komunikasi.

Anjani Dzikry Ilahana

Biodata Penulis:

Anjani Dzikry Ilahana, lahir di kota Pekalongan, tanggal 11 Agustus 2005, saat ini aktif sebagai mahasiswi S1 di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Ia hobi membaca buku bergenre self-improvement.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.