Puisi: Requiem Juni (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Requiem Juni" karya Wayan Jengki Sunarta menghadirkan perjalanan spiritual yang penuh dengan pertanyaan dan keraguan akan makna eksistensi ...
Requiem Juni

dalam kamar sempitmu
apa yang kau pahami
kau tak memiliki apa-apa lagi
seperti kembali ke dalam rahim
ke mula asal

suara parau burung hantu
seperti luka masa lalu
dan langit itu juga
adalah langit sebelum kau
mencium tanah dengan hati luluh

mata betina berkali-kali memukaumu
kau merasa menemukan nirwana di situ
pada bibir ranum
pada payudara padat
pada pinggul bulat
kau tenggelamkan diri dalam kolam berlumpur
menyusup ke celah kelopak seroja merah muda

kau hanya noktah
pada hamparan semestamu sendiri

dalam kamar sempitmu
kau menyulap diri jadi pertapa bisu
kitab-kitab telah rapuh
mengapa kau masih bersikukuh
ingin mengekalkan waktu
dalam kerumunan kenangan
yang kelak akan musnah

serupa kepiting tua
kau hanya mampu berlindung pada kulit kerasmu
jiwamu rapuh pada sekeliling

seperti penyu
kau sembunyikan kepala dalam tempurung
apa dayamu, o, si lugu biru

seorang pandir berkata:
“kau penyembah berhala,
pemakan babi,
pezinah pelacur..”

tapi kau terus memburu cahaya
dalam lubang hitam semesta
sebab kitab-kitab agama
tak lagi bermakna
bagi pengembara abadi

matamu adalah langit
jiwamu lautan biru
aku semayam dalam ruhmu
kau senyawa dalam diriku

2005

Sumber: Impian Usai (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Requiem Juni" merupakan sebuah komposisi sajak yang memadukan elemen perjalanan spiritual, introspeksi, dan konfrontasi terhadap keberadaan diri. Melalui gambaran dan analogi, puisi ini mengeksplorasi perjalanan batin, perubahan, dan pencarian makna hidup.

Kamar Sempit sebagai Metafora: Puisi ini menggunakan "kamar sempit" sebagai metafora untuk kondisi batin seseorang yang menyempit, yang mencerminkan perasaan terkekang dan terbelenggu oleh masa lalu, keraguan, dan pertanyaan tentang eksistensi. Ruang sempit ini melambangkan pembatasan yang dirasakan oleh penyair.

Konfrontasi Diri dan Pertapa Bisu: Penyair menyajikan perenungan akan keadaan jiwa yang terasa sunyi dan sepi, dengan penuh pertanyaan dan keraguan. Penyair merenung dalam kesunyian, mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam ruang terbatasnya. Pencarian akan makna hidupnya terlihat melalui introspeksi dan kebisuan, mengekspresikan perjalanan spiritual yang intens.

Analogi dan Metafora yang Kuat: Analogi-analogi seperti kepiting tua, penyu yang menyembunyikan kepala dalam tempurung, dan matamu sebagai langit, serta jiwa sebagai lautan biru, menambahkan kedalaman pada perasaan yang diungkapkan dalam puisi. Metafora ini memberikan gambaran tentang perlambatan diri, ketidakpastian, dan usaha untuk menemukan jati diri.

Pencarian Cahaya dalam Kegelapan: Meskipun dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan dilema, penyair tetap berusaha untuk menemukan makna hidupnya, melalui pencarian akan cahaya di dalam kegelapan. Pencarian spiritual ini terjadi di tengah keraguan dan konfrontasi dengan diri sendiri serta norma-norma agama yang diabaikan.

Puisi "Requiem Juni" karya Wayan Jengki Sunarta menghadirkan perjalanan spiritual yang penuh dengan pertanyaan dan keraguan akan makna eksistensi manusia. Melalui analogi dan metafora yang kuat, puisi ini mencerminkan pencarian akan identitas dan tujuan hidup, di tengah kondisi batin yang terasa sunyi dan terbatas.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Requiem Juni
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.