Maut
Doa-doa menggiring bayang-bayang abadi
Udara berkabung, kabut berwarna mendung
Aku tersungkur menatap mega hablur
di mataku.
Kita senantiasa berlari dari kitab ke kitab
Sesekali bersembunyi dari kebenaran
Meski daun berderaian, ombak berkejaran,
Gunung berletupan kita habis sia-sia
Apa yang tersisa dari selaksa pedih
Selain bangkai dalam tanah
2015
Sumber: Suara Karya (14 Maret 2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Maut" karya Weni Suryandari merangkum dalam beberapa baris kesederhanaan yang mendalam. Dengan kata-kata yang ringkas, penyair mampu menyampaikan refleksi tentang kematian, spiritualitas, dan perjalanan manusia melalui kehidupan.
Doa-Doa dan Bayang-bayang Abadi: Puisi dimulai dengan gambaran doa-doa yang menggiring bayang-bayang abadi. Ini menciptakan atmosfer spiritualitas dan ketenangan di tengah-tengah kematian. Doa-doa disajikan sebagai jembatan antara dunia ini dan kehidupan setelah mati.
Udara Berkabung dan Kabut Berwarna Mendung: Deskripsi udara yang berkabung dan kabut yang berwarna mendung menciptakan gambaran suasana yang muram dan mendalam. Ini bisa diartikan sebagai perwujudan kepedihan dan kerumitan yang menyelimuti perasaan dalam menghadapi kematian.
Mega Hablur di Mataku: Metafora "mega hablur di mataku" mungkin merujuk pada kejernihan pemahaman atau penghayatan akan kematian. Melalui pandangan ini, penyair mencoba untuk menyampaikan betapa dalam dan menggetarkan pengalaman melihat atau merenungkan kehendak maut.
Berlari dari Kitab ke Kitab: Gambaran ini menunjukkan upaya manusia untuk mencari makna hidup dan kematian melalui berbagai sumber kebijaksanaan, mungkin melalui kitab-kitab suci atau filsafat hidup. Meskipun berlari, tetapi kebenaran terkadang sulit dihindari atau diabaikan.
Daun Berderaian, Ombak Berkejaran, Gunung Berletupan: Ini adalah serangkaian gambaran alam yang bergerak dan dinamis, menggambarkan keberlanjutan dan ketidakpastian kehidupan. Meskipun kehidupan penuh perubahan dan gejolak, namun pada akhirnya, kehidupan manusia bisa berakhir tanpa arti yang jelas.
Bangkai dalam Tanah: Baris terakhir menciptakan gambaran kuat tentang akhir kehidupan, dengan menyebut "bangkai dalam tanah." Ini menggambarkan ketidaklepasan manusia dari kematian, sebuah realitas yang tidak dapat dihindari.
Puisi "Maut" menghadirkan gambaran kehidupan dan kematian dengan simpel namun penuh makna. Melalui penggunaan kata-kata yang sederhana, Weni Suryandari menyampaikan kompleksitas dan realitas kehidupan manusia. Puisi ini menjadi ajakan untuk merenung tentang makna hidup, kematian, dan perjalanan roh setelahnya.
Karya: Weni Suryandari
Biodata Weni Suryandari:
- Weni Suryandari lahir pada tanggal 4 Februari 1966 di Surabaya, Indonesia.