Lapar
Letih badan, menangis sukma,
Lemah lunglai sendi anggota,
Haus lapar tidak tertahan,
Rasakan hilang nyawa di badan.
Telinga pekak, pemandangan kabur,
Kepala pusing, darah berdebur,
Jasmani berhajat pengisi dada,
Rohani berkehendak makanan nyawa.
Jauh di sana, di pihak daksina,
Di seberang lautan di tanah dewa,
Hidangan terhampar di dalam kaca,
Lazat rasa, harum baunya.
Di atas udara di tempat tinggi,
Kelihatan wajah seorang bidadari,
Tangannya memegang sebuah kendi,
Berisi air yang putih bersih.
Hidangan di talam memikat mata,
Air di kendi menarik hati,
Kuulurkan tangan hendak kuraba,
Kulangkahkan kaki 'kan kuturuti.
Tapi, O Allah badanku lemah,
Kekuatan tak cukup menyampaikan niat,
Pandangku sempit, kaki terikat,
Hendak dikerasi takut 'kan patah.
Jika makanan tidak di mata,
Tidaklah beta akan kecewa,
Tampak ada tercapai tiada,
Meracun hati, menuba nyawa.
O Ayah, serta Bunda,
Kakak kandungku, saudara beta,
Tolonglah anakanda, tunjuki adinda,
Menghilangkan lapar, melepaskan dahaga.
Sumber: Puisi Baru (1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Lapar" karya Sariamin Ismail menggambarkan keadaan fisik dan spiritual seseorang yang merasakan lapar. Dalam puisi ini, keadaan lapar digambarkan sebagai pengalaman yang tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga mempengaruhi dimensi emosional dan spiritual.
Ekspresi Kekurangan dan Kelemahan Fisik: Puisi menggambarkan keadaan tubuh yang lelah, lunglai, dan tak tertahankan karena kekurangan makanan. Penyair mengekspresikan rasa lemah dan letih yang melanda seluruh tubuh, menciptakan gambaran keadaan fisik yang sangat sulit.
Dua Dimensi Lapar, Fisik dan Spiritual: Penyair menyajikan dua dimensi lapar, yaitu lapar fisik dan spiritual. Lapar fisik diungkapkan melalui kehausan dan kelaparan yang tak tertahankan, sementara lapar spiritual mencakup kebutuhan rohani dan keinginan akan keseimbangan batin.
Citrahindai Tanah Dewa dan Kenyataan Kelemahan Fisik: Penyair menciptakan gambaran yang kontras antara citrahindai tanah dewa yang jauh dan kenyataan kelemahan fisik yang dirasakan. Meskipun di tanah dewa mungkin tersedia hidangan lezat dan air yang segar, sang penyair merasakan kelemahan dan keterbatasan fisik yang membuatnya tidak mampu mencapai nikmat tersebut.
Keinginan dan Keterbatasan: Penyair menyampaikan keinginan untuk meraih hidangan dan air yang menarik hati, tetapi keterbatasan fisiknya membuatnya tidak mampu melakukannya. Terdapat kontras antara keinginan yang kuat dan kenyataan bahwa badan lemah dan pandangan terbatas.
Panggilan kepada Ayah, Bunda, dan Saudara: Puisi mengandung panggilan kepada keluarga, yang mungkin menjadi simbol dukungan dan kasih sayang. Penyair memohon pertolongan dan bimbingan kepada Ayah, Bunda, dan saudara agar dapat menghilangkan lapar dan melepaskan dahaga.
Sentuhan Emosional dan Spiritual: Puisi menciptakan sentuhan emosional dan spiritual dengan menyertakan elemen doa dan harapan pada akhirnya. Penyair memohon bantuan untuk mengatasi lapar dan dahaga, menghadirkan dimensi spiritual yang mendalam.
Puisi "Lapar" karya Sariamin Ismail adalah ekspresi yang kuat tentang keadaan lapar yang mencakup lebih dari sekadar aspek fisik. Dalam puisi ini, lapar menjadi metafora untuk kebutuhan spiritual dan kelemahan manusia. Dengan menggabungkan gambaran keterbatasan fisik dan panggilan kepada keluarga, penyair menciptakan puisi yang merangkul dimensi emosional dan spiritual dari pengalaman manusia yang lapar.
Karya: Sariamin Ismail (Selasih)
Biodata Sariamin Ismail:
- Sariamin Ismail lahir pada bulan Juli 1909 di Talu, Pasaman, Sumatra Barat. Ia sering memakai nama samaran Selasih dan Seleguri. Nama samarannya yang lain adalah Dahlia, Seri Tanjung, Seri Gunung, Seri Gunting, Ibu Sejati, Bunda Kandung, Kak Sarinah, dan Mande Rubiah.
- Sariamin adalah penulis yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Desember 1995 di Pekanbaru.