Ketika Langit Masih Rendah
Ketika langit masih rendah
orang-orang bercakap tentang bumi yang masih perawan
belum berbentuk sepenuhnya
tanah memerah beradu laut yang membiru
semua hamparan membentangkan narasi magis
meniadakan keresahan
pada geletar pulau-pulau
menandai sosok yang hidup
bayangan para datuk penjaga laut dan hutan
Alkisah seorang wanita naik turun menapaki jalan rotan
penghubung bumi dan langit
jalan ini pun membingkai cerita percintaan
yang mencipta generasi pewaris tahta kerajaan di semenanjung
senja
dan anak-anak bercanda ria dengan hewan pemandu tawa
Derap zaman membingkai ulang cerita nan berbalik
dalam debur ombak garang seluas pantai Selatan Daya Maluku
tatkala para wanita tertatih memanen jagung
sambil bermimpi tentang Sang Upa yang meraung pilu
setelah terbunuh menjelma batu
Babar, November 2012
Sumber: Biarkan Katong Bakalae (2013)
Catatan:
Diilhami dari mitos Upasrui (Kisah Ikan Layar) di Kepulauan Babar, Maluku Barat Daya.
Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Langit Masih Rendah" karya Mariana Lewier menggambarkan pemandangan dan pengalaman dalam konteks alam dan sejarah yang sarat makna.
Gambaran Alam yang Magis dan Harmonis: Puisi ini membawa pembaca ke dalam gambaran alam yang magis dan harmonis, di mana langit masih rendah, dan bumi terasa perawan dan belum sepenuhnya berbentuk. Deskripsi tanah memerah yang beradu dengan laut biru menciptakan pemandangan yang mempesona dan mendalam. Pemilihan kata-kata menciptakan narasi yang memancarkan keajaiban dan ketenangan alam.
Narasi Magis yang Meniadakan Keresahan: Penggunaan kata "magis" menggambarkan cara puisi ini mengubah pandangan tentang lingkungan sekitarnya. Hamparan yang membentang seperti narasi magis meniadakan keresahan, menciptakan perasaan damai dan keajaiban dalam kehidupan sehari-hari.
Penggambaran Masyarakat dan Budaya Lokal: Puisi ini memperkenalkan para datuk penjaga laut dan hutan sebagai elemen budaya lokal yang memainkan peran penting dalam narasi. Wanita yang naik turun menapaki jalan rotan sebagai penghubung antara bumi dan langit membawa pembaca ke dalam kisah percintaan yang menciptakan generasi pewaris tahta kerajaan di semenanjung. Ini menciptakan lapisan budaya yang kaya dan memberikan dimensi yang lebih dalam pada puisi.
Perubahan Zaman dan Cerita yang Berbalik: Puisi ini menggambarkan derap zaman yang membingkai ulang cerita. Debur ombak garang di pantai Selatan Daya Maluku menyimbolkan perubahan yang datang dengan keras dan mempengaruhi hidup para wanita yang tertatih memanen jagung. Perubahan ini tercermin dalam mimpi tentang Sang Upa yang meraung pilu, menciptakan perasaan kehilangan dan nostalgia.
Simbolisme Sang Upa dan Transformasi Menjadi Batu: Puisi ini menciptakan simbolisme dengan menyebut Sang Upa yang meraung pilu setelah terbunuh menjelma batu. Ini dapat diartikan sebagai representasi transformasi dan perubahan, di mana kehidupan yang penuh emosi dan penuh kehidupan berubah menjadi keadaan yang lebih keras dan kekal.
Anak-Anak dan Kebebasan dalam Permainan: Anak-anak yang bercanda ria dengan hewan pemandu tawa menciptakan gambaran kebebasan dan kegembiraan dalam permainan. Ini mungkin menjadi kontras dengan perubahan dan tantangan yang dihadapi oleh generasi sebelumnya, menekankan pentingnya kebebasan dan kesenangan dalam kehidupan.
Puisi "Ketika Langit Masih Rendah" adalah sebuah karya yang memukau dengan gambaran alam yang indah, lapisan budaya yang dalam, dan simbolisme yang kaya. Melalui penggunaan bahasa yang puitis, Mariana Lewier berhasil menciptakan puisi yang merangkul keajaiban alam dan kehidupan manusia, sambil mengajak pembaca untuk merenung tentang perubahan, nostalgia, dan keindahan dalam sederetan cerita yang memikat.
Karya: Mariana Lewier
Biodata Mariana Lewier:
- Mariana Lewier lahir pada tanggal 14 Februari 1971 di Ambon.