Puisi: Hujan Agung (Karya Weni Suryandari)

Puisi "Hujan Agung" menghadirkan pengalaman yang penuh emosi, menggambarkan suasana malam yang hujan dengan kehadiran bulan, lampu-lampu, dan sungai.
Hujan Agung


Bulan melengkung, angin berkibas basah
lampu lampu terangi jalan berwajah
sungai, hingga tiba Shubuh sunyi
sedang ciumku tak sampai-sampai
di kotamu
                oi, aku cemburu
gigil rindu tak dapat kutahan,
kata-kata pingsan di udara,
pecah hujan bertalun,
pecah sunyi mengalun
            kidung kekasih menusuk dada
        aku luluh lantak,
lebur bersama jiwa-jiwa yang terbang
dan mata-mata airmata
hantarkan sajak pendoa
menyelinap di antara bangsal kematian
sepanjang lorong langit, sambil
    membawa debar di jantungku
                 ke dadamu
dan ciumku yang tak pernah sampai

2014

Sumber: Sisa Cium di Alun-Alun (2016)

Analisis Puisi:
Puisi "Hujan Agung" menghadirkan pengalaman yang penuh emosi, menggambarkan suasana malam yang hujan dengan kehadiran bulan, lampu-lampu, dan sungai.

Imaji dan Atmosfer: Puisi membuka dengan gambaran malam yang hujan, bulan yang melengkung, dan lampu-lampu yang menerangi jalan. Atmosfer ini menciptakan rasa keintiman dan ketenangan di tengah hujan yang agung. Sungai dan Shubuh yang disebutkan menambah kompleksitas dalam pembentukan latar cerita.

Ekspresi Cemburu dan Rindu: Penggunaan kata "cemburu" dan "gigil rindu" menggambarkan kekuatan emosional perasaan penyair. Rasa cemburu dan rindu ini menciptakan ketegangan emosional yang kuat dalam puisi.

Ketidaksempurnaan Ciuman dan Debar Jantung: Penyair menyatakan bahwa "ciumku tak sampai-sampai di kotamu," mengekspresikan ketidaksempurnaan atau jarak fisik yang mungkin ada. Debar jantung yang disebutkan menciptakan nuansa romantika dan kegembiraan dalam perasaan cinta.

Pecahnya Hujan dan Sunyi: Pecahnya hujan bertalun dan pecahnya sunyi yang mengalun memberikan gambaran dinamika dan kekuatan alam yang menggambarkan perasaan dalam puisi. Hujan dapat diartikan sebagai simbol kehidupan, pembersihan, atau bahkan perubahan.

Kidung Kekasih yang Menusuk Dada: Kidung kekasih yang menusuk dada menyoroti aspek puitis dan kekuatan kata-kata dalam puisi. Keindahan dan kepedihan puisi tampaknya berasal dari kidung ini, menciptakan resonansi yang mendalam di hati pembaca.

Pendoa dan Bangsal Kematian: Puisi menyimpulkan dengan pendoa yang menyelinap di antara bangsal kematian. Ini menghadirkan elemen keagamaan dan keabadian, memberikan dimensi spiritual yang mendalam.

Puisi "Hujan Agung" tidak hanya menggambarkan keindahan alam dan suasana malam yang romantis, tetapi juga menggali kompleksitas perasaan cinta dan rindu. Melalui gambaran hujan, cemburu, dan ketidaksempurnaan ciuman, puisi ini berhasil membawa pembaca dalam perjalanan emosional yang mendalam dan meresapi keindahan setiap elemen dalam kehidupan.

Weni Suryandari
Puisi: Hujan Agung
Karya: Weni Suryandari

Biodata Weni Suryandari:
  • Weni Suryandari lahir pada tanggal 4 Februari 1966 di Surabaya, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.