Bertemu Pandang
Seiring bertukar jalan,
Sepanjang bertukar arah,
Ujudnya bersatu jua.
Kakanda, kau bawa dinda,
Menilik arah ke sana,
Tu, jauh ke pihak daksina,
Ke tempat ahli bercengkerama.
Jelas kudengar buah katamu,
"Marilah dinda, itu ditiru",
Tak menggeleng, beta mendengar seruan,
Kutilik kuperiksa kuperhatikan.
Adinda, tiru ke sana pedoman sempurna,
Bangsa yang ahli memakai bahasa,
Kita miskin dinda segala kurang,
Patut mencontoh ke tanah orang.
Kanda kekasih belahan nyawa,
Jangan tu sayahg gundah gulana,
Tak segan beta menurut kanda,
Tapi, jiwaku terikat di pihak paksina.
Kanda tak sanggup beta menurut dikau,
Berjalan ke sana meninggalkan pulau,
Sebabnya, kutahu, karena picik ilmuku,
Disumpah masa pada zamanku.
Kanda, tak luput datang rasa padaku,
Tak hendak hilang dari ingatan,
Menciptakan rasa dengan kata-kata,
Mengeluarkan rasa, gelora jiwa,
Sangkaku tak dapat beta meniru,
Bisikan ibuku dari buaian.
Kekasih, kubiarkan dikau berjalan,
Kuturut dikau dengan pandangan,
Kusangka tak kan lama tuan di sana,
Kembalimu, tak kan banyak tuan membawa,
Karena kutahu tempat kau tuju,
Kesempurnaan rohnya tanah airmu.
Kutinggal, memegang benda peninggalan ibu,
Kugenggam erat sehabis tenaga,
Tapi geloranya pergi menurutkan dikau,
Karena bertali dengan jiwamu,
Di tengah jalan kau selalu mengingat beta,
Pandangmu tak jauh meninggalkan pulau.
Akhirnya, kau nyata akan kembali,
Mencurahkan harta pembawaanmu,
Genggamanku lepas diorak tali,
Bersatu yang lama dengan yang baru.
Kanda tak terbayangkan olehmu,
Basa itu akan bertemu,
Janganlah gentar bertentangan semangat,
Akibatnya baik untuk masyarakat.
Sumber: Puisi Baru (1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Bertemu Pandang" karya Sariamin Ismail menggambarkan perjalanan dan pertemuan dua orang yang memiliki arah dan tujuan yang berbeda. Puisi ini membawa pembaca melalui perasaan sang penutur terhadap perpisahan dan kembalinya orang yang dicintainya.
Simbolisme Perjalanan dan Pertemuan: Puisi ini dimulai dengan gambaran perjalanan, yang menciptakan atmosfer perubahan dan transisi. Simbolisme perjalanan ini kemudian dipadukan dengan pertemuan dua orang yang memiliki arah dan tujuan yang berbeda. Ini menciptakan konflik dan ketegangan dalam hubungan antara "Kakanda" dan "Dinda."
Saran dan Nasihat: Melalui buah katanya, "Marilah dinda, itu ditiru," Kakanda memberikan saran dan nasihat kepada Dinda untuk mencontoh dan belajar dari bangsa yang ahli dalam berbahasa. Hal ini menciptakan gambaran pendidikan dan pengajaran sebagai bagian penting dari perjalanan hidup.
Konflik dan Kesetiaan: Kakanda mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap arah yang diambil oleh Dinda. Meskipun Kakanda mencintai Dinda, ia menemui keterbatasan dalam menuruti arah yang tidak sesuai dengan picik ilmuku dan disumpah oleh masa pada zamannya. Ini menciptakan konflik antara kewajiban dan kesetiaan terhadap diri sendiri.
Pandangan dan Penilaian Orang Lain: Puisi menciptakan gambaran tentang pandangan orang lain terhadap perjalanan dan tindakan seseorang. Meskipun Kakanda mencoba meyakinkan Dinda untuk meniru pedoman yang baik, Dinda harus menghadapi penilaian masyarakat yang menciptakan kekhawatiran dan konflik internal.
Perpisahan dan Harapan Kembalinya: Kakanda mengungkapkan bahwa Dinda akan kembali setelah perjalanannya, membawa harta pembawaan. Perpisahan ini terasa sulit, namun pembicara merasa bahwa kembalinya akan membawa persatuan yang lama dengan yang baru. Harapan ini menciptakan rasa optimisme dan harapan di tengah perpisahan yang sulit.
Harapan dan Semangat: Puisi diakhiri dengan harapan dan semangat untuk tidak gentar bertentangan semangat. Meskipun terdapat perbedaan arah dan tujuan, pembicara berharap bahwa pertemuan dan perpisahan ini akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat.
Puisi "Bertemu Pandang" menciptakan naratif tentang perjalanan dan pertemuan yang diwarnai dengan konflik, nasihat, perpisahan, dan harapan. Sariamin Ismail menggunakan bahasa yang puitis dan simbolisme untuk menciptakan gambaran perasaan dan dilema yang kompleks. Puisi ini merayakan keunikan perjalanan hidup dan keberanian untuk menghadapi perbedaan, sambil menyampaikan pesan tentang harapan dan semangat untuk masa depan.
Karya: Sariamin Ismail (Selasih)
Biodata Sariamin Ismail:
- Sariamin Ismail lahir pada bulan Juli 1909 di Talu, Pasaman, Sumatra Barat. Ia sering memakai nama samaran Selasih dan Seleguri. Nama samarannya yang lain adalah Dahlia, Seri Tanjung, Seri Gunung, Seri Gunting, Ibu Sejati, Bunda Kandung, Kak Sarinah, dan Mande Rubiah.
- Sariamin adalah penulis yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Desember 1995 di Pekanbaru.