Puisi: Al-Hadid (Karya Fatin Hamama)

Puisi "Al-Hadid" karya Fatin Hamama menggambarkan perjalanan besi dari keadaan awalnya sebagai bahan mentah hingga berubah menjadi senjata, dengan ...
Al-Hadid


Ketika sepotong besi jadi tombak
Besi tak pernah tahu
Untuk apa dia dijadikan tombak

Ketika sepotong besi jadi pisau
Pisau tak pernah tahu
Untuk apa dia jadi pisau

Ketika sepotong besi jadi peniti
Peniti tidak pernah tahu
Untuk apa dia jadi peniti

Kecuali suatu hari tombak
Dijadikan alat pembunuh
Dan bersarang di jantung kiri

Tombak mengeluh
Aku tak ingin menjadi seperti ini

Demikian pisau
Ketika menemukan dirinya
Di leher sebagai penebas
Pisau mengaduh
Aku tak bercita-cita jadi begini

Ketika besi-besi yang menjadi senjata
Berubah fungsi
Diam-diam peniti mensyukuri

"Aku menjadi penyemat baju
Seorang sufi. Setiap hari aku dibawa
Rukuk sujud dan mensyukuri
Nikmat Tuhan yang diberi
Aku tidak ingin patah
Biar berkarat aku kini"


Jakarta, Desember 2000

Sumber: Papyrus (2002)

Analisis Puisi:
Puisi "Al-Hadid" karya Fatin Hamama merupakan karya yang mendalam dan sarat dengan makna filosofis tentang peran dan takdir dalam kehidupan. Puisi ini menggambarkan perjalanan besi dari keadaan awalnya sebagai bahan mentah hingga berubah menjadi senjata, dengan setiap perubahan mencerminkan takdir dan tugas yang diemban oleh besi tersebut.

Personifikasi Besi: Dalam puisi ini, besi diberikan karakter dan perasaan. Tombak, pisau, dan peniti masing-masing mengeluh ketika menyadari peran mereka sebagai alat pembunuh. Ini memberikan dimensi manusiawi pada objek material seperti besi.

Takdir dan Fungsi: Puisi menggambarkan peran takdir dalam menentukan fungsi besi. Besi tidak mengetahui peruntukannya ketika berubah menjadi tombak, pisau, atau peniti. Ini mencerminkan tema takdir dan nasib yang kadang-kadang tidak dapat dipahami oleh objek itu sendiri.

Refleksi Hidup dan Pilihan: Ketika senjata berubah fungsi, tombak dan pisau mengeluh dan mengaduh terhadap peran yang mereka emban. Hal ini bisa diartikan sebagai refleksi kehidupan manusia, di mana seseorang mungkin merasa tidak puas atau menyesal terhadap peran dan pilihan yang diambil dalam hidupnya.

Peniti yang Mensyukuri: Peniti, meskipun tetap sebagai objek besi, mensyukuri peran barunya sebagai penyemat baju seorang sufi. Ini menunjukkan bahwa ada kebijaksanaan di balik setiap perubahan dan peran dalam hidup, dan bahkan ketika fungsi berubah, ada ruang untuk mensyukuri keadaan tersebut.

Puisi "Al-Hadid" menghadirkan refleksi yang mendalam tentang takdir, peran, dan perubahan dalam hidup. Fatin Hamama berhasil membawa besi, sebagai objek fisik, menjadi metafora yang kuat untuk mengeksplorasi hakikat manusia dalam menjalani hidupnya, menghadapi takdir, dan menemukan makna di balik setiap perubahan yang mungkin terjadi. Puisi ini memicu pertanyaan filosofis tentang bagaimana manusia merespon takdir dan peran dalam kehidupannya.

Fatin Hamama
Puisi: Al-Hadid
Karya: Fatin Hamama

Biodata Fatin Hamama:
  • Fatin Hamama lahir pada tanggal 15 November 1967 di Padang Panjang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.