Menjadi Gen Z yang Sadar Privasi

Menjaga data pribadi kita masing-masing memang sangat penting, namun tetap saja akan ada pihak-pihak jahat yang menyalahgunakan informasi ...

Di era digitalisasi, dunia internasional termasuk Indonesia berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi canggih. Berbagai platform dan aplikasi dari luar negeri maupun dalam negeri semakin tersebar di lingkup masyarakat, seperti e-commerce, Instagram, TikTok, dan aplikasi lainnya. Hal ini tentu membawa dampak baik bagi masyarakat dalam mengembangkan minat bakatnya melalui aplikasi yang mudah diakses dan memiliki informasi yang lengkap.

Seperti yang kita ketahui, aplikasi-aplikasi saat ini sering kali meminta data pribadi kita untuk kepentingan pengembangan sistem dan promosi. Misalnya tanggal atau tahun kelahiran, G-mail pribadi, dan nomor pribadi kita. Hal ini tentu cukup meresahkan sebagian kecil masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga data pribadi mereka.

Namun, sangat disayangkan perkembangan teknologi di Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia memiliki awareness yang cukup rendah akan pentingnya menjaga data pribadi mereka. Hal ini ditunjukkan melalui hasil survei yang dilakukan oleh Kominfo di 34 provinsi Indonesia yang mengindikasikan 3.246 orang pernah mengalami kebocoran data pribadi.

Selain informasi kebocoran data, Kominfo juga mengulas hasil survei mengenai pengetahuan tentang data pribadi masyarakat. Survei menunjukan bahwa Gen Z (kelahiran tahun 1996-2010) memiliki persentase akan pengetahuan data pribadi yang cukup rendah sebesar 91,1% dibanding generasi pendahulunya yaitu generasi boomer sebesar 96,6%. Gen Z merupakan generasi masa depan bangsa Indonesia, sehingga bila anak muda tidak menyadari pentingnya data pribadi, bagaimana nasib bangsa 10 tahun mendatang?

Pada beberapa waktu terakhir, Instagram memunculkan fitur “Add Yours” bagi penggunanya. Fitur ini berfungsi untuk membagikan Instagram Story secara berantai dengan konsep challenge bersama pengguna lainnya.

Melalui “Add Yours” banyak orang yang berteman atau saling follow. Topik dari “Add Yours” juga bervariasi, tergantung orang yang memulai Instagram Story, misalnya topik tentang OOTD, pesan lucu dari orang lain, makanan favorit, dan masih banyak lagi.

Fitur ini pun ramai di kalangan anak muda dan banyak orang yang berpartisipasi. Akhirnya, muncullah beberapa topik yang bersifat pribadi, seperti tanda tangan, tanggal lahir, KTP, NIK, alamat rumah, nama panggilan, dan lain sebagainya. Sangat disayangkan bahwa masyarakat tetap mengikuti tren tersebut meskipun tahu yang diunggah adalah data pribadi.

Saat masyarakat dengan mudahnya memberikan informasi pribadi di berbagai aplikasi, website, media sosial, dan di ranah internet lainnya, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan kejahatan digital.

Fitur “Add Yours” pun menghasilkan suatu kasus yang menimbulkan adanya korban penipuan. Kasus ini menyatakan bahwa korban mentransfer sejumlah uang kepada penipu yang memanggilnya dengan sebutan “Pim” yaitu nama panggilannya.

Hal ini membuat korban merasa bahwa orang yang menghubunginya adalah orang yang dekat dengannya sehingga ia langsung mengirimkan uang yang diminta. Tentu kita bertanya-tanya, bagaimana penipu bisa tahu nama panggilannya?

Ternyata “Pim” pernah menggunakan fitur “Add Yours” dan mengunggah nama panggilannya di sana. Melihat kesempatan itu tentu si penipu langsung bergerak menghubungi “Pim”. Sangat mengerikan bukan?

Privasi

Tidak usah jauh-jauh, saya pribadi pernah mengalami kasus di kontak melalui WhatsApp oleh lembaga-lembaga kursus online yang saya bahkan tidak tahu. Hal ini terjadi saat saya menginput nomor pribadi saya di form pendaftaran Webinar masa itu.

Saya tidak menyangka bahwa nomor yang seharusnya dipergunakan untuk Webinar saja justru disebarluaskan oleh pihak penyelenggara yang cukup ternama. Itu baru nomor telepon, bagaimana dengan masyarakat lain yang telah memberikan informasi pribadinya secara cuma-cuma?

Bila kejahatan atas data pribadi terjadi secara terus-menerus, baik dari kesalahan diri masyarakat maupun pihak yang tidak bertanggung jawab, dapat menimbulkan gejolak di masyarakat yang berpotensi mengancam keamanan negara. Oleh karena itu, kasus kebocoran data dan juga rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya data pribadi harus segera diatasi.

Untuk tindakan preventif, DPR dapat bekerja sama dengan beberapa komisi seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Perpustakaan Nasional (komisi 10). Kedua komisi ini dapat mengembangkan beberapa kegiatan seperti Webinar, Workshop, Sosialisasi, Kompetisi, Campaign, Kuis di berbagai media baik online maupun offline dengan tema pentingnya menjaga data pribadi.

Dengan memberikan edukasi pada masyarakat sejak dini, tentu generasi muda tidak akan semudah itu untuk memberikan informasi pribadi mereka ke dunia digital sampai dewasa nantinya.

Pada tindakan preventif, DPR dapat menjalankan fungsi anggaran dengan menyetujui pengalokasian dana dalam APBN terutama untuk bidang pendidikan maupun anggaran lainnya yang berhubungan dengan edukasi privasi data bagi masyarakat.

Dengan dukungan dana yang cukup, program kerja sama dalam mensosialisasikan pentingnya bertanggung jawab atas data pribadi di kalangan generasi muda dapat terlaksana dengan baik.

Sedangkan untuk tindakan represif, DPR dapat bekerja sama dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menggali kasus-kasus kebocoran data yang dialami oleh masyarakat.

BPKN dan Kemkominfo dapat menggalakan kembali forum bagi masyarakat untuk menyalurkan keluhan-keluhan kebocoran data pribadi mereka, sehingga tindakan-tindakan pelaku usaha dan kejahatan digital dapat diadili.

Dalam hal ini, DPR dapat menjalankan fungsi legislasi dengan segera meresmikan RUU Perlindungan Data Pribadi yang tak kunjung resmi hingga saat ini.

Dengan disahkannya RUU PDP, pemilik dan pengguna data pribadi dapat mengetahui batasan-batasan yang tidak multitafsir sehingga setiap kejahatan yang melanggar perundang-undangan tersebut dapat diadili berdasarkan proses hukum.

Untuk fungsi pengawasan, DPR dan DPRD harus turut mengawasi proses pelaksanaan dan pengalokasian dana bagi program-program yang telah dirancang pada usaha preventif dan represif sehingga seluruh kegiatan penyuluhan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Tidak hanya program-program saja, DPR juga harus mengawasi jalannya perundang-undangan di Indonesia, seperti UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) yang mana kedua hukum ini menyinggung mengenai privasi atau data pribadi masyarakat. Apabila ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap data pribadi, kasus tersebut dapat diserahkan kepada badan atau lembaga yang berwenang.

Menjaga data pribadi kita masing-masing memang sangat penting, namun tetap saja akan ada pihak-pihak jahat yang menyalahgunakan informasi pribadi kita walaupun kita sudah berhati-hati. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesadaran (preventif dan represif) pada masyarakat dan juga pihak-pihak lainnya dapat dilakukan baik dari diri masyarakat (terutama Gen Z), pemerintah, dan pihak ketiga (pengguna informasi pribadi).

Dengan meningkatnya kesadaran dari ketiga pihak ini akan timbul kerja sama untuk bersama-sama membangun generasi yang peduli akan pentingnya menjaga data pribadi.

Mari kita sebagai bagian dari Gen Z mendukung seluruh program yang diusahakan oleh pemerintah dalam mendukung generasi Indonesia yang sadar privasi!

Aldi Ghofari

Biodata Penulis:

Aldi Ghofari adalah seorang mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri (UIN) K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Jurusan Tadris Matematika. Ia memilih untuk menggeluti dunia matematika karena ambisinya yang cukup besar untuk menjadi seorang peneliti.

Aldi sering mengikuti berbagai macam lomba yang berbau matematika sewaktu SD-SMA. Ia memilikhobi membaca komik, novel, serta buku motivasi.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.